Monday, September 29, 2014

Pan Brothers Catatkan Kenaikan Laba Didorong Pendapatan Lain-lain

Jakarta, 30 September 2014 – PT Pan Brothers, Tbk (PBRX)  mengumumkan kenaikan laba bersih 34% menjadi US$ 6,91 juta didorong oleh kenaikan pendapatan bunga dan pendapatan lain-lain.  Selama beberapa tahun ke belakang, pendapatan dari penjualan Pan Brother terus meningkat, tapi laba bersihnya berfluktuasi.

Kenaikan pendapatan perusahaan hanya sebesar 2% menjadi US$ 162.89 juta. Kontributor utama perusahaan adalah penjualan ekspor, yaitu sebesar 93% atau US$ 151.62 juta. Sementara penjualan domestik hanya berkontribusi 7% atau US$ 11,36 juta.

Laba kotor meningkat lebih tinggi daripada pendapatan, yaitu 10% menjadi US$ 19,06 juta disebabkan karena penggunaan persediaan yang memiliki beban pokok lebih rendah karena dampak inflasi.

Sementara itu laba sebelum pajak naik sampai 37% menjadi US$ 8,35 juta  akibat adanya kenaikan pendapatan bunga sampai hampir 10 kali lipat menjadi US$ 2,35 juta dari sebelumnya US$ 0,24 juta. Kenaikan pendapatan lain-lain menjadi US 0,56 juta dari sebelumnya kurang dari 0,1 juta juga menjadi kontributor dalam peningkatan laba. Perusahaan juga diuntungkan oleh selisih kurs yang naik menjadi US$ 1,87 juta dari sebelumnya hanya US$ 1,34 juta akibat pelemahan Rupiah.

Imbal hasil atas ekuitas (ROE) perusahaan turun jadi 7,4% dari sebelumnya 10,9% akibat adanya peningkatan jumlah saham akibat adanya penawaran umum terbatas III sebanyak 3,39 miliar lembar.  Karena itu pula arus kas pendanaan melonjak menjadi US$ 120 juta, walaupun arus kas operasional negatif lebih besar dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu US$ 20,49 juta.

Dana penawaran umum terbatas ketiga yang dilaksanakan oleh perusahaan akan digunakan sebagian besar untuk peningkatan kapasitas produksi dari entitas anak, yaitu PT Eco Smart Garment Indonesia untuk pembangunan pabrik di Jawa Tengah. Pembangunan pabrik ini rencananya akan menghabiskan US$ 70 juta dalam 3 tahun. Sisanya adalah untuk investasi sektor-sektor hulu dan hilir guna memperkuat posisi perusahaan di pasar serta untuk pendanaan modal kerja.

ASCEND ingin memberikan rekomendasi agar investor berhati-hati dengan emiten ini karena kinerjanya ke depan mungkin tidak sebaik jejak rekamnya. Hal ini terutama karena kuatnya persaingan dari negara-negara tetangga  yang juga fokus di dalam pengembangan tekstilnya seperti Vietnam, China dan Thailand. Sementara itu di dalam negeri sendiri, industri tekstil masih belum tertata sehingga sulit untuk bersaing dengan negara-negara berupah rendah dan ditopang kebijakan pemerintahnya.

Akan tetapi ASCEND juga ingin mengapresiasi Pan Brothers karena keberhasilannya keluar dari krisis tahun 1998 menuju kepada ekuitas yang positif bahkan mengembangkan usahanya dengan cara menjadi pemasok bahan baku bagi perusahaan-perusahaan lain serta menangani brand-brand ternama seperti Calvin Klein Jeans, Ralph Lauren Ltd., Lacoste SA., Prada SpA, Hugo Boss AG, Tommy
Hilfiger, Guess Inc,. dan lain-lain.




Tahun 2015 Waspada Terhadap Emiten Yang Banyak Berutang

Jakarta, 29 September 2014 – Ekonomi tahun 2015 akan diwarnai kenaikan suku bunga untuk membendung capital outflow akibat kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS, Fed Fund Rate (FFR). Apalagi pada tahun yang sama diperkirakan pemerintah yang baru terpilih akan mengurangi bahkan menghapuskan subsidi BBM. Kenaikan suku bunga ini akan memberikan dampak besar bagi emiten-emiten yang memiliki utang besar, baik dalam Rupiah maupun mata uang asing.

Sebelumnya ASCEND telah membahas tentang “Pelemahan Rupiah dan Karakter Perusahaan Layak Investasi” dalam artikel tertanggal 25 September. Di artikel tersebut ASCEND merekomendasikan untuk menghindari emiten-emiten yang memiliki utang besar di dalam valuta asing karena adanya potensi besar pelemahan Rupiah di tahun 2015 akibat inflasi yang sama. Di dalam artikel ini, ASCEND ingin meluaskan peringatan tersebut kepada semua emiten yang memiliki porsi utang besar di dalam struktur permodalannya.

Kita sedang menghadapi situasi yang berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelum krisis yaitu 2009 – 2012. Walaupun pertumbuhan ekonomi Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan negara-negara lainnya, akan tetapi tingkat pertumbuhan tersebut terus melemah. Mengutip perkataan Chatib Basri di dalam pidato pembukaan seminar international yang diadakan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tanggal 23 September yang lalu, kita sudah berada di dalam situasi yang normal. Artinya, jangan bergantung lagi kepada utang untuk mendorong pertumbuhan, karena pertumbuhannya dinormalisasi.

Secara teoritis, apabila tingkat pertumbuhan tinggi, maka struktur modal yang berat di utang lebih dapat diterima. Alasannya adalah karena pertumbuhan itu sendiri akan mampu untuk membayar bunga yang diminta oleh kreditur. Sebaliknya, apabila pertumbuhan flat bahkan negatif, jangan memberati laba dengan beban bunga.

Pemikiran ini pula yang harus diadopsi oleh investor ketika melakukan seleksi ulang terhadap portofolio investasinya di tahun 2015, yaitu emiten-emiten yang tidak memiliki utang besar. Di bawah ini adalah perusahaan-perusahaan non bank dan non multi finance yang memiliki rasio utang terhadap ekuitas lebih besar daripada 1,5 kali.

Apabila tingkat pertumbuhan perusahaan berpotensi tinggi secara konsisten selama beberapa tahun ke depan, maka struktur permodalan yang berat di utang masih dapat dijustifikasi. Namun tampak dari sebagian besar emiten yang termasuk di dalam daftar ini, hanya beberapa emiten yang memiliki tingkat pertumbuhan tinggi dan secara konsisten tinggi.

Beberapa  emiten dengan tingkat pertumbuhan yang secara konsisten tinggi adalah PT Centris Multipersada Prima, Tbk (CMPP), PT Benakat Integra, Tbk (BIPI), PT Pelayaran Tempuran Emas, Tbk (TMAS), PT Delta Dunia Makmur, Tbk (DOID), PT Ancora Indonesia Resources, Tbk (OKAS), PT PP (Persero), Tbk (PTPP), PT Sarana Menara Nusantara, Tbk (TOWR), dan


Sementara beberapa perusahaan yang baru saja IPO seperti PT Graha Layar Prima, Tbk (BLTZ), PT Dharma Satya Nusantara, Tbk (DSNG), dan PT Express Transindo Utama, Tbk (TAXI) belum memiliki jejak rekam atas konsistensi pertumbuhannya. 

Thursday, September 25, 2014

Pelemahan Rupiah dan Karakter Perusahaan Layak Investasi

Jakarta, 26 September 2014 - Sejak awal Agustus dan makin jelas pada awal September, Rupiah terus melemah terhadap dolar AS. Ada beberapa faktor yang ditengarai menjadi penyebabnya, baik internal maupun eksternal. Bagaimana investor harus memilih di tengah-tengah pelemahan seperti ini?

Sudah lima hari berturut-turut, Rupiah menetap di angka lebih dari Rp 12.000/dolar AS. Padahal di awal Agustus, Rupiah baru menyentuh Rp 11.533/dolar AS. Artinya selama hampir 2 bulan ini, Rupiah sudah melemah lebih dari 4%. Penyebab pelemahan ini berasal baik dari luar Indonesia, maupun dari dalam negeri.

