Jakarta, 8 Agustus 2014 – Dalam 1
bulan terakhir ini indeks perkebunan mencatatkan kinerja yang lebih rendah
dibandingkan indeks komposit. Hal ini dikarenakan prediksi penurunan harga CPO
yang akan terjadi pada semester kedua tahun ini. Padahal fundamental
saham-saham perkebunan di semester I sangat baik.
RAM Rating Services, sebuah
perusahaan pemeringkat kredit di Malaysia, memprediksikan bahwa harga CPO di
semester 2 akan berkisar di antara RM 2300 – 2500. Semester pertama mencatatkan
harga jual CPO di rata-rata RM 2736. Penurunan harga ini disebabkan oleh
tertundanya badai tahunan El-Nino, serta ditundanya proyek bio-diesel di
Indonesia maupun Malaysia yang rencananya selesai pada tahun ini.
Emiten-emiten perkebunan mengalami kenaikan
tingkat pertumbuhan yang signifikan yang didorong oleh kenaikan produksi. Di
sisi lain, kenaikan produksi ini ikut menekan harga dunia karena Indonesia dan
Malaysia bersama-sama merupakan pemasok 86% CPO dunia.
Kekuatiran akan penurunan harga ini
telah melemahkan kinerja harga saham-saham perkebunan sejak pertengahan bulan
Juni. Selama 1 bulan terakhir, indeks perkebunan telah turun 4,2% dibandingkan
IHSG yang naik 1,4% paska pemilihan presiden.
Sementara itu catatan kinerja emiten
perkebunan yang cukup baik terlihat tidak berhasil memberikan dampak apapun di
pasar, karena memang harga jual rata-rata tahun ini lebih baik daripada tahun
sebelumnya.
Pertumbuhan pendapatan dan laba
bersih PT Astra Agro Lestari, Tbk (AALI), PT PP London Sumatra Plantations, Tbk
(LSIP), PT Sampoerna Agro, Tbk (SGRO), dan PT Gozco Plantations, Tbk (GZCO)
dapat dikatakan fantastis. Gozco misalnya mencatatkan kenaikan pendapatan 61,8%
sementara Sampoerna Agro mencatatkan kenaikan laba bersih 595,1%. Pertumbuhan
ini didorong oleh kenaikan volume produksi keempat emiten.
Sampoerna Agro mencatat produksi
Tandan Buah Segar (TBS) 691.942 ton pada 6M14, atau lebih tinggi 37%
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan ekstraksi minyak
saat buah diproses di pabrik pengolahan juga turut mendorong kenaikan ini.
Harga jual rata-rata adalah Rp8.865 per
kg pada semester I 2014, atau 38% lebih tinggi dibandingkan periode yang sama
tahun 2013.
Lonsum mencatatkan kenaikan
pendapatan 23,1% didorong oleh pertumbuhan volume produksi CPO dan inti sawit
masing-masing sebesar 24,0% dan 28,1%. TBS yang diproses meningkat 23,3%
menjadi 914.298 ton di semester I 2014. Dua faktor utama adalah peningkatan TBS
eksternal yang diproses dan peningkatan produktivita
TBS inti menjadi 8,6 ton/ ha.
Astra Agro mencatatkan penurunan
volume penjualan, namun peningkatan harga jual menjadi Rp 8.728 dari periode
sebelumnya telah membuat perusahaan mencatat kenaikan pendapatan 45,7% dan
kenaikan laba bersih 90,9%.
ASCEND merekomendasikan investor
untuk BUY saham-saham perkebunan secara selektif. Lonsum misalnya masih lebih
murah dibandingkan Astra Agro walaupun dari sisi kinerja tidak memiliki
perbedaan yang signifikan, bahkan sedikit lebih baik di beberapa unsur.
Sementara itu Sampoerna Agro yang harganya masih di bawah rata-rata saham emiten
perkebunan berfundamental baik lainnya juga merupakan emiten yang dapat
dipertimbangkan.