Monday, July 21, 2014

Agung Podomoro Bukukan Penurunan Kinerja di Triwulan Kedua

Jakarta, 22 Juli 2014 – PT Agung Podomoro Land, Tbk (APLN) membukukan penurunan pendapatan dan laba bersih. Penurunan ini juga tampak pada marketing sales yang baru tercapai 37,8% sampai dengan semester-I ini.

Pendapatan Agung Podomoro tercatat turun 5,5% menjadi Rp 2,29 triliun. Penurunan terjadi karena penurunan penjualan apartemen, rumah tinggal, dan rumah toko. Penjualan apartemen turun 16% menjadi Rp 991,5 miliar. Penjualan rumah tinggal turun 66% menjadi Rp 139,9 miliar. Sementara itu pendapatan yang naik berasal dari penjualan rumah kantor dan pendapatan dari hotel.

Penurunan kinerja pada tahun ini juga tampak di marketing sales yang baru tercapai Rp 2,46 triliun dibandingkan target tahun ini senilai Rp 6,5 triliun. Marketing sales disumbangkan dari Harco Glodok, Orchard Park Batam, Podomoro City Extension, Borneo Bay Residences, Grand Taruma, Soho Pancoran, Metro Park Residence, Vimala Hills dan Podomoro City Deli Medan.

Laba bersih tercatat turun 20,6% menjadi Rp 1,09 triliun seiring dengan penurunan pendapatan serta kenaikan beban. Beban terbesar yang menekan pertumbuhan adalah beban-beban umum dan administrasi yang naik 28,9% menjadi Rp 341.86 miliar serta beban bunga yang naik 21,5% menjadi Rp 267.86 miliar.

Kinerja semester pertama mengindikasikan bahwa triwulan yang kedua ini merupakan masa yang sulit bagi Agung Podomoro karena perusahaan mencatatkan pertumbuhan baik pendapatan maupun laba bersih di di triwulan pertama. Sebagai catatan, pertumbuhan pendapatan di triwulan pertama adalah 2% dan pertumbuhan laba bersihnya 20,7%.


Laporan penurunan kinerja yang disampaikan pada tanggal 22 Juli ini didahului dengan kenaikan harga saham yang signifikan pada tanggal 16 Juli. Hal ini terjadi dengan likuiditas yang tinggi sehingga saham APLN kini bergerak pada level yang berbeda daripada sebelumnya.

Nusa Konstruksi Awali Percepatan Mini Hydro di Indonesia

Jakarta, 21 Juli 2014 – PT Nusa Konstruksi Enjiniring, Tbk (DGIK) mengumumkan bahwa Armstrong Asset Management telah berkomitmen untuk membiayai pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air Mini (Mini Hydro) di Indonesia senilai US$ 22,5 juta. Ascend melihat bahwa Mini Hydro bisa menjadi peluang baru dan besar di Indonesia bagi perusahaan-perusahaan energi Indonesia.

Armstrong’s South East Asia Clean Energy Fund yang berada di dalam kelolaan Armstrong Asset Management baru saja menandatangani komitmen untuk membiayai portofolio proyek mini hidro di Indonesia melalui PT Inti Duta Energi, anak usaha dari Nusa Konstruksi Enjiniring. Saat ini Nusa Konstruksi Enjiniring telah terlibat dalam beberapa proyek dengan total 50MW.

Armstrong Asset Management (AAM) adalah manajer investasi yang fokus kepada aset-aset energi yang independen yang berdampak positif kepada masyarakat dan alam. Menurut riset pasar yang diunggah di websitenya, AAM melihat Asia Tenggara sebagai sumber energi yang dapat diperbarui. Beberapa proyek yang didanai oleh AAM adalah pembangkit listrik tenaga solar di Thailand, Indonesia, Filipina, serta tenaga angin di Vietnam dan Kamboja.

Di balik kesediaan AAM mendanai proyek-proyek mini hydro ini, Ascend melihat bahwa di Indonesia banyak terdapat potensi mini hydro. Untuk jalur transportasi saja, potensi sungai dan danau mencapai 214 sungai dengan total panjang 34.342 kilometer dan 23 danau dengan luas 3.737 kilometer persegi.