Faktor luar yang tidak dapat ditentukan oleh Indonesia namun dapat diprediksi, adalah kenaikan suku bunga The Fed yang diperkirakan akan terjadi awal tahun depan. The Fed telah menyatakan hal tersebut sejak awal tahun ini, yaitu apabila indikator perekonomian Amerika terlihat membaik dan angka pengangguran menurun.

Langkah the Fed untuk menghentikan stimulusnya mendorong Bank Sentral Eropa dan Bank Sentral China juga bergerak untuk mempertahankan perekonomiannya masing-masing. Bank Sentral Eropa menyatakan akan tetap mengambil kebijakan moneter longgar sehingga inflasi dapat didorong sampai tetap di bawah 2%.  Likuiditas yang akan mengalir kembali ke Amerika akibat kenaikan suku bunga The Fed, dikuatirkan akan menekan pertumbuhan ekonomi Eropa apabila Bank Sentral Eropa tidak mengambil kebijakan tersebut.

Seiring dengan itu, Bank Sentral China juga memberikan sinyal akan melonggarkan kebijakan moneternya dengan cara menginjeksi dana stimulus kepada bank-bank terbesarnya. China akan mengambil keuntungan dengan melemahkan mata uang Yuannya untuk mendorong ekspor. Kebijakan ketiga bank sentral yang paling berpengaruh ini membawa dampak Rupiah yang makin melemah terhadap dolar AS.

Dari dalam negeri, pelemahan Rupiah juga disebabkan oleh defisit neraca perdagangan yang telah terjadi empat triwulan berturut-turut serta ekspektasi utang valas yang sedianya akan banyak jatuh tempo pada tahun ini. Selain itu penantian kabinet baru juga mempengaruhi kehati-hatian pelaku pasar di dalam membuat keputusan.

Tekanan nilai Rupiah ini diperkirakan akan terus berlangsung sampai tahun 2015 karena dorongan inflasi. Inflasi akan dipicu oleh pengurangan subsidi BBM yang telah diindikasikan oleh pemerintahan baru.

Kini yang lebih penting, di dalam situasi tekanan Rupiah ini, perusahaan-perusahaan mana yang masih menarik untuk diinvestasikan? Pertama adalah perusahaan-perusahaan yang tidak memiliki utang valas jangka panjang, sehingga dampak tekanan nilai Rupiah kecil. Kedua, adalah perusahaan-perusahaan yang sebagian pendapatannya adalah dari ekspor terutama yang pembayarannya dalam mata uang dolar AS, sehingga terjadi lindung nilai alami. Ketiga, adalah perusahaan-perusahaan yang bahan bakunya bukan impor tapi dari sumber-sumber domestik. 

Ke depannya, untuk mengurangi risiko ekonomi nasional, Bank Indonesia sedang mengkaji untuk membatasi utang sektor swasta berbasis valutas asing maksimal 70% dari aset. Porsi ini adalah porsi yang sangat moderat karena berarti bisa saja seluruh utang perusahaan berupa mata uang asing. Tetapi yang perlu diperhatikan dari kebijakan ini adalah intensi Bank Indonesia untuk meningkatkan pengawasan dan mendorong adanya strategi lindung nilai agar tidak terjadi lagi krisis moneter seperti tahun 1998.

Tuesday, September 23, 2014

Kinerja Timah Meningkat Seiring Defisit Permintaan Timah Global

Jakarta, 24 September 2014 - PT Timah (Persero) Tbk., (TINS) membukukan kenaikan kinerja keuangan dengan membukukan kenaikan laba bersih hingga 14,3% menjadi sebesar Rp 202,75 miliar dengan didukung kenaikan pendapatan hingga 10,8% y sebesar Rp 2,75 triliun setelah defisit permintaan timah di pasar global bertambah, walaupun secara volume penjualan menurun.

Defisit permintaan timah global tersebut membuat harga komoditas timah di pasar global mengalami kenaikan sehingga mendorong kinerja Timah (Persero), pada semester pertama tahun ini.

Diprakirakan defisit permintaan timah yang terjadi sejak tahun lalu tersebut masih berpeluang akan berlanjut hingga tahun depan seiring meningkatnya konsumsi timah global terutama untuk industri manufaktur elektronik dan kemasan makanan.

Sementara itu, penjualan Timah (Persero), secara volume lebih rendah dibandingkan tahun lalu hanya sebesar 9,7 ribu ton dibandingkan semester pertama tahun lalu sebesar 10,9 ribu ton, karena kebijakan pembatasan ekspor. Namun karena harga timah dunia yang menguat, nilai pendapatan PT Timah (Persero) Tbk tercatat tumbuh.

Berdasarkan kinerja operasional, Timah (Persero), masih dibayangi dengan tingginya biaya produksi. Beban produksi tercatat naik hingga 47,5% menjadi Rp 2,67 triliun dibandingkan dengan sebelumnya sebesar Rp 1,80 triliun dengan komponen bahan baku menjadi komponen biaya terbesar.

Biaya bahan baku tersebut yang merupakan komponen produksi naik hingga 98% menjadi Rp 1,43 triliun dibandingkan dengan tahun lalu sebesar Rp 718,84 miliar. Kenaikan biaya tersebut seiring kenaikan volume produksi  logam timah yang naik 12,42% menjadi 10,9 ribu ton dan produksi ore yang naik hingga 40,9% menjadi 14,4 ribu ton.  

Marjin laba kotor PT Timah (Persero), Tbk., tercatat meningkat menjadi 23,71% dengan laba kotor  naik menjadi Rp 651,93 miliar dibandingkan dengan sebelumnya dengan dengan marjin laba kotor 19,84% dengan nilai laba sebesar Rp 506,47 miliar.

Sementara itu, laba usaha PT Timah (Persero), Tbk., tercatat naik 53,9% menjadi Rp 359,76 miliar dengan didukung kenaikan beban usaha yang tidak lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan laba kotor.

Dari sisi rasio harga, price multiplier PT Timah (Persero) Tbk., masih relatif mahal dengan mencatatkan PER hingga 23,90 kali dengan PBV 1,24 kali. Nilai PER tersebut tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan pasar Indonesia dengan PER rata-rata tertimbang sebesar 21 kali, namun PBV lebih rendah dibandingkan PBV pasar indonesia sebesar 3 kali. Bahkan, jika dibandingkan dengan emiten timah di pasar global yang go public, Price multiplier Timah (Persero) Tbk., juga lebih tinggi dengan rata-rata PER emiten timah global sebesar 18,3 kali.

Namun, ASCEND melihat pendapatan perusahaan sepanjang tahun ini dan tahun depan cenderung meningkat akibat kenaikan harga karena minimnya ekspor dari Indonesia akibat kebijakan larangan ekspor minerba mentah dari pemerintah di awal tahun ini. Kenaikan harga akan mendorong kinerja bottom line sehingga harga saham di pasar masih berpeluang menguat.


Apalagi Timah (Persero) sudah mampu memproduksi logam timah (refined tin) hingga mencapai 10,8 ribu ton dalam semester pertama ini. Tahun depan diharapkan perusahaan sudah kembali memperoleh pendapatan dari pasar ekspor dengan nilai jual yang lebih tinggi. 

Monday, September 22, 2014

Bakrie Sumatra Plantations Hadapi Kemungkinan Default

Jakarta, 22 September 2014 – PT Bakrie Sumatra Plantations, Tbk (UNSP) mengakui belum melakukan pembayaran bunga, dan dapat menghadapi tuntutan gagal bayar apabila proses negosiasi tidak berhasil.

Di dalam laporan keterbukaannya kepada Bursa Efek Indonesia, Bakrie Sumatra menyatakan belum melakukan pembayaran bunga atas wesel bayar sebesar ekuivalen Rp 865,43 miliar pada 31 Maret 2014. Perusahaan telah menunjuk Bank of New York sebagai wali amanat, agen pembayaran dan pencatatan.

