Laba bersih kepada pemilik entitas
induk turun 43% menjadi US$ 38,65 juta dari tahun 2012 sebesar US$ 67,49 juta.
Ini mengakibatkan laba bersih per saham turun jadi sekitar Rp 47,43/ lembar dari
sebelumnya Rp 67,90/ lembar. Penurunan laba bersih per saham hanya 30% karena
efek kurs.
Pendapatan Vale sendiri turun hanya
5% jadi US$ 921,64 juta dari sebelumnya US$ 967,33 juta akibat harga komoditi
yang terus tertekan. Di tahun 2013 perusahaan memproduksi 75.802 ton matte atau
7% lebih tinggi dari 2012. Namun harga rata-rata penjualan memang tertekan
12% sehingga pendapatan turun.
Sisi positifnya adalah piutang turun
cukup jauh yaitu sampai 41% menjadi US$ 65,90 juta dari sebelumnya US$ 112,64
juta. Kemungkinannya hal ini disebabkan karena banyaknya penjualan langsung
(non kontrak) oleh perusahaan. Secara jangka panjang, hal ini kurang baik karena
menjadi faktor destabilisasi pendapatan. Tetapi di kondisi ini, hal ini
mengindikasikan bahwa Vale Indonesia tetap memiliki target pasar yang cukup
untuk menyeimbangkan volatilitas harga.
Selain itu perusahaan juga telah
melakukan berbagai strategi efisiensi biaya. Salah satunya yang paling
signifikan adalah biaya pendapatan per metrik ton matte turun 7% jadi US$
10.313/t dari US$ 11.091/t. Penurunan ini sebagian besar ditekan oleh penurunan
biaya BBM dan pelumas, upah tenaga kerja, serta biaya kontrak dan jasa.
Penurunan biaya BBM dan pelumas
disebabkan oleh harga beli PT Vale High Sulphur Fuel Oil (HSFO) yang lebih
rendah 9% dibandingkan tahun lalu. Di semester kedua, perusahaan juga
menyelesaikan konversi pengering ke tenaga batubara yang makin menekan
kebutuhan BBM perusahaan.
Walaupun belum tercermin secara signifikan dalam
kinerja tahun ini, namun strategi ini akan menjadi salah satu penopang
perusahaan dalam jangka panjang.
Neraca Vale Kuat, Saham Fluktuatif
Posisi kas Vale naik ke US$ 200,20
juta dibandingkan tahun 2012 di US$ 172,24 juta. Arus kas dari aktivitas
operasional melompat jadi US$ 265,89 juta dari sebelumnya US$ 79,16 juta.
Peningkatan ini karena kenaikan penerimaan dari konsumen dan penurunan
pembayaran ke pemasok, serta lebih rendahnya pembayaran pajak penghasilan badan
sekaligus adanya pembayaran kelebihan pajak sebesar US$ 40,16 juta.
Utang jangka panjang turun ke US$
397,95 juta menyebabkan rasio utang turun menjadi 0,25x dan utang jangka
panjang atas ekuitas turun jadi 0,23x. Ini juga membuat beban bunga turun jadi
US$ 14,68 juta dari sebelumnya US$ 15,49 juta. Penurunan ini meringankan beban
perusahaan.
Paska penerbitan laporan keuangan
ini, harga saham INCO tidak mengalami perubahan berarti. Sementara itu, selama
6 bulan terakhir, kisaran harganya cukup lebar yaitu dari Rp 2.100 – 2.800/
lembar, dengan likuiditas yang lebih baik dibandingkan 1 tahun sebelumnya. Ini
mengindikasikan keraguan investor tapi sekaligus pelaku pasar sudah merasa
bahwa ini waktunya untuk naik.
Rasio harga terhadap laba (PER) masih tinggi yaitu 50 kali, sementara rasio harga terhadap nilai buku (PBV) hanya 1,13 kali.
Rasio harga terhadap laba (PER) masih tinggi yaitu 50 kali, sementara rasio harga terhadap nilai buku (PBV) hanya 1,13 kali.