Jakarta, 7 Juli 2014 - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, (GIAA) mendapatkan sindikasi pembiayaan hingga
senilai US$ 200 juta atau hampir senilai Rp 2,4 triliun dari beberapa bank
asing dan dalam negari yang sebagian untuk melunasi hutang yang akan jatuh tempo
tahun ini dan bagian lainnya melanjutkan ekspansi usaha. Sementara itu,
triwulan pertama lalu, Garuda merupakan salah satu maskapai
regional yang mencatatkan rugi terbesar. Ini mengakibatkan risiko investor pada saham
Garuda makin tinggi. Dengan harga saham merespon positif berita pemberian utang, maka ASCEND
merekomendasikan untuk waspada.
Direktur Keuangan Garuda Indonesia menyatakan
bahwa pinjaman tersebut telah direncanakan dari dulu untuk melakukan ekspansi
bisnis dan menambah pesawat baru dan membiayai pendanaan yang telah jatuh tempo
pada tahun ini sebesar US$ 120 juta.
Pinjaman tersebut yang berasal dari Bank Pan
Indonesia, Dubai Islamic Bank, Emirates NBD, Fisrt Gulf Bank, Standard
Chartered Singapore dan Warba Bank. Pinjaman tersebut dikenakan tingkat bunga
LIBOR 3 bulan ditambah 3,35% yang jatuh tempo dalam 36 bulan.
Sebelumnya, pada tahun ini, Garuda telah
mendapatkan pinjaman dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia sebesar Rp 500
miliar dan mendapatkan pinjaman dari Bank Internasional Indonesia sebesar US$
100 juta yang juga berjangka waktu 36 bulan.
Sementara itu, untuk rencana ekspansi, Garuda
berencana menambah 29 unit pesawat yang akan dioperasikan pada tahun ini. Saat ini Garuda mengoperasikan 140
armada pesawat kelas sedang yang didominasi Boeing kelas 737 dan 22 jumbo jet
yang didominasi Airbus kelas 330.
ASCEND melihat pembiayaan yang dilakukan Garuda
mempunyai risiko yang besar karena pendapatan operasional Garuda didominasi
Rupiah sementara biaya operasional, hutang dan ekspansi dalam denominasi Dollar
AS. Sementara itu, hingga tahun ini Rupiah terdepresiasi cukup tinggi, bahkan
tahun lalu Rupiah terdepresiasi hingga 20% lebih terhadap Dollar AS.
Sebagai perbandingan, hutang Garuda
yang jatuh tempo pada tahun ini tercatat lebih besar dari nilai kas dan
piutang. Cadangan aset paling likuid hanya sebesar US$ 247,69 sementara hutang
tercatat sebesar US$ 1,16 miliar dan yang jatuh tempo tahun ini sebesar US$
375,44 juta berdasarkan laporan keuangan.
Sementara itu, rasio lancar tercatat
hanya sebesar 0.58 kali atau terendah dibandingkan dengan perusahaan
penerbangan di kawasan asia tenggara yang mempublikasikan laporan keuangannya.
Dengan penambahan hutang ini, jika sebesar US$
120 juta digunakan untuk melunasi bagian yang jatuh tempo pada tahun ini,
setidaknya dibutuhkan pendanaan sebesar US$ 255 juta lainnya untuk melunasi
sisanya. Dua sindikasi pinjaman dari Lembaga Ekspor Indonesia dan Bank BII yang sebesar US$ 150 juta pun belum
menutup sisa jatuh tempo.
Garuda masih membutuhkan pendanaan sebesar US$
100 juta atau harus mendorong kinerja fundamental dengan mendorong pertumbuhan
pendapatan.
ASCEND melihat bahwa pendapatan Garuda yang
mayoritas berdenominasi Rupiah sementara beban operasional dan beban keuangan tinggi. Sementara itu, kondisi
tingkat keterisian kursi penerbangan
Garuda yang masih rendah hanya rata-rata sekitar 67% dan trennya terus menurun
dari tahun lalu. Melihat ini, Garuda kemungkinan masih tertekan dalam hal
kinerja bottom line-nya.
Secara fundamental, ASCEND pernah membahasnya dimana
kinerja Garuda masih tertekan. (hyperlink) Garuda masih mencatatkan rugi selama triwulan pertama 2014 ini
bahkan hingga mencapai US$ 163,90 juta atau salah satu tertinggi dibandingkan
maskapai penerbangan di kawasan ASEAN.
Fundamental perusahaan yang tertekan selama
triwulan pertama tersebut tercermin dari kinerja saham yang tertekan sejak awal
tahun lalu. Saham Garuda diperdagangkan melemah 9,69% sejak dirilis laporan
keuangan triwulan pertama 2014 ini.
Namun, beberapa hari ini pasca persetujuan
pemberian pendanaan terhadap Garuda, sepertinya investor merespon positif,
meskipun mungkin hanya jangka pendek di mana Garuda dapat survive dari potensi default.
Padahal, ASCEND melihat jika untuk menutup
beban keuangan ini dengan mendorong pendapatan pun masih terlalu berat dan
belum tentu mencukupi.
Dengan asumsi optimis seiring pertumbuhan
pendapatan penerbangan regional yang tumbuh 8-10%, load factor kursi Garuda mencapai 67% sementara biaya per unit naik
2%, maka prakiraan ASCEND laba usaha akan mencapai US$ 150 juta semetara beban
keuangan masih tinggi maka bottom line
yang dicapai tidak akan tumbuh signifikan dibanding tahun tahun sebelumnya.
Tahun lalu Garuda mencatatkan laba bersih sebesar US$ 11,04 juta, sementara
tahun 2012 tercatat sebesar US$ 110,60 juta.