Wesel bayar tersebut digunakan untuk membiayai peningkatan investasi pada saham Agri International Resources Pte., Ltd, anak perusahaan, dan  dijamin oleh PT Bakrie Pasaman Plantations, PT Agrowiyana, PT Agro Mitra Madani, PT Huma Indah Mekar dan PT Air Muring, Entitas Anak.

Laporan keuangan semester I -2014 perusahaan belum disampaikan karena sedang melaksanakan audit eksternal. Namun dari laporan keuangan triwulan I-2014 perusahaan, tercatat utang jangka panjang yang jatuh tempo dalam waktu 1 tahun mencapai Rp 3,71 triliun, sementara pinjaman jangka panjang mencapai Rp 6,11 triliun. Angka ini sangat tinggi mengingat nilai buku ekuitas perusahaan hanya Rp 5,27 triliun, sementara pendapatannya hanya Rp 659,21 miliar.

Walaupun tanpa kondisi pasar yang sedang turun sebagaimana diklaim di surat sebelumnya, menurut ASCEND, Bakrie Sumatra tetap kesulitan untuk melaksanakan pembayaran utang. Perusahaan mencatatkan rugi Rp 186.740 pada triwulan I ini.

Perusahaan mengakui bahwa keterlambatan bayar ini dapat mengakibatkan perusahaan menghadapi event of default. Namun hal ini belum terjadi karena sampai saat ini perusahaan belum menerima notice event of default dari Bank of New York. Untuk mencegah hal ini terjadi, perusahaan sedang melaksanakan negosiasi.


ASCEND belum merekomendasikan Bakrie Sumatra di dalam portofolio investasi, terutama bagi investor jangka panjang, memiliki toleransi rendah pada kerugian, dan berbasis fundamental, walaupun harganya Rp 50. 

Sunday, September 21, 2014

Adhi Karya Jelaskan Penurunan Laba Bersih dan Arus Kas Negatif

Jakarta, 22 September 2014 – PT Adhi Karya (Persero), Tbk (ADHI) di dalam jawaban atas permintaan penjelasan Bursa Efek Indonesia, menjelaskan bahwa penurunan laba bersih yang dicatatkannya pada semester ini disebabkan oleh penurunan pendapatan serta meningkatnya beban pegawai. Sementara arus kas operasional tercatat negatif dikarenakan tahun lalu banyak mendapatkan uang muka.

Adhi Karya mencatatkan penurunan pendapatan 4,1% menjadi Rp 3,19 triliun, diiringi dengan penurunan laba bersih 12,5% menjadi Rp 55,91 miliar. Pendapatan bersih ventura bersama konstruksi (JO), yaitu pendapatan dari proyek-proyek yang dilaksanakan bersama dengan perusahaan lain, turun drastis menjadi hanya Rp 2,97 triliun dari sebelumnya Rp 46,37 triliun. Perusahaan menjelaskan penurunan tersebut dikarenakan telah selesainya banyak proyek-proyek JO terutama proyek Bandara Ngurah Rai Bali dan Bandara Sepinggan.

Perusahaan juga menyatakan adanya kenaikan beban usaha terkait beban pegawai akibat adanya penyesuaian pendapatan pegawai sebesar sekitar 36% untuk menyesuaikan pasar, merupakan salah satu faktor penurunan laba bersih. Beban usaha meningkat 24% menjadi Rp 144,32 miliar. Di dalam beban usaha tersebut, kenaikan terbesar adalah pada beban pegawai sebesar 30% menjadi Rp 77,5 miliar.

Sementara arus kas operasional perusahaan negatif sebesar Rp 1,14 triliun, lebih besar daripada tahun 2013 sebesar Rp 811,72 miliar. Hal ini dikarenakan penurunan penerimaan kas dari pelanggan sebesar 8,18% menjadi Rp 3,71 triliun, sementara pembayaran kepada pemasok relatif sama yaitu Rp 4,64 triliun.

Perusahaan menjelaskan hal ini dikarenakan tahun lalu banyak mendapatkan uang muka, sementara tahun ini turun. Perbandingan antara uang muka diterima dari pelanggan pada tanggal 30 Juni 2014 dan 2013 adalah Rp 649,68 miliar di 2014 dan Rp 828,08 miliar.

Strategi ke depannya, Adhi Karya akan mempercepat tagihan kepada pemberi tugas, mengupayakan penagihan terhadap piutang-piutang bermasalah, serta melakukan seleksi proyek-proyek baru dengan lebih baik terutama terkait uang muka.

Adhi Karya adalah satu-satunya BUMN infrastruktur yang mengalami penurunan pendapatan dan laba bersih. Saat ini, Adhi Karya adalah BUMN infrastruktur dengan nilai buku ekuitas dan kapitalisasi pasar terendah.


Hingga akhir Juni, perusahaan mengklaim telah berhasil memperoleh kontrak baru sebesar Rp3,5 triliun yang masih banyak didominasi oleh proyek-proyek gedung sebesar, jalan dan jembatan. Beberapa proyek tersebut adalah RSUD Kota Banjarbaru, proyek perkuatan Dermaga Tanjung Priok, proyek Jetty dan Coal Handling milik PT Pusri (Persero) Palembang.



Wednesday, September 17, 2014

Sasar Ekspor, Charoen Targetkan Pertumbuhan Kuat

Jakarta, 18 September 2014 – PT Charoen Pokphand, Tbk (CPIN) berniat meningkatkan lagi pertumbuhan pendapatannya dengan ekspor makanan olahan ke Timur Tengah, Singapura dan Kamboja. Semester ini perusahaan membukukan pertumbuhan pendapatan 20% didorong oleh penjualan pakan dan ayam olahan.

Sebelumnya perusahaan telah berhasil menembus pasar Jepang dengan produk makanan olahannya, terutama Karage. Selanjutnya Jepang akan menjadi tolok ukur untuk tiga pasar utama yang disasar oleh Charoen Pokphand adalah Timur Tengah, Singapura dan Kamboja.

Tahun ini Charoen menargetkan produksi mencapai 15 juta kg per minggu, naik 25% dari produksi tahun lalu dan didukung dengan pertumbuhan produksi ayam usia sehari (DOC) 20% per tahun. Kenaikan produksi ini adalah untuk mempertahankan pangsa pasar domestik maupun ekspornya.
 
Namun angka ini belum sepenuhnya tercapai di laporan keuangan perusahaan Juni 2014. Pendapatan perusahaan naik hanya 20% menjadi Rp 14,43 triliun, didorong oleh pertumbuhan pakan sebesar 26% menjadi Rp 10,79 triliun yang berkontribusi kepada total pendapatan sebesar 75%. Pertumbuhan ayam olahan baru sebesar 23% menjadi Rp 1,31 triliun.

Sementara ayam usia sehari tidak menunjukkan pertumbuhan karena penyaluran produksinya memang adalah kepada proses selanjutnya yaitu ayam olahan.

Laba bersih turun 18% jadi Rp 19,8 triliun karena peningkatan beban pokok pendapatan. Peningkatan beban ini mungkin terjadi di dalam satu tahun ini karena adanya transisi antara penjualan ayam usia sehari langsung kepada pihak ketiga kepada proses olahan selanjutnya untuk dijual sebagai ayam olahan.
 
Tekanan laba juga disebabkan oleh kenaikan gaji karyawan, promosi dan iklan, dan beberapa beban penjualan lainnya. Peningkatan ini ASCEND nilai wajar mengingat model bisnis yang berubah dari B-to-B menjadi B-to-C yaitu retail, membutuhkan investasi khusus dalam promosi dan logistik. Ke depannya, perubahan model bisnis ini diharapkan akan membawa kepada peningkatan profitabilitas perusahaan.


