Thursday, November 14, 2013

Kebutuhan Bahan Baku Plastik Meningkat, Tak Mampu Diserap Produsen Domestik

Jakarta, 15 November 2013 – Kebutuhan akan plastik makin meningkat tajam, tampak dari impor bahan baku plastik tahun ini sudah mencapai US$ 1,8 miliar (estimasi) atau 1 juta ton. Tahun depan, angka ini diperkirakan akan meningkat 8-9%. Sementara itu produsen dalam negeri akan terpaksa menaikkan harga jualnya akibat depresiasi Rupiah dan mungkin kehilangan pangsa pasarnya.

Impor bahan baku plastik diperkirakan akan naik akibat kebutuhan plastik kemasan yang meningkat. Pemilu tahun 2014 diekspektasi akan mendorong omzet industri kemasan sampai Rp 62 triliun atau tumbuh 10% dibandingkan tahun ini, menurut Federasi Pengemasan Indonesia. Pertumbuhan ini paling akan dirasakan pada makanan dan minuman olahan. Sekarang saja kebutuhan kemasan air mineral dan susu semakin tinggi.

Pasar untuk bahan baku plastik tidak hanya diperuntukkan makanan dan minuman olahan, namun juga untuk karet sintetis yang sangat dibutuhkan oleh perusahaan ban.

Tanggal 5 November lalu, Manajemen PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) bersama dengan Compagnie Financière Michelin (Michelin) melakukan peresmian kerjasama untuk pabrik synthetic rubber (karet sintetis) yang dikelola oleh PT Synthetic Rubber Indonesia (SRI).  Pembangunan pabrik direncanakan akan dimulai pada awal 2015, dengan penyelesaian dan start-up ditargetkan pada awal 2017. Selanjutnya, SRI akan memproduksi bahan baku ban ramah lingkungan

Sayangnya, produsen domestik sendiri tidak mampu meningkatkan kapasitas terlalu banyak karena terbatasnya bahan baku yaitu etilena dan propilena serta pasokan nafta dari produsen petrokimia hulu. Akibatnya tingkat utilitas kapasitas domestik hanya 82%, belum optimal.

Chandra Asri adalah satu-satunya produsen ethylene dalam negeri dengan kapasitas 600 ribu ton per tahun dan prophylene 320 ribu ton per tahun. PT Pertamina memproduksi prophylene 325 ribu ton per tahun.

Produsen domestik juga mengalami kesulitan ketika Rupiah terdepresiasi karena 60% bahan baku masih impor, demikian pula dengan mesin pengemasan. Karenanya, walaupun pertumbuhan 2 emiten produsen bahan baku plastik naik 2,2% dan 6,2% untuk PT
Lotte Chemical Titan, Tbk (FPNI) dan Chandra Asri, tetapi keduanya masih mencatatkan kerugian.

Kinerja Chandra Asri tampak lebih baik dibandingkan Lotte Chemical yang memang sedang melakukan restrukturisasi internal. Dengan aset dan kapitalisasi pasar yang lebih tinggi, Chandra Asri mampu mencatat pertumbuhan pendapatan dan marjin laba kotor yang lebih tinggi, yaitu 6,2% dan 3,2% dibandingkan 2,2% dan 1,2%.

Tetapi rasio PBV Chandra Asri sudah di atas 1 yaitu 1,15x sementara Lotte Chemical baru 0,59x. Hal ini juga dikarenakan Lotte Chemical memiliki likuiditas perdagangan yang jauh lebih rendah daripada Chandra Asir.