Sebagian besar dari sungai-sungai ini melewati sejumlah besar daerah-daerah yang belum teraliri listrik. Sementara infrastruktur energi fosil seperti gas dan minyak mungkin tidak akan pernah mampu mencapai daerah-daerah potensial ini, atau membutuhkan biaya yang luar biasa tinggi. Fakta bahwa banyak daerah kini telah mengupayakan energi dengan berbagai sumber seperti gas metan dari kotoran hewan, memberikan gambaran bahwa energi masih sangat dibutuhkan. Oleh karena itu pembangunan mini hydro di banyak wilayah merupakan opsi yang terbaik agar potensi wilayah tersebut dapat tereksplorasi dengan baik.


Keunggulan mini hydro adalah bahwa biaya menghasilkan energi sangat rendah dan sumbernya yang tidak dapat punah. Sementara itu beberapa kendala terkait dengan pembangunan mini hydro adalah pembangunannya cukup sulit mengingat medannya yang berat, persyaratan arus air yang harus cukup tinggi, serta perlunya ada bendungan atau pengalihan arus sehingga bisa dibuatkan bendungan. Semua ini membuat biaya pembangunan bisa cukup tinggi di beberapa lokasi. 

Komitmen pengembangan mini hydro ini telah mendorong harga saham Nusa Konstruksi naik 6% pada hari ini saja. 

IHSG Positif Menjelang Pengumuman Resmi KPU, Likuiditas Terbatas

Jakarta, 21 Juli 2014 – Menjelang pengumuman resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) atas pemenang pemilihan presiden yang berlangsung tanggal 9 Juli yang lalu, indeks bergerak dengan penuh percaya diri walaupun dengan likuiditas yang melemah. Besok (22/7), yaitu hari-H pengumuman, diperkirakan indeks akan bergerak flat dengan likuiditas yang sangat rendah sampai dengan pengumuman resmi KPU.

Kepercayaan pasar terhadap kemenangan pasangan Jokowi-JK sudah makin terbaca. Berbagai upaya pengawalan relawan atas hasil pemilihan, pernyataan keras Kepala Kepolisian RI (Kapolri), serta undangan SBY kepada kedua calon presiden merupakan sinyal yang positif bagi pasar bahwa damai adalah suatu komitmen politik dari Indonesia.

Perdamaian adalah syarat utama yang diminta oleh pasar terutama investor asing. Kemudian pasar juga memiliki sentimen positif bila pemenangnya adalah Jokowi-JK. Dalam survei yang dilakukan oleh Deutsche Bank Verdana Indonesia terlihat jelas bagaimana posisi investor. Bila Jokowi-JK menang, sekitar 74% investor akan melakukan aksi beli dan 6% akan melakukan aksi jual. Sebaliknya bila Prabowo-Hatta menang, sekitar 56% akan melakukan aksi jual dan 13% akan melakukan aksi beli.

Apabila Jokowi-JK menang maka diperkirakan bahwa sampai dengan hari Jumat menjelang Lebaran, indeks akan terus positif dengan likuiditas tinggi kemudian diakhiri dengan pelemahan karena aksi profit taking. Bila sebaliknya yang menang, maka indeks akan turun dengan cepat karena sentimen negatif kepada pasangan Prabowo-Hatta.

Pasar memiliki sentimen positif kepada Jokowi – JK karena beberapa hal. Pertama, pasangan ini dinilai pro bisnis, hal mana yang jelas terlihat dari sejarah Jokowi sebagai pengusaha dan JK ketika menjabat wakil presiden. Kedua, pasangan ini dinilai jujur dan memiliki integritas sehingga akan mengurangi ekonomi biaya tinggi di Indonesia. Ketiga, pasangan ini akan fokus kepada infrastruktur di semua wilayah di Indonesia sehingga banyak daerah yang akan mengalami peningkatan ekonomi dan daya beli. Ini membuka peluang pasar bagi banyak perusahaan, lokal dan asing.


Sebaliknya pasar meragukan pertumbuhan yang akan dihasilkan oleh pasangan Prabowo-Hatta karena beberapa hal. Pertama karena kinerja Hatta ketika menjabat menteri di berbagai bidang tidak dapat dikatakan cemerlang. Kedua, karena pendekatan militer yang diyakini akan digunakan oleh Prabowo di dalam menghadapi berbagai masalah. Hal ini akan mengurangi kondisi damai yang diinginkan oleh para pengusaha. Ketiga, karena tingginya negosiasi politik yang berada di belakang pasangan ini menimbulkan kekuatiran kebijakan yang dihasilkan akan menjadi kurang tegas dan kurang solid. 