Pasar telah mengapresiasi langkah perusahaan ini dengan kenaikan harga yang signifikan, yaitu 12% dalam periode waktu 5 hari. Walaupun strategi bisnis perusahaan baik dan memiliki pemikiran ke depan, akan tetapi investor perlu hati-hati dengan kenaikan harga saham yang lebih tinggi lagi mengingat rasio harga atas laba (PER) sudah 28,09 kali dan rasio harga atas nilai buku (PBV) sudah 6,74 kali, lebih tinggi dari pasar dan rata-rata manufaktur produk konsumen. 



Tuesday, September 16, 2014

Akuisisi Citra Lautan, Wika Beton Mantapkan Posisi Pemimpin Pasar

Jakarta, 17 September 2014 – PT Wijaya Karya Beton, Tbk (WTON) mengakuisisi 90% saham PT Citra Lautan Teduh, perusahaan beton di Batam, Kepulauan Riau, dan  sisanya, 10% saham, diambil oleh PT Wijaya Karya (Persero), Tbk (WIKA). Total nilai akuisisi US$ 23,5 juta atau sekitar Rp 274,95 miliar. ASCEND mengapresiasi transaksi ini seiring dengan kemampuannya untuk memperkuat posisi Wika Beton pemimpin pasar beton.

Citra Lautan memiliki kapasitas terpasang sebanyak 100 ribu ton per tahun yang terdiri atas produk tiang pancang dan pracetak beton lainnya. Mulai beroperasi tahun 1994, Citra Lautan menjual prduknya di batam dan sekitarnya, termasuk Singapura, Johor (Malaysia), dan Brunei Darussalam.

Pelanggan Citra Lautan termasuk Exxon Chemical, Kementerian Pembangunan Brunei, PT Citra Tubindo, Tbk, PT Pertamina, PT Riau Andalan Pulp & Paper dan PT Pelindo. Dengan pabrik di tepi pantai dan dilengkapi dengan dermaga sendiri, biaya produksi dan distribusi produk menjadi relatif murah.

Proses akuisisi ini telah rampung pada 10 September 2014 antara Wika Beton dan Wika dengan perusahaan Korea serta mitra lokalnya.

Wika Beton masih memiliki kas internal sebesar Rp 1,13 triliun sampai akhir Juni lalu hasil dari penawaran perdana sahamnya. Nilai Rp 247,46 miliar yang merupakan porsi Wika Beton dapat dibayarkan perusahaan dengan kas tersebut mengingat memang penawaran perdananya sebagian besar adalah untuk ekspansi.

Rencana penggunaan dana hasil IPO Wika Beton termasuk pembangunan pabrik baru sebesar Rp 398,98 miliar yang baru terpakai Rp 38,96 miliar di akhir Juni. Artinya masih ada sisa Rp 360,02 miliar yang dapat digunakan untuk membiayai akuisisi ini.

Wika Beton paska IPO-nya langsung mencatatkan pertumbuhan laba bersih 26% menjadi Rp 172,41 miliar didorong oleh pertumbuhan pendapatan 13% menjadi sebesar Rp 1,68 triliun. Nilai pendapatan tersebut secara 40% dari target tahun 2014 yaitu sebesar Rp 4,2 triliun.

Beberapa kontrak baru yang didapatkan sampai tengah tahun termasuk untuk proyek tol Kualanamu di Sumatera Utara, proyek infrastruktur migas di Kalimantan, pabrik Astra Honda Motor di Jawa Barat, serta tol Cikampek-Palimanan. Total order book sampai Juni 2014 mencapai Rp 2,9 triliun termasuk carry over tahun lalu sebesar Rp 1,6 triliun.

Sebelumnya, Wika Beton melakukan groundbreaking untuk pabrik kesepuluhnya di Lampung Selatan dengan kapasitas 700.000 ton per tahun. Nilai investasi diperkirakan mencapai Rp 350 miliar dan akan menjadi pabrik terbesar yang dimiliki oleh Wika Beton. Total dana Rp350 miliar akan
digunakan untuk peralatan dan pemancangan sebesar Rp80 miliar, pembangunan pabrik
dengan dua jalur produksi tiang pancang cylinder pile sekitar Rp230 miliar dan sisanya Rp40 miliar
untuk pembangunan dermaga yang berdekatan dengan pabrik produksi beton.


Dengan penambahan pabrik kesepuluh serta akuisisi Citra Lautan, maka kapasitas Wika Beton akan mencapai 2,8 juta ton per tahun.

 

Bank Mutiara Mantap di Tangan J Trust

Jakarta, 16 September 2014 – PT Bank Mutiara, Tbk (BCIC) akhirnya ditetapkan akan diambil oleh J-Trust, Co.Ltd, sebuah perusahaan publik yang sahamnya tercatat di Tokyo Stock Exchange (TSE). Dengan kerjasama strategis yang diharapkan dapat dilakukan bersama dengan J-Trust, Bank Mutiara diharapkan akan mampu untuk berkontribusi kepada perbankan Indonesia dengan positif.

J-Trust adalah perusahaan yang memiliki total aset sekitar 334 miliar yen atau sekitar Rp 37,24 triliun. Sekitar 62% dari pendapatannya berasal dari bisnis finansial terutama retail finansial, baik dari Jepang maupun Asia. Beberapa bisnis retail finansial yang digeluti perusahaan ini termasuk pinjaman untuk konsumen, pembiayaan konsumen, dan kartu kredit. J-Trust juga memiliki bisnis taman hiburan.

Selama 2 tahun terakhir, J-Trust terkenal agresif di dalam ekspansinya. Baru-baru saja J-Trust mengakuisisi perusahaan finansial di Korea Selatan dan kemudian melalui anak usahanya itu membeli savings bank dan dua lembaga kredit.

Dikabarkan harga jual Bank Mutiara mencapai 3-4 kali PBV, harga yang cukup baik mengingatnya besarnya potensi konflik kepentingan dan risiko hukum maupun politik yang dihadapi oleh investor baru. Bandingkan dengan DBS yang hanya menawar Bank Danamon, yaitu bank keempat terbesar di Indonesia dan brand equity baik, dengan PBV 2,2 kali. Bank Agro, yang walaupun kecil tapi tidak dihantui oleh isu politik, ditawar oleh Bank BRI 1,3 kali.

Pun kabarnya Bank BRI hanya menyiapkan dana Rp 3 triliun atau sekitar 2 kali PBV untuk akuisisi Bank Mutiara. Padahal Bank BRI memiliki opsi-opsi lain dalam akuisisi selain penyerahan dana kas, misalnya pembayaran dengan obligasi rekap.

Harga jual yang cukup baik ini berimbang dengan potensi pengembangan Bank Mutiara setelah dikendalikan sebesar 99,9% selama 20 tahun, privilese khusus dari Bank Indonesia bagi pembeli eks Bank Century ini.

Di tengah industri perbankan yang makin kompetitif dan konsolidatif ini, bank-bank kecil dimerger menjadi bank-bank besar, dan bank-bank besar bertanding untuk mendapatkan dana pihak ketiga, maka akuisisi Bank Mutiara oleh lembaga finansial internasional akan meningkatkan kapabilitasnya.


Untuk memperkuat Bank Mutiara, maka ASCEND berharap J-Trust dapat membuat kerjasama strategis antara Bank Mutiara dengan anak-anak usaha dari J-Trust, seperti alih kompetensi untuk manajemen kartu kredit sehingga Bank Mutiara memiliki bisnis kartu kredit yang besar atau penyaluran dana pihak ketiga dari savings bank di Jepang dan Korea Selatan kepada konsumen-konsumen di Indonesia. 

Monday, September 15, 2014

Garuda Indonesia Merugi, Tertekan Penerbangan Internasional

Jakarta, 15 September 2014 - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) kembali membukukan rugi hingga US$ 211,7 juta, jauh lebih besar dibandingkan tahun lalu sebesar US$ 10,9 juta, tertekan oleh turunnya pendapatan penerbangan internasional sementara penerbangan domestik masih tumbuh. 

Pertumbuhan penumpang untuk penerbangan internasional turun 2,2% menjadi sebanyak 1,87 juta selama semester pertama 2014 dibandingkan sebelumnya yang mencapai 1,91 juta, sedangkan untuk pasar domestik tercatat masih  tumbuh 10,7% hingga 8,15 juta dari sebelumnya 7,36 juta.

