Jakarta, 12 Desember 2013 - Pemetaan 3 tahun ke belakang dari IHSG dan indeks-indeks sektoral menggambarkan beberapa hal yang menarik. Pertama, LQ45 bukan pendorong utama IHSG lagi. Kedua, sektor pertambangan sudah diskon lebih dari 50%. Ketiga, sektor-sektor yang sudah naik lebih dari 60% adalah properti, perdagangan dan jasa, serta barang konsumen (disingkat PKP: Properti, Konsumen, dan Perdagangan). Peta ini dapat menjadi bahan yang penting untuk melihat bagaimana tahun 2014 nanti.
Sebenarnya sudah sejak lama pelaku pasar mendengungkan bahwa LQ45 bukanlah saham-saham yang harus dipilih lagi karena sudah terlalu mahal. Data ini memperkuat hal tersebut. Selama 3 tahun IHSG naik 15,3% tapi LQ45 hanya naik 8%. Di tahun 2013, IHSG turun hanya 1%, tapi LQ45 turun 2,9%.
Ini mengindikasikan bahwa kita sudah mulai harus melirik saham-saham kelas dua dan kelas tiga sekarang. Banyak dari mereka telah memiliki fundamental yang bagus, hanya tidak terinformasikan dengan baik. Tapi juga tidak dipungkiri bahwa risiko likuditas perdagangan dari saham-saham ini termasuk tinggi.
AFN merekomendasikan adanya portofolio yang berimbang antara LQ45 dan saham-saham lapis kedua dan ketiga, di mana LQ45 adalah untuk menjaga nilai aset, sementara saham lapis kedua dan ketiga untuk menjadi sumber pertumbuhan nilai kekayaan.
Hal kedua yang menarik adalah bahwa dalam 3 tahun, sektor pertambangan sudah turun 55%. Artinya, nilainya sekarang kira-kira hanya 45% dibandingkan akhir 2010. Tentu aset-aset yang berada di bawah tanah tidak mungkin hilang nilainya hanya karena harga komoditi lesu. Pemikirannya adalah apakah biaya pengambilannya lebih tinggi daripada potensi pendapatannya.
Maka, saham-saham tambang yang memiliki cadangan tinggi dan lahan yang sudah dikembangkan perlu mulai dikoleksi. AFN merekomendasikan untuk menghindari saham-saham tambang yang baru saja masuk bursa baik melalui IPO maupun backdoor listing, terutama yang sedang mengembangkan infrastruktur di area pertambangannya. Saham-saham ini adalah yang paling cepat kehabisan energi untuk beroperasi dalam kondisi harga komoditi tak menguntungkan.
Sementara itu, koleksi saham tambang juga harus dilakukan dengan perspektif jangka panjang, karena belum ada yang berani prediksi harga komoditi dalam 1-2 tahun ke depan. Namun dapat diyakini bahwa komoditi tidak akan jatuh terus sampai harganya nil.
Hal ketiga yang penting dari grafik tersebut adalah bahwa saham-saham properti, konsumer, dan perdagangan dan jasa telah naik lebih dari 60% selama 3 tahun terakhir. Memang potensi pertumbuhan ketiga sektor ini masih sangat besar mengingat daya beli penduduk Indonesia yang besar serta populasinya yang raksasa. Tapi itu pun ada batasnya.
Maka untuk ketiga sektor ini, AFN merekomendasikan untuk mulai menghitung sejarah pembagian dividen sebagai imbal hasil yang langsung dinikmati oleh investor.