Sunday, July 6, 2014

Garuda, Dapat Hutang untuk Bayar Hutang, Risiko Makin Tinggi

Jakarta, 7 Juli 2014 - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, (GIAA) mendapatkan sindikasi pembiayaan hingga senilai US$ 200 juta atau hampir senilai Rp 2,4 triliun dari beberapa bank asing dan dalam negari yang sebagian untuk melunasi hutang yang akan jatuh tempo tahun ini dan bagian lainnya melanjutkan ekspansi usaha. Sementara itu, triwulan pertama lalu, Garuda merupakan salah satu maskapai regional yang mencatatkan rugi terbesar. Ini mengakibatkan risiko investor pada saham Garuda makin tinggi. Dengan harga saham merespon positif  berita pemberian utang, maka ASCEND merekomendasikan untuk waspada.

Direktur Keuangan Garuda Indonesia menyatakan bahwa pinjaman tersebut telah direncanakan dari dulu untuk melakukan ekspansi bisnis dan menambah pesawat baru dan membiayai pendanaan yang telah jatuh tempo pada tahun ini sebesar US$ 120 juta.

Pinjaman tersebut yang berasal dari Bank Pan Indonesia, Dubai Islamic Bank, Emirates NBD, Fisrt Gulf Bank, Standard Chartered Singapore dan Warba Bank. Pinjaman tersebut dikenakan tingkat bunga LIBOR 3 bulan ditambah 3,35% yang jatuh tempo dalam 36 bulan.

Sebelumnya, pada tahun ini, Garuda telah mendapatkan pinjaman dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia sebesar Rp 500 miliar dan mendapatkan pinjaman dari Bank Internasional Indonesia sebesar US$ 100 juta yang juga berjangka waktu 36 bulan.

Sementara itu, untuk rencana ekspansi, Garuda berencana menambah 29 unit pesawat yang akan dioperasikan pada  tahun ini. Saat ini Garuda mengoperasikan 140 armada pesawat kelas sedang yang didominasi Boeing kelas 737 dan 22 jumbo jet yang didominasi Airbus kelas 330.

ASCEND melihat pembiayaan yang dilakukan Garuda mempunyai risiko yang besar karena pendapatan operasional Garuda didominasi Rupiah sementara biaya operasional, hutang dan ekspansi dalam denominasi Dollar AS. Sementara itu, hingga tahun ini Rupiah terdepresiasi cukup tinggi, bahkan tahun lalu Rupiah terdepresiasi hingga 20% lebih terhadap Dollar AS.

Sebagai perbandingan, hutang Garuda yang jatuh tempo pada tahun ini tercatat lebih besar dari nilai kas dan piutang. Cadangan aset paling likuid hanya sebesar US$ 247,69 sementara hutang tercatat sebesar US$ 1,16 miliar dan yang jatuh tempo tahun ini sebesar US$ 375,44 juta berdasarkan laporan keuangan.

Sementara itu, rasio lancar tercatat hanya sebesar 0.58 kali atau terendah dibandingkan dengan perusahaan penerbangan di kawasan asia tenggara yang mempublikasikan laporan keuangannya.

Dengan penambahan hutang ini, jika sebesar US$ 120 juta digunakan untuk melunasi bagian yang jatuh tempo pada tahun ini, setidaknya dibutuhkan pendanaan sebesar US$ 255 juta lainnya untuk melunasi sisanya. Dua sindikasi pinjaman dari Lembaga Ekspor Indonesia dan  Bank BII yang sebesar US$ 150 juta pun belum menutup sisa jatuh tempo.

Garuda masih membutuhkan pendanaan sebesar US$ 100 juta atau harus mendorong kinerja fundamental dengan mendorong pertumbuhan pendapatan.

ASCEND melihat bahwa pendapatan Garuda yang mayoritas berdenominasi Rupiah sementara beban operasional dan  beban keuangan tinggi. Sementara itu, kondisi tingkat  keterisian kursi penerbangan Garuda yang masih rendah hanya rata-rata sekitar 67% dan trennya terus menurun dari tahun lalu. Melihat ini, Garuda kemungkinan masih tertekan dalam hal kinerja bottom line-nya.


Secara fundamental, ASCEND pernah membahasnya dimana kinerja Garuda masih tertekan.  (hyperlink) Garuda masih mencatatkan rugi selama triwulan pertama 2014 ini bahkan hingga mencapai US$ 163,90 juta atau salah satu tertinggi dibandingkan maskapai penerbangan di kawasan ASEAN.