Profitabilitas operasi penerbangan Garuda Indonesia menurun setelah tingkat keterisian kursi tertekan terutama pada penerbangan internasional dengan yield pendapatan penumpang  mengalami penurunan disertai peningkatan biaya per unit penerbangan, sehingga profitabilitas operasional penerbangan tertekan.


Operasional Garuda untuk penerbangan internasional mencatatkan penurunan pendapatan per kilometer (Revenue Per Kilometer) hingga 2,6% menjadi 7,28 miliar unit RPK  dengan yield per penumpang menurun 3,6% sehingga mengakibatkan pendapatan Garuda mengalami tekanan.

Di sisi lain, ketersediaan tempat duduk per kilometer (ASK) yang naik 14,8% dengan kenaikan beban per unit naik hingga 3,6% menjadi 11,47 miliar unit ASK membuat profitabilitas operasional tertekan karena pendapatan lebih rendah dibandingkan beban dengan rasio 0,70 kali dibanding sebelumnya 0,88 kali. Breakeven load factor tercapai apabila rasio tersebut mencapai 1 kali.

Sementara itu, tingkat keterisian penumpang di untuk penerbangan internasional mengalami penurunan hingga 11,4% menjadi sebesar 63,4%.

Meskipun jumlah dan frekuensi penerbangan internasional Garuda hanya sekitar seperlima dibandingkan penerbangan domestik, pendapatan dari penerbangan ini mencapai 54,5% dari pendapatan penerbangan Garuda Indonesia.

Pada penerbangan domestik, Garuda juga mengalami penurunan profitabilitas dengan rasio pendapatan dan beban penerbangan menjadi sebesar 0,85 kali dibandingkan dengan sebelumnya 0,95 kali. Penurunan pada pasar domestik ini akibat dari penurunan yield pendapatan per penumpang dan  load factor turun meskipun  beban per unit mengalami penurunan. Selain itu, kenaikan  ASK yang lebih tinggi dibandingkan RPK juga menekan profitabilitas Garuda.

Di sisi lain, pelemahan kurs nilai tukar yang terjadi untuk penerbangan domestik, membuat yield dalam denominasi Dollar AS turun 9,5%  sehingga menekan pertumbuhan pendapatan, sementara  beban yang ditanggung mayoritas dalam denominasi Dollar AS.

Kedua pasar Garuda tersebut jika digabungkan mencatatkan rasio profitabilitas operasional penerbangan menjadi sebesar 0,78 kali atau lebih rendah dibandingkan tahun lalu sebesar 0,93 kali. Penurunan ini seiring dengan ditunjukkan oleh penurunan laba bersih yang tercatat pada periode ini.

Sementara itu, untuk unit operasional low cost carrier (LCC) yang dioperasikan oleh Citilink tercatat mengalami pertumbuhan meskipun masih belum mampu menutup breakeven load factor.

Tingkat keterisian penumpang pada segmen LCC ini tumbuh 4,5% y-o-y. Rasio profitabilitas unit operasional Citilink ini sebesar 0,85 kali atau masih belum mampu breakeven meskipun pertumbuhan penumpang, pendapatan per penumpang tumbuh melebihi ketersediaan kursi, load factor meningkat, yield naik, dan beban per unit turun. Hal tersebut disebabkan karena beban bahan bakar masih cukup tinggi hingga 51% dari total beban per unit sehingga menekan profitabilitas.

Secara keseluruhan pendapatan per kilometer (RPK) Garuda tercatat naik 6,8%, namun karena yield yang turun 5,7%, load factor turun 6,3%, kapasitas kursi  yang naik hingga 16,5%, beban per unit juga naik 0,4% masih menekan profitabilitas dengan hanya mencatatkan rasio profitabilitas penerbangan sebesar 0,78 kali atau turun dari tahun lalu sebesar 0,91 kali.

Hasilnya dalam nilai Dollar AS, Garuda hanya mencatatkan kenaikan tipis pendapatan sebesar 0,7% menjadi sebesar US$ 1,74 miliar dengan pendapatan dari penerbangan terjadwal sebesar US$ 1,59 miliar atau naik 2,3%.  Sementara itu, beban penerbangan meningkat.

Beban bahan bakar tercatat naik 15,8% menjadi US$ 759,20 juta dengan beban sewa pesawat tercatat naik hingga 47,15% menjadi US$ 325.96 juta.

Selain itu, komponen beban terbesar kedua, beban sewa guna pesawat (operation leasing for aircraft) tercatat naik 47,1% selama 2014 ini menjadi US$ 325,96 juta. Hal ini karena 117 pesawat yang dioperasikan Garuda dibiayai menggunakan sewa guna usaha. Biaya pemeliharaan juga tercatat meningkat 15,6%  menjadi  US$ 164,32 juta.

Dengan kenaikan beban yang lebih tinggi tersebut dan operasional Garuda yang melambat, hingga semester pertama 2014 ini, Garuda masih tercatat membukukan kerugian sebelum pajak hingga US$ 266,38 juta.

Setidaknya laba sebelum beban keuangan, pajak, penyusutan, amortisasi dan biaya sewa (EBITDAR) Garuda yang tercatat sebesar US$ 169,5 juta menunjukkan profitabilitas Garuda masih positif meskipun mengalami penurunan.




Friday, September 12, 2014

Kerjasama Ramayana dengan SPAR Akan Dorong Pertumbuhan

Jakarta, 12 September 2014 – PT Ramayana Lestari Sentosa, Tbk (RALS), pemilik merek Ramayana, Robinson dan Cahaya,  bekerjasama dengan SPAR International, B.V., perusahaan asal Belanda, untuk mengembangkan bisnis supermarket. ASCEND melihat kerjasama ini akan memberikan keuntungan RALS, baik dari sisi pertumbuhan penjualan, finansial, maupun manajemen operasional.

SPAR International adalah salah satu supermarket chain terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 12.000 toko di 35 negara termasuk di Afrika Selatan dan Cina. Pendapatan SPAR International pada tahun 2013 mencapai €32,18 miliar yang didukung oleh 6,82 juta m2 area toko, di mana satu tokonya memiliki luas rata-rata 560 m2.

Di dalam surat keterbukaan informasi, Ramayana menyatakan bahwa perusahaan akan masuk ke dalam keanggotaan SPAR International, yang mana SPAR  akan memberikan rekomendasi dan jasa kepada perusahaan untuk mengembangkan dan meningkatkan kinerjanya. SPAR telah dengan sukses mengembangkan sistem purchasing, warehousing, distribusi, marketing, dan penjualan makanan dan non makanan di berbagai gerainya.

Dengan kerjasama ini, Ramayana akan melakukan rebranding menjadi supermarket SPAR. Selain itu, sebanyak 30 supermarket SPAR baru akan dibangun di seluruh Indonesia dalam waktu 3 tahun. Gerai yang pertama rencananya akan dibuka sebelum tahun 2014 berakhir.  Pembangunan gerai akan difokuskan pada wilayah Jabodetabek dan pulau Jawa. Dari peningkatan gerai ini diharapkan kinerja Ramayana dapat tumbuh paling tidak mendekati rata-rata industrinya.

Kinerja Ramayana, walaupun tumbuh, namun tidak setinggi rata-rata pedagang ritel lainnya. Pendapatan perusahaan hanya tumbuh 7% menjadi Rp 2,66 triliun di tahun 2014, sementara secara rata-rata industri tumbuh 21,1%. PT Mitra Adiperkasa, Tbk (MAPI), misalnya, membukukan pertumbuhan 25,6%. PT Matahari Department Store, Tbk (LPPF) membukukan pertumbuhan 21,5%. Untuk mengejar ketertinggalan ini, manajemen Ramayana ingin lebih agresif di dalam penjualan produk-produk makanan.

