Jakarta, 27 Agustus 2013 - PT Indofood Sukses Makmur, Tbk (INDF) mencatatkan pertumbuhan moderat, 9,3% menjadi Rp 26,86 triliun. Pertumbuhan ini sesuai dengan ekspektasi, dan tidak berhasil mengangkat harga saham INDF yang terus turun selama 2 hari ini sampai ke Rp 5.850.
Penjualan neto Indofood tercatat tumbuh 9,3% sementara laba kotor dan laba usaha turun masing-masing 4,01% dan 18,08%. Penurunan laba ini terutama dikarenakan penurunan kinerja Grup Agribisnis yang terimbas harga komoditi yang melemah. Hasilnya, tingkat marjin profitabilitas perusahaan juga turun.
Pertumbuhan moderat dan penurunan laba ini tidak berimbas banyak kepada kinerja saham INDF. Saham INDF sudah turun sejak 19 Agustus setelah sebelumnya fluktuatif di kisaran Rp 6.200 - 7.200. Walaupun kinerja tersebut tertekan juga oleh faktor pasar, tetapi rilis laporan keuangan hari ini tidak mampu mengangkat kinerja harga. Bahkan saham INDF sempat tertekan sampai Rp 5.700, level yang setara dengan akhir Desember 2012.
Riset yang dikeluarkan oleh Danareksa Sekuritas menyatakan bahwa peningkatan penjualan yang moderat serta penurunan laba ini telah diekspektasi. Pertumbuhan penjualan tetap didukung oleh Grup CBP yang terdiri dari divisi Mi Instan, Dairy, Makanan Ringan, Penyedap Makanan dan Nutrisi & Makanan Khusus yang menyumbang 44,8% dari total penjualan serta Bogasari yang menyumbang 26,6%.
Danareksa tetap mematok harga wajar INDF pada Rp 7.050 atau 20% di atas harga kini di Rp 5.850.
Monday, August 26, 2013
Pertumbuhan Moderat, Saham Indofood Tidak Bergerak
Harga CPO Naik, Astra Agro Catatkan Pertumbuhan Penjualan
Jakarta, 27 Agustus 2013 - Harga minyak sawit naik tertinggi selama 8 bulan akibat cuaca yang tidak baik bagi kedelai. Kenaikan ini akan dirasakan Astra Agro Lestari di kuartal keempat 2013 dan pertama 2014. Sementara itu, sampai bulan Agustus, AALI mencatatkan pertumbuhan penjualan 14,1%.
Harga sawit naik karena kekuatiran bahwa panen kedelai di Amerika Serikat, produser terbesar kedelai, tidak mampu memenuhi kontrak akibat cuaca yang kering. Akibatnya kontrak untuk delivery November naik 3,6% menjadi RM 2.451 ($743) per metrik ton di Bursa Derivatif Malaysia. Kenaikan ini tertinggi sejak 21 Desember di RM 2.440.
Sementara itu PT Astra Agro Lestari, Tbk (AALI) mencatatkan volume penjualan CPO sebesar 884.180 ton, naik 14,1%. Kenaikan ini adalah hasil dari kenaikan produksi CPO sebesar 8,2% pada tujuh bulan pertama tahun 2013. Sebesar 868.681 ton adalah penjualan lokal sementara ekspor sebesar 15.499 ton, dengan kenaikan masing-masing sebesar 14,1% dan 14,9%. Namun untuk harga
yang diperdagangkan turun sebesar 14,1%.
Pada periode ini, kontribusi kenaikan volume penjualan kernel sebesar 71,5% atau sebesar 186.191 ton, dengan harga rata-rata penjualannya sebesar Rp 2.967 /kg turun sebesar 25,1% dari Rp
3.962 /kg di tahun 2012.
Produksi CPO AALI sampai dengan bulan Juli 2013 mencapai 835.094 ton. Dibandingkan periode yang sama tahun lalu, produksi CPO AALI Januari – Juli 2013 meningkat sebesar 8,2%. Selama periode tersebut, produksi TBS AALI mencapai 2,84 juta ton, turun sebesar 4,5% dengan yield
rata-rata sebesar 11,86 ton /ha. Dari seluruh TBS AALI yang dihasilkan, 42% berasal dari area Sumatera, sementara area Kalimantan dan Sulawesi masing-masing memberi kontribusi sebesar 38,7% dan 19,3%.
AFN ekspektasi bahwa kenaikan harga CPO ini akan berdampak positif kepada pendapatan AALI di kuartal keempat 2013 dan kuartal pertama 2014.Namun di pasar modal, ekspektasi ini sudah mengejawantah menjadi peningkatan harga yang sangat signifikan apalagi di dalam pasar yang sedang bearish.
