Friday, August 23, 2013

4 Kebijakan Ekonomi Pemerintah - Bagus, tapi Terkesan Responsif



Jakarta, 23 Agustus 2013 - Pemerintah mengeluarkan 4 paket kebijakan ekonomi menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia. AFN melihat bahwa kebijakan ini dinilai hanya cocok untuk jangka menengah dan panjang. Lebih jauh lagi, paket-paket ini terkesan diluncurkan secara terburu-buru sebagai respon terhadap pelemahan mata uang, padahal kebijakan ini sudah sejak dulu dapat dilaksanakan.

Empat paket kebijakan yang baru saja disampaikan Menteri Perekonomian Hatta Rajasa itu adalah, pertama, memperbaiki defisit transaksi berjalan dan nilai tukar rupiah terhadap dolar dengan mendorong ekspor dan keringanan pajak kepada industri tertentu. Pemerintah juga akan menetapkan pajak barang mewah lebih tinggi untuk mobil CBU dan barang-barang impor bermerek dari rata-rata 75% menjadi 125% hingga 150%.

Paket kedua menjaga pertumbuhan ekonomi. Pemerintah akan memastikan defisit APBN-2013 tetap sebesar 2,38% dan pembiayaan aman.

Paket ketiga menjaga daya beli. Pemerintah berkoordinasi dengan BI untuk menjaga gejolak harga dan inflasi dengan mengubah tata niaga daging sapi dan hortikultura, dari impor berdasarkan kuota menjadi mekanisme impor dengan mengandalkan harga.

Paket keempat mempercepat investasi. Pemerintah akan mengefektifkan sistem layanan terpadu satu pintu perizinan investasi.

AFN melihat bahwa secara jangka menengah dan panjang, keempat kebijakan ini baik untuk memperkuat ekonomi domestik. Namun jangan diharapkan kebijakan ini akan mampu menahan pelemahan Rupiah dengan segera. Pasalnya, pelemahan Rupiah disebabkan oleh 2 faktor, internal dan eksternal.

Dari sisi internal, pelemahan Rupiah dikarenakan inflasi yang tinggi pada tahun ini, kondisi investasi terutama investasi komoditi yang makin tidak menguntungkan menurut investor asing, defisit perdagangan yang makin melebar, dan cadangan devisa yang makin menipis untuk intervensi di pasar uang.

Faktor eksternal pun berkontribusi terhadap pelemahan Rupiah ini. Kemungkinan stimulus di Amerika dihentikan membuat aliran investasi ke negara-negara berkembang berhenti serta adanya portfolio shifting sementara ke komoditi yang sedang menguat sedikit yaitu emas dan minyak adalah dua faktor utama.

Keempat kebijakan tidak dapat menahan pelemahan Rupiah yang berasal dari faktor eksternal, dan juga hanya dapat menahan sebagian kecil dari faktor internal. Namun AFN melihat bahwa pelemahan Rupiah ini menjadi pemicu munculnya empat kebijakan yang seharusnya sudah sejak lama efektif.

Tambahan lagi, AFN melihat bahwa pelemahan Rupiah kali ini mungkin akan menghambat impor, diharapkan impor barang konsumen apabila kebijakan pemerintah tepat. Tapi kenaikan ekspor yang biasanya seiring tidak akan terjadi karena sebagian besar ekspor Indonesia akhir-akhir ini adalah dari komoditi yang harganya sudah dalam dollar, dan bukan barang-barang "made in Indonesia".

Pelemahan Rupiah ini diharapkan dapat menjadi sinyal peringatan bagi pemerintah untuk segera melakukan aksi terhadap masalah-masalah ekonomi yang selama ini ditunda-tunda.