ASCEND melihat bahwa kerjasama dengan SPAR International ini akan membuahkan beberapa keuntungan. Pertama adalah transfer kompetensi dalam hal manajemen pengelolaan supermarket berskala besar dengan kualitas internasional. Kedua, dengan lokasi-lokasi strategis yang telah dimiliki oleh Ramayana, perubahan ini dapat mempercepat pertumbuhan yang diharapkan paska perubahan manajemen operasional. Ketiga, Ramayana tidak lagi identik dengan supermarket “pasar” melainkan dapat rebranding menjadi supermarket “internasional” yang dekat dengan masyarakat.


Jelas kerjasama ini diapresiasi pasar, melihat kepada harga saham RALS yang naik dalam 3 hari terakhir ini, yaitu paska keterbukaan informasi. 


Kinerja Astra Agro Tumbuh Didorong Kemitraan dengan KLK Plantations

Jakarta, 12 September 2014 - PT Astra Agro Lestari, Tbk (AALI) membukukan kinerja keuangan yang meyakinkan pasca bekerja sama dengan KL-Kepong Plantation Holdings dari Malaysia. Pendapatan Astra Agro tumbuh hingga 45,7% mencapai Rp 8,01 triliun  selama semester pertama 2014 dengan   penjualan produk turunan crude palm oil (CPO) terbesar kepada Astra-KLK. Kenaikan pendapatan tersebut mendorong kenaikan laba hingga 90,9% menjadi sebesar Rp 1,37 triliun.



Astra-KLK merupakan anak usaha yang dibentuk bersama KL-Kepong Plantations dengan komposisi kepemilikan saham 49% untuk Astra Agro dan 51% untuk KL-Kepong Plantations. Astra-KLK mulai beroperasi sejak akhir tahun 2013 lalu dengan nilai investasi untuk pembangunan pabrik pengolahan produk turunan CPO oleh Astra Agro senilai hingga US$ 70 juta dengan kapasitas produksi hingga 2.000 ton hari

Dari sisi Astra Agro, kerjasama ini menguntungkan karena dapat menjual produk turunan CPO yang bernilai lebih tinggi kepada Astra-KLK yaitu olein (salah satu produk turunan CPO) tersebut hingga 92 ribu ton selama semester pertama 2014 ini. Pada periode sebelumnya, Astra Agro hanya menjual CPO dan kernel palm oil yang harga jualnya relatif lebih rendah dibandingkan olein. Keuntungan ini masih ditambah dengan dividen yang diterima oleh perusahaan dari Astra-KLK.

KL-Kepong Plantations merupakan anak usaha Kuala Lumpur Kepong Holdings (KLK), perusahaan perkebunan berbasis di Malaysia yang juga mempunyai lahan perkebunan hingga 140 ribu hektar di Indonesia. KLK juga mempunyai unit usaha oleochemical atau pengolahan olein yang dihasilkan dari CPO untuk digunakan di industri pelumas, tekstil, kebersihan, kosmetik, obat, polymer, makanan, cat, tinta, karet dan energy. Dengan kerja sama dengan Astra Agro tersebut, KLK dapat memperoleh pasokan olein yang merupakan bahan baku industri manufakturnya.

Kontribusi penjualan Astra Agro kepada Astra –KLK mencapai Rp 1,10 triliun atau berkontribusi hingga 13,71% dari total pendapatan. Sementara itu volume penjualan CPO perusahaan menunjukkan penurunan 10,3% menjadi 675 ribu ton seiring pengalihan produksi yang diolah kembali menjadi olein. Sedangkan, volume penjualan kernel oil tercatat naik hingga 8,1% menjadi sebesar 175 ribu ton.

Marjin laba kotor juga naik seiring dengan peningkatan harga jual produk perusahaan menjadi 31,1% dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 26,5%.

Laba sebelum beban bunga, pajak, penyusutan dan amortisasi (EBITDA) Astra Agro juga tercatat naik hingga 95% menjadi sebesar Rp 2,38 triliun, sehingga marjin EBITDA tercatat 25,0% dibandingkan periode yang sama tahun 2013 yang hanya 17,2%. Pertumbuhan EBITDA yang hampir dua kali lipat ini menunjukkan secara operasional profitabilitas Astra Agro meningkat.

Dengan pertumbuhan laba tersebut dan didukung kerjasama tersebut, ASCEND melihat bahwa harga saham Astra Agro masih berpotensi naik setidaknya  mendekati rata-rata harga pasar.  Hingga awal September ini posisi PER Astra Agro sebesar 14,96 kali lebih rendah dari PER pasar.


 [RS1]Sebelum paragraph ini sebaiknya dijelaskan hubungan kinerja dengan kerjasama KL-Kepong, karena di paragraph 1 kamu sudah membuat statement bahwa ada hubungan tsb. 

Thursday, September 11, 2014

Kinerja Tumbuh tapi Harga Emiten Perkebunan Masih Murah

Jakarta, 11 September 2014 - Kinerja fundamental beberapa emiten perkebunan menguat selama semester pertama lalu, namun saham emiten tersebut masih cenderung turun sejak 3-5 bulan terakhir, sementara IHSG berada di tren penguatan. Di posisi harga ini, sektor perkebunan masih relatif murah.

Kinerja Indeks Perkebunan
Tercatat secara rata-rata pertumbuhan 4 emiten perkebunan dengan kapitalisasi pasar terbesar (AALI, SMAR, SSMS, LSIP) yang berkontribusi 61% terhadap seluruh sektor perkebunan, membukukan pertumbuhan pendapatan hingga 33,9% dengan pertumbuhan laba bersih hingga 159,0% dan dengan imbal hasil terhadap ekuitas (ROE) keempat emiten tersebut tercatat mencapai 20,4%. Dengan kinerja fundamental yang tumbuh signifikan, emiten tersebut masih mempunyai peluang untuk menalami kenaikan harga.

Rata-rata price multiplier kempat emiten tersebut tercatat di bawah pasar dengan price to earnings ratio (PER) empat emiten tersebut sebesar 14 kali namun lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata PER pasar sebesar 21 kali. 

Salah satu emiten sawit, PT Astra Agro Lestari, Tbk (AALI) membukukan kenaikan laba bersih hingga 90,9% dengan pertumbuhan pendapatan hingga 45,7%. Kenaikan ini didukung  kerjasama pendirian pabrik pengolahan Crude Palm Oil (CPO)  antara Astra Agro dengan KL-Kepong Plantation Holdings yang terealisasi sejak akhir tahun lalu.

Pabrik pengolahan sawit  ini mempunyai kapasitas produksi hingga 2.000 ton per hari, dibangun dengan komposisi kepemilikan saham 49% dari Astra Agro dan 51% dari KL-Kepong Plantations. Bahan baku pabrik akan dipenuhi oleh Astra Agro, sehingga penjualan CPO Astra Agro pun dapat terjaga.

Dengan pertumbuhan laba tersebut dan didukung kerjasama tersebut, ASCEND yakin harga saham Astra Agro akan mampu bergerak naik hingga mendekati rata-rata harga pasar, yaitu di sekitar Rp 35.000.

Emiten lainnya, PT SMART, Tbk (SMAR) yang merupakan emiten sawit dengan perputaran aset tertinggi dengan membukukan penjualan hingga Rp 17,43 triliun atau 1,79 kali terhadap total asetnya juga masih mempunyai potensi kenaikan.

Tingginya perputaran SMART ini didorong oleh penjualan terhadap pihak berelasi baik di dalam dan di luar negeri yang mencapai 68%. Dengan penjualan yang signifikan terhadap pihak berelasi tersebut, SMART  dapat mengamankan target penjualan dimasa mendatang.

Namun harus diwaspadai bahwa penjualan yang didominasi kepada pihak berelasi, SMART  hanya membukukan marjin terbatas meskipun perputaran tinggi. Marjin laba kotor yang dibukukan SMART  tercatat sebesar 14,1% dibandingkan emiten sawit lainnya dengan rata-rata 33,9%.

Selain itu, sifat operasional SMART yang mayoritas didominasi pengolahan dan penyulingan produk CPO dan turunannya yang menyumbang total pendapatan hingga 72%, membuat biaya langsung untuk produksi cukup tinggi sehingga menekan marjin.