Fundamental perusahaan yang tertekan selama triwulan pertama tersebut tercermin dari kinerja saham yang tertekan sejak awal tahun lalu. Saham Garuda diperdagangkan melemah 9,69% sejak dirilis laporan keuangan triwulan pertama 2014 ini.

Namun, beberapa hari ini pasca persetujuan pemberian pendanaan terhadap Garuda, sepertinya investor merespon positif, meskipun mungkin hanya jangka pendek di mana Garuda dapat survive dari potensi default.

Padahal, ASCEND melihat jika untuk menutup beban keuangan ini dengan mendorong pendapatan pun masih terlalu berat dan belum tentu mencukupi.

Dengan asumsi optimis seiring pertumbuhan pendapatan penerbangan regional yang tumbuh 8-10%, load factor kursi Garuda mencapai 67% sementara biaya per unit naik 2%, maka prakiraan ASCEND laba usaha akan mencapai US$ 150 juta semetara beban keuangan masih tinggi maka bottom line yang dicapai tidak akan tumbuh signifikan dibanding tahun tahun sebelumnya. Tahun lalu Garuda mencatatkan laba bersih sebesar US$ 11,04 juta, sementara tahun 2012 tercatat sebesar US$ 110,60 juta.

Tuesday, July 1, 2014

XL Axiata Berencana Jual Menara Untuk Bayar Hutang, Dorong Marjin dan Perputaran

Jakarta, 2 Juli 2014 – PT XL Axiata, Tbk (EXCL) berencana melepas beberapa kepemilikan atas jaringan menara transmisinya. ASCEND melihat upaya tersebut dilakukan XL untuk menekan beban penyusutan yang cukup tinggi sehingga mengurangi laba perseroan cukup signifikan. Dengan upaya pelepasan menara BTS tersebut, perputaran dan marjin laba diharapkan akan naik, namun nilai asetnya akan berkurang.

Hasnul Suhaimi, Direktur Utama XL Axiata, dalam keterbukaan informasi menyatakan XL Axiata saat ini menggunakan sekitar 10.000 unit menara BTS dengan 80% merupakan milik sendiri dan rencananya akan dikurangi hingga 7.000 unit melalui penjulanan sistem lelang. Sebelumnya dalam paparannya kepada publik awal tahun lalu, XL berencana mengurangi hampir seluruh menaranya hingga 8.000 unit.

Sementara itu, dalam portofolio asetnya, XL Axiata merupakan operator seluler berbasis GSM memiliki jaringan infrasturktur terbesar ketiga di seluruh Nusantara setelah Telkomsel dan Indosat. Sejak mulai beroperasi tahun 1995 lalu,  XL telah mengakusisi jaringan infrastruktur telekomunikasi sebesar Rp 54,58 triliun.

Karena beban penyusutan yang harus disisihkan untuk pengelolaan aset tersebut termasuk menara BTS tersebut sangat tinggi yaitu hingga Rp 5 triliun per tahun, sementara pembangunan menara XL Axiata dibiayai menggunakan hutang, marjin XL Axiata pun cenderung berkurang.

Dengan melepas sebagian besar aset yang berupa menara telekomunikasi, diharapkan XL Axiata dapat menekan beban penyusutan dari asetnya tersebut. Selain itu, pendapatan dari segmen sewa menara juga relatif rendah, sementara biaya yang harus dikeluarkan untuk pemeliharaan infrastruktur tersebut relatif tinggi.

Tercatat pendapatan sewa selama triwulan pertama 2014 sebesar Rp 256,46 miliar hanya berkontribusi sebesar  4,56% dari seluruh total pendapatan, sementara beban pemeriharan dan perbaikan jaringan mencapai Rp 623,94 miliar atau sebesar 35% dari beban langsung.
Biaya sewa menara 7.000 menara tiap tahun diprakirakan mencapai  Rp 4,5 hingga Rp 5 triliun tiap tahun, sementara beban penyusutan yang mencapai Rp 5 triliun per tahun tersebut dapat dialihkan untuk pembayaran sewa, sedangkan biaya perawatan seluruh jaringan infrastruktur berkurang signifikan sehingga menekan beban operasional, maka kebijakan XL Axiata tersebut diharapkan mendorong oportunitas marjin dari selisih beban tersebut.

Diprakirakan  tiap tahun, secara financial  XL Axiata akan menghemat sekitar Rp 1,5 triliun per tahun dengan cara menyewa menara telekomunikasi tersebut.