Dalam laporan keuangan AALI untuk Semester I tahun 2013, AALI mencatatkan pendapatan bersihnya sebesar Rp 5,5 triliun atau turun sebesar 2,7% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 5,6 triliun, dengan perolehan laba bersih sebesar Rp 717 miliar turun sebesar 25,2% dari Rp 958,6 miliar pada tahun lalu, hal ini sebagai dampak dari turunnya harga CPO AALI sepanjang Semester I tahun 2013 sebesar 15,8%, yaitu dari Rp 7.886 /kg pada periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 6.638 /kg.
Sampai dengan Juli 2013, Malaysia meningkatkan produksi CPO menjadi sebesar 10,07 juta ton, meningkat sebesar 5,9% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yaitu sebesar 9,51 juta ton. Kenaikan produksi tersebut utamanya berasal dari perolehan produksi di bulan Juli yang mencapai 1,68 juta ton. Sementara untuk perkiraan produksi CPO Malaysia tahun 2013 mencapai 19,23 juta ton atau naik sebesar 2,4% dari produksi tahun lalu sebesar 18,79 juta ton.
Harga sawit naik karena kekuatiran bahwa panen kedelai di Amerika Serikat, produser terbesar kedelai, tidak mampu memenuhi kontrak akibat cuaca yang kering. Akibatnya kontrak untuk delivery November naik 3,6% menjadi RM 2.451 ($743) per metrik ton di Bursa Derivatif Malaysia. Kenaikan ini tertinggi sejak 21 Desember di RM 2.440.
Sementara itu PT Astra Agro Lestari, Tbk (AALI) mencatatkan volume penjualan CPO sebesar 884.180 ton, naik 14,1%. Kenaikan ini adalah hasil dari kenaikan produksi CPO sebesar 8,2% pada tujuh bulan pertama tahun 2013. Sebesar 868.681 ton adalah penjualan lokal sementara ekspor sebesar 15.499 ton, dengan kenaikan masing-masing sebesar 14,1% dan 14,9%. Namun untuk harga
yang diperdagangkan turun sebesar 14,1%.
Sumber: Rilis perusahaan |
Pada periode ini, kontribusi kenaikan volume penjualan kernel sebesar 71,5% atau sebesar 186.191 ton, dengan harga rata-rata penjualannya sebesar Rp 2.967 /kg turun sebesar 25,1% dari Rp
3.962 /kg di tahun 2012.
Produksi CPO AALI sampai dengan bulan Juli 2013 mencapai 835.094 ton. Dibandingkan periode yang sama tahun lalu, produksi CPO AALI Januari – Juli 2013 meningkat sebesar 8,2%. Selama periode tersebut, produksi TBS AALI mencapai 2,84 juta ton, turun sebesar 4,5% dengan yield
rata-rata sebesar 11,86 ton /ha. Dari seluruh TBS AALI yang dihasilkan, 42% berasal dari area Sumatera, sementara area Kalimantan dan Sulawesi masing-masing memberi kontribusi sebesar 38,7% dan 19,3%.
AFN ekspektasi bahwa kenaikan harga CPO ini akan berdampak positif kepada pendapatan AALI di kuartal keempat 2013 dan kuartal pertama 2014.Namun di pasar modal, ekspektasi ini sudah mengejawantah menjadi peningkatan harga yang sangat signifikan apalagi di dalam pasar yang sedang bearish.
Dalam laporan keuangan AALI untuk Semester I tahun 2013, AALI mencatatkan pendapatan bersihnya sebesar Rp 5,5 triliun atau turun sebesar 2,7% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 5,6 triliun, dengan perolehan laba bersih sebesar Rp 717 miliar turun sebesar 25,2% dari Rp 958,6 miliar pada tahun lalu, hal ini sebagai dampak dari turunnya harga CPO AALI sepanjang Semester I tahun 2013 sebesar 15,8%, yaitu dari Rp 7.886 /kg pada periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 6.638 /kg.
AALI: Harga Sudah Terbang Mengantisipasi Kenaikan Pendapatan |
Sampai dengan Juli 2013, Malaysia meningkatkan produksi CPO menjadi sebesar 10,07 juta ton, meningkat sebesar 5,9% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yaitu sebesar 9,51 juta ton. Kenaikan produksi tersebut utamanya berasal dari perolehan produksi di bulan Juli yang mencapai 1,68 juta ton. Sementara untuk perkiraan produksi CPO Malaysia tahun 2013 mencapai 19,23 juta ton atau naik sebesar 2,4% dari produksi tahun lalu sebesar 18,79 juta ton.