Meskipun demikian karena kinerja SMART tumbuh paling tinggi dibandingkan emiten sawit lainnya, ASCEND melihat potensi kenaikan harga saham SMART  masih cukup terbuka. PER  SMART relatif masih rendah, hanya 9,53 kali atau lebih rendah dibandingkan dengan pasar dan rata-rata emiten sawit lainnya. Selain itu profitabilitas dan imbal hasil tercatat cukup tinggi yaitu dengan ROE sebesar 25,9% dan kenaikan laba bersih hingga 20,8% menjadi Rp 960,70 miliar juga diharapkan mampu mendorong kenaikan harga sahan SMART.


Emiten sawit lain yang cukup menarik adalah PT London Sumatera Plantations, Tbk (LSIP) yang tergabung dalam konglomerasi grup Salim. Lonsum  membukukan profitabilitas yang signifikan. 

Lonsum  tercatat membukukan pertumbuhan laba hingga 162,7% setelah didukung oleh kenaikan pendapatan hingga 23,1%. Tercatat laba kotor naik 101,6% dengan kenaikan marjin laba menjadi 36%, didorong oleh kenaikan harga dan penurunan volume penjualan. 

Turunnya volume penjualan produk CPO Lonsum  disebabkan karena turunnya penjualan pihak ketiga. Sementara penjualan produk CPO kepada PT Salim Ivomas Pratama, Tbk (SIMP) yang terafiliasi, justru tercatat naik 38% menjadi 72% dari total volume CPO yang dijual. Permintaan CPO dari pihak ketiga yang masih rendah di awal tahun membuat volume penjualan CPO oleh Lonsum masih rendah. 

Pendapatan Lonsum sebagian besar adalah kepada sesama emiten grup Salim yaitu PT Salim Ivomas Pratama, Tbk (SIMP) yang mencapai 62,8%. Tapi meskipun penjualan signifikan terjadi kepada pihak berelasi, marjin laba kotor Lonsum terjaga hingga 36,1%.

Dibandingkan dengan SMART yang penjualannya juga didominasi kepada pihak berelasi, marjin Lonsum masih tinggi karena produksinya berasal dari kebun sendiri. Sebaliknya SMART lebih banyak mendatangkan bahan baku CPO dari pihak ketiga.

ASCEND melihat potensi kenaikan saham Lonsum masih terbuka seiring kinerja bottom line yang naik signifikan. Dengan PER sebesar 13,80 kali, maka potensi tumbuh hingga mencapai PER rata-rata pasar masih terbuka.


Emiten sawit lainnya yaitu Sawit Sumber Mas (SSMS) yang tercatat mempunyai kapitalisasi pasar relatif besar hingga Rp 13 triliun, namun nilai aset yang tercatat hanya sebesar Rp 3,61 triliun. PBV yang tinggi hingga 5,23 kali dengan PER 17,88 kali, ASCEND saat ini tidak merekomendasikan   karena sudah menunjukkan nilai di atas harga pasar.


Wednesday, September 10, 2014

Cipaganti Beralih Pengendali, Time To Buy

Jakarta 11 September 2014 – PT Cipaganti Citra Graha, Tbk akhirnya berubah pengendali, dari Andianto Setiabudi pendirinya menjadi William Chiongbian, pengusaha transportasi asal Filipina. ASCEND merekomendasikan saham ini karena nilainya yang masih sangat murah karena terimbas oleh proses PKPU di tingkat pengendalinya, Koperasi Cipaganti, serta kinerja fundamentalnya yang terbaik di antara industri transportasi darat lainnya.

Di dalam artikel sebelumnya yang berjudul “Express dan Cipaganti, Dua Emiten Terbaik Transportasi Darat” http://fundamental-saham.blogspot.com/2014/08/express-dan-cipaganti-dua-emiten.html, ASCEND telah memberikan gambaran bahwa kedua emiten ini adalah yang terbaik dibandingkan peersnya. Express sudah cukup mahal melihat rasio PER dan PBVnya, tetapi Cipaganti masih memiliki potensi upside.

Akuisisi oleh pengendali lain akan membersihkan Cipaganti dari kendala-kendala yang tidak ada hubungannya dengan kinerja fundamental perusahaan itu sendiri. Chiongbian yang juga adalah presiden dan CEO Fast Logistic Corporation memang merupakan grup bisnis yang memiliki kompetensi di dalam transportasi dan logistik, yang mana memang merupakan kompetensi yang dibutuhkan Cipaganti untuk makin memperkuat bisnisnya.



Dengan ada kepastian akuisisi ini, ASCEND sangat merekomendasikan saham Cipaganti untuk dimasukkan di dalam portofolio. Tender offer yang akan dilakukan segera oleh pengendali baru akan menjadi pemicu kenaikan yang pertama karena harga tender offer ditentukan oleh harga beli rata-rata dari pengendali atau harga rata-rata tertinggi selama 90 hari terakhir perdagangan.



Saat ini PBV Cipaganti masih jauh di bawah 1, padahal Express mencapai 3,41 kali. Artinya, harga Cipaganti sangat  wajar bila mencapai Rp 300/ saham, yang mencerminkan PBV 1,67 kali saja. 

Monday, September 8, 2014

Krakatau Steel Masih Catatkan Penurunan Laba

Jakarta, 9 September 2014 – PT Krakatau Steel (Persero), Tbk masih terus catatkan penurunan laba walaupun berjuang untuk mendongkrak pendapatan lewat berbagai kerjasama dan investasi bersama. Kontrak-kontrak serta investasi yang dilaksanakannya belum mendorong peningkatan kinerja profitabilitas.

Beberapa perjanjian kerjasama dan investasi yang telah ditandatangani perusahaan pada tahun ini adalah perjanjian Joint Venture (JV) dengan Osaka Steel Co, Ltd yang bernama PT Krakatau Osaka Steel (KOS) dan perjanjian JV dengan Nippon Steel & Sumitomo Metal Corporation yang bernama PT Krakatau Nippon Steel Sumikin (KNSS). Kini, investor Korea juga sedang mengincar lahan Krakatau Steel yang berdekatan dengan pelabuhan.

Sementara beberapa proyek strategis yang sedang dikembangkan oleh perusahaan adalah pembangunan pabrik blast furnace dan revitalisasi pabrik besi spons yang diperkirakan selesai tahun 2015, revitalisasi pabrik baja slab yang konstruksinya selesai tahun 2013, serta pembangunan hot strip mill #2 yang targetnya selesai tahun 2017.

Selain itu ada juga beberapa proyek strategis yang direncanakan selesai dan beroperasi tahun ini yaitu Electric Resistance Welding #2, pembangunan pembangkit listrik tenaga gas dan uap, pengembangan jaringan pipa distribusi air, dan ekspansi kepelabuhanan.

Proyek-proyek strategis yang selesai tahun ini belum memiliki pengaruh langsung terhadap peningkatan pendapatan maupun efisiensi biaya. Hal ini nampak dari laporan keuangan semester 1 tahun 2014, di mana pendapatan perusahaan turun 18% menjadi USD 0,91 juta dari periode yang sama tahun 2013 sebesar USD 1,11 juta. Semester ini perusahaan juga mencatatkan rugi sebesar USD 0,09 juta dari sebelumnya laba USD 10.634.

Kerjasama yang belum diikuti penurunan kinerja ini membuat saham KRAS tertekan dalam periode-periode yang cukup panjang, bahkan setelah ada volume pembelian yang signifikan dan mendorong kenaikan. 


Sekilas tentang kerjasama tahun ini
Pertama, pada tanggal 26 Desember 2012 Perseroan telah menandatangani Perjanjian Pendirian  Perusahaan Patungan (“Joint Venture Agreement”) dengan Osaka Steel Co, Ltd. (“OSC”) yang bernama PT Krakatau Osaka Steel (KOS).
Pabrik KOS akan didirikan di Cilegon, Banten, dengan total modal disetor sebesar US$ 70 juta. OSC memiliki 80% kepemilikan KOS dan Perseroan memiliki 20%. Perkiraan kebutuhan investasi untuk pendirian fasilitas produksi sekitar US$ 220 juta yang akan didanai dari pinjaman dan ekuitas dengan struktur debt to equity ratio adalah sebesar 65%:35%.