Namun, dengan penjualan itu, XL Axiata kehilangan beberapa oportunitas lain. Dengan rencana XL Axiata menjual menara tersebut, XL Axiata secara operasional akan mengandalkan pihak lain untuk penyediaan telekomunikasi.

Selain itu, secara neraca finansial, aset XL akan berkurang karena Rp 28 triliun secara nilai buku dari Rp 61 triliun asetnya merupakan perangkat telekomunikasi dan jaringan menara tersebut.

XL Axiata juga bergantung pada pihak ketiga, jika terdapat gangguan telekomunikasi, intersep atau gangguan lainnya, dipastikan akan ada jeda waktu lama untuk memperbaiki. Selain itu, faktor kepercayaan beberapa segmen pelanggan kemungkinan cenderung berkurang, dimana aliran data yang diselenggarakan XL Axiata akan melalui pihak ketiga.

Rencananya, pendapatan penjualan menara menara tersebut digunakan untuk membayar hutang. Tercatat hutang yang harus dibayar XL Axiata sebesar Rp 22,72 triliun dengan yang jatuh tempo pada tahun ini sebesar Rp 3,07 triliun dengan suku bunga rata-rata 10% hingga 11% pertahun. Hutang XL Axiata sebesar 48% atau sekitar Rp 10,5 triliun  dalam denominasi Dollar AS, sementara pendapatan XL Axiata berbasis Rupiah, sehingga hal ini juga cenderung mendorong beban keuangan XL Axiata.

Sebagai catatan nilai buku peralatan dan jaringan XL Axiata saat ini sebesar Rp 25 triliun termasuk menara BTS didalamnya, maka penjualan seluruh menara BTS itu pun belum tentu akan menutup seluruh hutangnya.

Dengan penjualan 7000 menara BTS tersebut diprakirakan hanya menutup 60% hingga 75% dari seluruh total hutang XL Axiata, artinya meskipun menjual seluruh menara BTS, biaya keuangan yang masih ditanggung tetap masih ada, meskipun relatif turun.

Sebagai catatan biaya keuangan XL Axiata cukup tinggi hingga sebesar Rp 556,60 miliar atau 10% dari turnover yang dibukukan pada triwulan pertama 2014 ini.

ASCEND melihat kedepan, upaya yang dilakukan XL Axiata ini lebih cenderung mengalihkan protofolionya menjadi tidak sepenuhnya berbasis penyedia informasi, tetapi juga sebagai perusahaan keuangan dimasa mendatang.

ASCEND melihat, perputaran sektor infrastruktur relatif lebih rendah dibandingkan dengan perputaran penyedia jasa informasi dan konten itu sendiri. Selain itu, dimasa mendatang, sistem pembayaran online yang menjanjikan perputaran cukup tinggi telah mulai diselenggarakan oleh beberapa operator telekominikasi seperti XL Axiata, tidak hanya oleh perbankan.


Upaya penjualan beberapa aset ini adalah untuk beralih ke sektor bisnis yang menjanjikan perputaran tinggi.  

Sejak Diperiksa KPK, Sentul City Terus Tertekan

Jakarta, 2 Juli 2014 – PT Sentul City, Tbk, (BKSL) diperdagangkan pada harga Rp 85 per saham atau turun 46,20% sejak direktur utamanya menjalani pemeriksaan oleh KPK sebagai saksi terkait kasus gratifkasi Bupati Bogor pada pertengahan Mei lalu. Sejak pertengahan Mei hingga sekarang likuiditas naik signifikan dengan posisi offer cenderung lebih banyak. Namun, fundamental perusahaan yang masih tumbuh berpotensi kembali menguat jika permasalahan kasus hukum tersebut terselesaikan.

Tercatat terakhir kali berada pada level harga saham Sentul City dibawah Rp 100 pada Februari 2010 lalu.

Dalam keterbukaan informasi yang disampaikan kepada publik, Sentul City menyatakan nama-nama yang terlibat kasus gratifikasi tidak merupakan bagian dari Sentul City maupun anak usaha Sentul City.


Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Bupati Bogor RY, kemudian MZ, dan Y sebagai tersangka atas dugaan gratifikasi tukar menukar lahan di kawasan Bogor seluas 2.754 ha. Sementara itu, didalam pemberitaan media massa MZ dan Y disebutkan bagian dari  Bukit Jonggol Asri yang merupakan anak usaha Sentul City.