Telkom Stock Split 1:5, Makin Mudah Menuju ke Rp 12.000?
Jakarta, 26 Agustus 2013 - PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk (TLKM) telah mengumumkan keputusan akan melakukan stock split 1 saham lama untuk 5 saham baru. AFN melihat bahwa dengan stock split ini Telkom akan makin mudah ke harga wajarnya Rp 12.000 apabila tekanan pada pasar secara umum tidak kuat.
Perdagangan dengan harga saham baru akan efektif lusa (28/8), yaitu dengan harga nominal Rp 50 dari sebelumnya Rp 250. Kalau harga TLKM tidak berubah di Rp 10.750, maka harga barunya akan di sekitar Rp 2.150. Saham yang dapat diperdagangkan akan menjadi sebanyak 100,8 miliar lembar.
Stock split yang biasanya digunakan untuk meningkatkan likuiditas ini mungkin akan memudahkan jalan Telkom menuju Rp 12.000, yaitu harga konsensus dari beberapa analis. Beberapa analis yang telah memasukkan target harganya yaitu Sucorinvest Central Rp 13.700, Daiwa Securities Rp 13.376, Ciptadana Sekuritas dan BNP Paribas Equity masing-masing Rp 12.000, dan Danareksa Sekuritas Rp 11.650. Terdapat potensi naik 11% lagi untuk pemegang saham Telkom.
Beberapa faktor yang mendorong harga wajar Telkom di atas harganya yang sekarang adalah Telkomsel masih membukukan pertumbuhan yang moderat di tengah perang harga. Pertumbuhan pendapatan ini masih di atas pertumbuhan biaya secara signifikan, sehingga memberikan laba yang cukup baik bagi perusahaan. Dengan neraca yang kuat dan arus kas yang baik, maka Telkom dapat melakukan ekspansi lebih daripada peersnya.
Tetapi AFN melihat bahwa kondisi pasar secara keseluruhan mungkin akan menunda hasil yang diharapkan dari stock split ini. Mata uang yang terus menerus melemah serta tingkat inflasi yang cukup tinggi dapat melemahkan minat investor terhadap bursa saham, dan mungkin terhadap saham Telkom secara khusus. Dengan potensi upside hanya 11%, investor finansial dapat melirik saham-saham lain yang masih besar potensi upsidenya dan lebih kecil risikonya.
Perdagangan dengan harga saham baru akan efektif lusa (28/8), yaitu dengan harga nominal Rp 50 dari sebelumnya Rp 250. Kalau harga TLKM tidak berubah di Rp 10.750, maka harga barunya akan di sekitar Rp 2.150. Saham yang dapat diperdagangkan akan menjadi sebanyak 100,8 miliar lembar.
Stock split yang biasanya digunakan untuk meningkatkan likuiditas ini mungkin akan memudahkan jalan Telkom menuju Rp 12.000, yaitu harga konsensus dari beberapa analis. Beberapa analis yang telah memasukkan target harganya yaitu Sucorinvest Central Rp 13.700, Daiwa Securities Rp 13.376, Ciptadana Sekuritas dan BNP Paribas Equity masing-masing Rp 12.000, dan Danareksa Sekuritas Rp 11.650. Terdapat potensi naik 11% lagi untuk pemegang saham Telkom.
Beberapa faktor yang mendorong harga wajar Telkom di atas harganya yang sekarang adalah Telkomsel masih membukukan pertumbuhan yang moderat di tengah perang harga. Pertumbuhan pendapatan ini masih di atas pertumbuhan biaya secara signifikan, sehingga memberikan laba yang cukup baik bagi perusahaan. Dengan neraca yang kuat dan arus kas yang baik, maka Telkom dapat melakukan ekspansi lebih daripada peersnya.
Tetapi AFN melihat bahwa kondisi pasar secara keseluruhan mungkin akan menunda hasil yang diharapkan dari stock split ini. Mata uang yang terus menerus melemah serta tingkat inflasi yang cukup tinggi dapat melemahkan minat investor terhadap bursa saham, dan mungkin terhadap saham Telkom secara khusus. Dengan potensi upside hanya 11%, investor finansial dapat melirik saham-saham lain yang masih besar potensi upsidenya dan lebih kecil risikonya.
Labels:
Stock Split,
Telekomunikasi Indonesia,
TLKM
Subscribe to:
Posts (Atom)