Jakarta, 3 Desember 2013 - PT Perusahaan
Gas Negara (Persero) Tbk. (PGAS) mencatatkan penurunan posisi kas sebesar US$ 663
juta yang salah satunya digunakan untuk mengakuisisi PSC Pangkah dengan nilai US$
265 juta, penambahan kerjasama operasi lifting minyak dan gas bumi dan juga
pembayaran dividen dan pinjaman.
Pada
tanggal 21 Juni 2013 lalu, PGAS mengakuisisi PSC Pangkah dengan nilai mencapai
US$ 265 juta. Selain itu penambahan kerjasama operasi dan perolehan aset
tetap membutuhkan pendanaan hingga US$ 294 juta. Sementara itu,
pembayaran dividen dan pinjaman lebih besar dari pada kedua capex tersebut
dengan nilai sebesar US$ 501 juta dan US$ 83 juta.
PGAS merupakan
salah satu BUMN yang tugasnya utamanya adalah melakukan distribusi dan
pengangkutan gas alam. Saat ini PGAS dimiliki oleh pemerintah sebesar 56,97%
dan kepemilikan publik sebesar 43,03%.
Laba Tumbuh Moderat
PGAS
mencatatkan pertumbuhan laba moderat dalam 9 bulan pertama ini, yaitu 3,28%
menjadi US$ 641,6 juta dibandingkan periode yang sama tahun 2012. Pertumbuhan
ini ditopang kenaikan penjualan bersih hingga 20,2% menjadi sebesar US$
2.201,02 juta dibanding sebelumnya sebesar US$ 1.830,76 juta.
Keunggulan
kompetitif yang dimiliki PGAS adalah harga rata-rata gas yang melewati
infrastruktur PGAS lebih rendah dari pada BBM lainya. Tercatat rata-rata gas
bumi PGAS dijual pada harga US$ 9,20 /mmbtu lebih rendah dibanding LPG 3 kg
sebesar US$ 9,55/ mmbtu atau harga BBM jenis premium non subsidi sebesar US$
30,41/mmbtu.
Saat ini
pangsa pasar PGAS melayani industri dan pembangkit listrik hingga mencapai 1247
pelanggan atau 96,8% dari total penjualan, sementara dari segmen komersial
sebesar 1709 pelanggan atau sebesar 2,7% dan untuk kebutuhan pelanggan kurang
dari 1% atau mencapai 88153 jumlah pelanggan.
Penjualan
ke sektor industri tercatat sebesar 784 mmscfd atau setara 96,8%. Dari rincian sektor industri, 39% diantaranya digunakan
untuk pembangkit listrik, 15% untuk industri kimia, 11% untuk keramik dan 8%
untuk sektor makanan.
Namun,
selama kuartal ketiga tahun ini juga, PGAS mengalami kenaikan beban pokok
signifikan hingga mencapai 54,3% menjadi US$ 1.157,19 juta dibanding sebelumnya
sebesar US$ 749,94 juta.
Dari
struktur beban pokok, beban dari pihak ketiga, atau beban harga beli, biaya
transportasi dan biaya internal lain naik 58,03% menjadi US$ 852,41 juta dari
sebelumnya sebesar US$ 539,40 juta. Sementara itu beban dari distribusi sesama
BUMN naik 38,83% menjadi US$ 292,43 juta dari sebelumnya US$ 210,64 juta.
PGAS yang
telah mengakuisisi beberapa sumur tahun ini juga membukukan beban lifting dan
produksi termasuk depresiasi sebesar US$ 12,35 juta, hal ini belum terjadi pada
tahun lalu.
Peningkatan
beban ini mengakibatkan laba bruto PGAS tertekan. Tercatat laba bruto turun
3,4% menjadi US$ 1.043,8 juta dari sebelumnya US$ 1.080,8 juta. Marjin laba
bruto juga turun menjadi 47,42% dari sebelumnya 59,03%.
Beban
operasi juga mengalami kenaikan. Dari komponen beban operasi, beban distribusi
dan transmisi naik 11,35% menjadi US$ 206,57 juta dari sebelumnya US$
184,74 juta. Sementara itu, beban umum dan administrasi naik US$ 145,24
juta dari sebelumnya US$ 127,26 juta.
Hal ini
mengakibatkan laba operasi semakin tertekan atau turun hingga 11,2% menjadi US$
697,60 juta dari sebelumnya US$ 785,60 juta. Marjin laba usaha juga mengalami
penurunan menjadi 31,69% dari sebelumnya 42,91%.
EBITDA
juga mengalami penurunan sebesar 3,27% atau menjadi sebesar US$ 836,0 juta dari
sebelumnya US$ 921,0 juta.
Sementara
itu laba bersih PGAS justru naik 3,28% menjadi US$ 641,6 juta dari periode
sebelumnya sebesar US$ 621,3 juta. Namun, marjin laba bersih PGAS turun menjadi
29,15% dari periode sebelumnya sebesar 33,94%.
Kenaikan
laba bersih PGAS diperoleh dari laba selisih kurs, pendapatan keuangan, laba
penilaian nilai wajar derivatif dan bagian laba dari entitas anak.
Aset Turun Akibat Akuisisi dan Pembayaran
Dividen serta Pinjaman
Walaupun
mencatatkan pertumbuhan laba, namun aset PGAS turun. Aset PGAS tercatat turun 3,63% menjadi US$ 3.766 juta dari
periode akhir tahun lalu sebesar US$ 3.908 juta.
Penurunan
ini terutama terjadi karena penurunan kas diantaranya untuk akuisisi dan pembayaran
dividen serta pinjaman. Kas PGAS berkurang menjadi US$ 904 juta dari sebelumnya
US$ 1.567 juta.
Sementara liabilitas
PGAS tercatat turun, ekuitas tercatat naik. Liabilitas PGAS turun menjadi US$
1.264 juta dari sebelumnya US$ 1.553 juta. Hutang jangka panjang PGAS tercatat
turun menjadi US$ 682 juta.
Liabilitas
PGAS terhadap karyawannya masih tinggi pada kuartal ketiga ini meskipun
mengalami penurunan dari tahun lalu. Tingginya liabilitas kepada karyawan ini serupa
dengan BUMN lain, terutama BUMN yang telah terbentuk hingga puluhan tahun yang
mempunyai kewajiban karyawan cukup besar. Tercatat kewajiban karyawan PGAS
sebesar US$ 118 juta turun dari periode akhir tahun lalu sebesar US$ 149
juta.
Menurut,
Wahid Sutopo, Direktur operasional PGAS, penurunan ini dikarenakan sebagian
kewajiban karyawan PGAS telah diselesaikan oleh Asuransi Jiwa Seraya. Tercatat
hampir Rp 500 miliar kewajiban tersebut terselesaikan, meskipun begitu nilai
kewajiban tertanggungnya masih tinggi.
AFN
melihat bahwa potensi pertumbuhan PGAS terbuka lebar mengingat saat ini pipa
pengangkutan gas yang dimiliki PGAS hanya berada pada jalur Jawa, Sumatera dan
Singapura. Hingga saat ini pengembangan usaha PGAS di Indonesia Timur masih
minim dan hanya sebatas unit bisnis strategis di Sulawesi Selatan. Ekspansi
jaringan pipa gas ke Kalimantan dan Indonesia Timur bahkan belum dilakukan.
Harga gas
yang rendah bisa jadi menjadikan keunggulan kompetitif sebagai subtitusi minyak
bumi atau batubara. Namun, di sisi lain jika ini tidak dikelola dengan baik,
justru berpotensi menekan marjin PGAS.