Pada tahap awal setoran modal OSC dan Perseroan adalah sebesar US$ 31,5 juta. Bisnis utama KOS adalah memproduksi dan memasarkan produk baja profil (small section steel), baja tulangan (reinforcing bar steel) dan Flat bar. Kapasitas produksi mencapai 500 ribu metrik ton/tahun, dengan perkiraan mulai berproduksi pada akhir tahun 2016.

Untuk memperkuat posisi KOS di pasar baja untuk konstruksi, KOS bersama-sama dengan PT Krakatau Wajatama (“KWT”) salah satu anak perusahaan Perseroan, pada tanggal 3 September 2014, telah menandatangani Perjanjian Pembentukan Perusahaan Patungan yang bergerak di bidang distributorship dengan kepemilikan saham KOS sebesar 33% dan KWT sebesar 67%, dengan ketentuan bahwa Perjanjian tersebut baru akan berlaku efektif setelah KOS dan KWT mendapatkan persetujuan RUPS serta OSC telah mendapatkan persetujuan dari direksi OSC.

Kedua, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (“Perseroan”) bersama Nippon Steel & Sumitomo Metal Corporation (NSSMC) telah menandatangani perjanjian final pendirian usaha patungan PT Krakatau Nippon Steel Sumikin (KNSS) pada 11 Agustus 2014.

Pabrik KNSS akan didirikan di Cilegon, Banten, dengan modal disetor sebesar US$ 142 juta. NSSMC memiliki 80% kepemilikan KNSS dan Perseroan memiliki 20%. Perkiraan kebutuhan investasi untuk pendirian fasilitas produksi sekitar US$ 300 juta yang akan didanai dari pinjaman dan ekuitas.
Bisnis utama KNSS adalah memproduksi dan memasarkan produk-produk baja lembaran berupa annealed cold-rolled steel dan hot-dip galvanized steel untuk keperluan otomotif. Kapasitas produksi mencapai 480 ribu metric ton/tahun, dengan perkiraan mulai berproduksi pada pertengahan tahun 2017.

Pembentukan usaha patungan KNSS dilatarbelakangi optimisme NSSMC dan Perseroan bahwa pasar otomotif Indonesia akan terus tumbuh dan berkembang di masa mendatang sehingga kebutuhan industri otomotif terhadap baja anti-korosi dan baja berkekuatan tinggi turut meningkat.
KNSS akan mendirikan fasilitas produksi GAPL (Galvanizing and Annealing Processing Line) yang merupakan lini produksi yang menghasilkan produk baja berkualitas tinggi untuk kebutuhan industri otomotif termasuk baja untuk bagian luar mobil (outer panel) dan baja berkekuatan tinggi.


Ketiga, dua investor Korea yaitu Honam Petrochemical (Lotte Group) dan Pohang Iron and Steel Company (Posco) telah menyatakan tertarik dengan lahan Krakatau Steel yang memiliki pelabuhan Cigading di Cilegon dan tentu sangat menguntungkan bagi jalur ekspor impor mereka. Honam siap dengan investasi US$ 5 miliar untuk pabrik petrokimia di lahan seluas 55-60 ha. Sementara Pohang siap dengan investasi US$ 6 miliar untuk pabrik baja berkapasitas produksi 2-2,5 juta ton. 

Wednesday, September 3, 2014

Asahimas Bangun Pabrik Baru untuk Penuhi Permintaan Kaca Spesifikasi Khusus

Jakarta, 4 September 2014 – PT Asahimas Flat Glass, Tbk (AMFG), manufaktur produk-produk kaca berkualitas, menyatakan akan membangun pabrik kaca baru untuk memenuhi permintaan kaca dengan spesifikasi khusus yang akan berlokasi di Cikampek. Pembangunan tersebut bernilai signifikan, USD 154,94 juta, dan memiliki hubungan transaksi afiliasi dengan   salah satu pemiliknya, Asahi Glass Co. Ltd. 

Asahi Glass yang memiliki 43,86% saham perusahaan akan ditunjuk sebagai kontraktor pembangunan pabrik baru tersebut terutama terkait dengan teknologi industri kaca yang kompetensinya dimiliki oleh Asahi Glass. Nilai penunjukkan itu adalah sebesar 48,5% dari nilai investasi atau USD 75,22 juta. Sisanya akan dilakukan kontraktor tak terafiliasi yang dipilih dengan proses tender sesuai dengan spesifikasi yang telah disetujui oleh perusahaan dan Asahi Glass. 

Saat ini perusahaan telah memiliki 3 pabrik kaca untuk memproduksi kaca lembaran dan kaca otomotif. Total kapasitas produksi kedua pabrik kaca lembaran yang berlokasi di Ancol dan Sidoarjo mencapai 570.000 ton/tahun. Sementara kapasitas produksi pabrik kaca otomotif di Cikampek mencapai 5 juta m2 per tahun.

Permintaan yang signifikan akan kaca-kaca dengan spesifikasi khusus telah mendorong perusahaan untuk membangun pabrik kaca dengan total kapasitas produksi 210.000 ton/ tahun di area seluas 68 ha di Cikampek.

Produk kaca yang akan dihasilkan pada produk baru ini adalah produk kaca lembaran ramah lingkungan untuk gedung tinggi, serta kaca lembaran untuk bahan baku kaca-kaca proses lanjut yang dapat memenuhi model kaca otomotif yang makin aerodinamis, hemat energi dan ramah lingkungan.

Investasi sebesar USD154,94 juta tersebut akan dialokasi untuk investasi pada Engineering, Procurement and Construction (EPC) sebesar 37%, dan sisanya untuk barang modal.

Pendanaan akan berasal dari kas internal sebesar 30% atau sekitar USD 46,48 juta, dan sisanya dari pinjaman bank.  Per tanggal 30 Juni 2014, Asahimas memiliki dana kas sebesar Rp 1,09 triliun atau sekitar USD 91,6 juta, jauh dari cukup untuk membiayai pembangunan pabrik tersebut. .

Sementara rasio utang terhadap aset masih sangat rendah yaitu 0,20 kali dan rasio utang terhadap ekuitas (DER) tercatat 0,25 kali. Peningkatan pinjaman sebesar USD 108,46 juta atau sekitar Rp 1,28 triliun akan meningkatkan rasio utang perusahaan menjadi 0,4 kali dan DER-nya menjadi 0,68 kali.

Utang yang dicatatkan oleh perusahaan pada saat ini tidak ada yang berbebab bunga. Oleh karena itu sampai semester pertama, perusahaan tidak membayar beban bunga. Dengan pinjaman eksternal untuk pembangunan pabrik ini, investor perlu bersiap untuk melihat pembayaran bunga kepada bank.

ASCEND melihat bahwa pembangunan pabrik ini menarik karena beberapa hal. Pertama, Asahimas mencatatkan pertumbuhan selama 4 tahun berturut-turut  terutama tahun 2013 dan 2014. Pertumbuhan yang didorong oleh kenaikan volume ini menunjukkan bahwa permintaan kaca signifikan di Indonesia. Kedua, Asahimas membangun pabrik yang memproduksi kaca yang berbeda dengan yang kini diproduksinya.  Hal ini mengindikasikan adanya strategi diversifikasi produk yang dapat memberikan daya tahan kepada perusahaan di masa yang akan datang.


Ketiga, pemerintahan yang baru diharapkan akan lebih pro bisnis ketimbang pro perilaku konsumtif. Karenanya diharapkan insentif-insentif untuk produsen-produsen yang menggunakan bahan bakar gas  dan listrik  namun memberikan lapangan pekerjaan yang besar, akan menjadi fokus ekonomi ketimbang memberikan subsidi BBM kepada konsumen akhir.