Jakarta, 24 September 2014 - PT Timah (Persero) Tbk., (TINS) membukukan kenaikan
kinerja keuangan dengan membukukan kenaikan laba bersih hingga 14,3% menjadi
sebesar Rp 202,75 miliar dengan didukung kenaikan pendapatan hingga 10,8% y sebesar
Rp 2,75 triliun setelah defisit permintaan timah di pasar global bertambah,
walaupun secara volume penjualan menurun.
Defisit permintaan timah global tersebut
membuat harga komoditas timah di pasar global mengalami kenaikan sehingga mendorong
kinerja Timah (Persero), pada semester pertama tahun ini.
Diprakirakan defisit permintaan timah yang
terjadi sejak tahun lalu tersebut masih berpeluang akan berlanjut hingga tahun
depan seiring meningkatnya konsumsi timah global terutama untuk industri
manufaktur elektronik dan kemasan makanan.
Sementara itu, penjualan Timah (Persero),
secara volume lebih rendah dibandingkan tahun lalu hanya sebesar 9,7 ribu ton
dibandingkan semester pertama tahun lalu sebesar 10,9 ribu ton, karena kebijakan
pembatasan ekspor. Namun karena harga timah dunia yang menguat, nilai pendapatan
PT Timah (Persero) Tbk tercatat tumbuh.
Berdasarkan kinerja operasional, Timah
(Persero), masih dibayangi dengan tingginya biaya produksi. Beban produksi
tercatat naik hingga 47,5% menjadi Rp 2,67 triliun dibandingkan dengan
sebelumnya sebesar Rp 1,80 triliun dengan komponen bahan baku menjadi komponen
biaya terbesar.
Biaya bahan baku tersebut yang merupakan
komponen produksi naik hingga 98% menjadi Rp 1,43 triliun dibandingkan dengan
tahun lalu sebesar Rp 718,84 miliar. Kenaikan biaya tersebut seiring kenaikan
volume produksi logam timah yang naik
12,42% menjadi 10,9 ribu ton dan produksi ore yang naik hingga 40,9% menjadi 14,4
ribu ton.
Marjin laba kotor PT Timah (Persero), Tbk.,
tercatat meningkat menjadi 23,71% dengan laba kotor naik menjadi Rp 651,93 miliar dibandingkan
dengan sebelumnya dengan dengan marjin laba kotor 19,84% dengan nilai laba
sebesar Rp 506,47 miliar.
Sementara itu, laba usaha PT Timah (Persero),
Tbk., tercatat naik 53,9% menjadi Rp 359,76 miliar dengan didukung kenaikan
beban usaha yang tidak lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan laba kotor.
Dari sisi rasio harga, price multiplier PT Timah (Persero) Tbk., masih relatif mahal dengan
mencatatkan PER hingga 23,90 kali dengan PBV 1,24 kali. Nilai PER tersebut
tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan pasar Indonesia dengan PER rata-rata
tertimbang sebesar 21 kali, namun PBV lebih rendah dibandingkan PBV pasar
indonesia sebesar 3 kali. Bahkan, jika dibandingkan dengan emiten timah di pasar
global yang go public, Price multiplier Timah (Persero) Tbk., juga lebih tinggi
dengan rata-rata PER emiten timah global sebesar 18,3 kali.
Namun, ASCEND melihat pendapatan perusahaan
sepanjang tahun ini dan tahun depan cenderung meningkat akibat kenaikan harga
karena minimnya ekspor dari Indonesia akibat kebijakan larangan ekspor minerba
mentah dari pemerintah di awal tahun ini. Kenaikan harga akan mendorong kinerja
bottom line sehingga harga saham di pasar
masih berpeluang menguat.
Apalagi Timah (Persero) sudah mampu memproduksi
logam timah (refined tin) hingga
mencapai 10,8 ribu ton dalam semester pertama ini. Tahun depan diharapkan
perusahaan sudah kembali memperoleh pendapatan dari pasar ekspor dengan nilai
jual yang lebih tinggi.