Tampaknya, sentimen permasalahan hukum yang melibatkan Sentul City membuat pasar merespon negatif pergerakan saham Sentul City meskipun secara fundamental kinerjanya masih menunjukkan pertumbuhan.

Maybank Kim Eng, harga wajar Sentul City Rp 200
Awal April lalu, sebelum pemeriksaan Direktur Utama Sentul City, Maybank Kim Eng merilis riset tentang Sentul City dengan merekomendasikan buy pada target harga Rp 200 dengan price to earnings ratio (PER) 12,78 kali. Harga tersebut premium 9% pada harga pasar saat itu Rp 183 per saham.

Asumsi Maybank Kim Eng menilai premium Sentul City tersebut karena sebelumnya saat bertemu dengan 15 investor di Kuala Lumpur, mayoritas menyatakan ketertarikan dengan Sentul City meskipun belum familiar di ASEAN, sehingga dinilai Sentul City profitable.

Selain itu, Maybank Kim Eng menganggap akuisisi terhadap Bukit Jonggol Asri akan mendorong pertumbuhan Sentul City dimasa mendatang, memeperkuat sisi operasional dan upaya Sentul City untuk melakukan refinancing terhadap pembiayaan banknya.

Maybank Kim Eng memprakirakan penjualan Sentul City akan naik menjadi Rp 1,76 triliun atau naik 79% dengan kenaikan EBIT hingga 161%.

Sebagai catatan, tahun 2013 lalu, Sentul City menguasai 65% saham Bukit Jonggol Asri dengan membeli kepemilikan dari Bakrieland Development, Tbk (ELTY) sebanyak 15% dan berencana menambah kepemilikan lagi sebesar 10% sehingga menjadi 85% pada tahun ini.

Penilaian Maybank Kim Eng lainnya yaitu adanya potensi sinergi pasca akuisisi Bukit Jonggol Asri untuk mengembangkan Sentul City Township dengan kerjasama antara Bank Mandiri, AEON Mall, Ikea, Decathlon, BCA, Universitas Trisakti, dan adanya proyek regensi dari Novotel dan Hyatt Regency.

Sentul City saat ini berusaha melakukan refinancing terhadap hutang yang didominasi oleh bank hingga Rp 1,5 triliun dengan bunga 15% - 17%. Diharapkan dengan refinancing tersebut, bunga dapat diturunkan menjadi sebesar 11,75% - 12%.

Pra-penjualan Sentul City untuk tahun 2014 ditargetkan sebesar Rp 2,5 triliun atau naik dari tahun lalu sebesar Rp 2,17 triliun, namun pra-penjualan untuk kuartal pertama ini mengalami tekanan dengan tercatat turun 20% menjadi hanya sebesar Rp 392,8 miliar dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 508,2 miliar.

Kinerja Sentul City secara bottom line selama tahun 2013 mencatatkan pertumbuhan laba bersih sebesar 185% menjadi sebesar Rp 630,23 miliar setelah didukung laba dari Bukit Jonggol Asri, entitas anak sebesar Rp 380,17 miliar dan keuntungan dari goodwill atas kepemilikan Bukit Jonggol Asri sebesar Rp 349,40 miliar.

Sebagai catatan, Sentul City meskipun mengendalikan Bukit Jonggol Asri belum atau tidak mengkonsolidasikan pendapatan Bukit Jonggol tersebut ke dalam laporan keuangannya pada periode 2013 lalu.

Kinerja operasional Sentul City sendiri masih tertekan dengan dibanyagi kenaikan beban usaha yang tinggi sehingga menekan marjin laba usaha yang tercatat sebesar 7,51% pada tahun 2013 dengan laba usaha hanya sebesar Rp 68,82 miliar atau turun dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 233,74 miliar.

Kenaikan beban usaha tercatat naik hingga 4 kali lipat terutama didominasi meningkatnya beban gaji  dan tenaga ahli. Tercatat beban usaha sebesar Rp 528,24 miliar dari sebelumnya sebesar Rp 109,96 miliar.

Sementara itu, pendapatan Sentul City tercatat tumbuh hingga 54,49% menjadi Rp 961,99 miliar selama 2013 yang didominasi oleh penjualan terhadap rumah, lahan siap bangun, ruko dan apartemen. Laba kotor yang dihasilkan dari penjualan tersebut juga mengalami kenaikan hingga 73,71% menjadi sebesar Rp 597,06 miliar.