Jakarta, 1 Desember 2014 - PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk (TLKM) selama
triwulan ketiga 2014 ini masih merupakan salah satu yang terbaik dari semua
emiten telekomunikasi meskipun hanya tumbuh moderat. Sementara itu beberapa
emiten telekomunikasi besar lainnya seperti PT XL Axiata, Tbk (EXCL) dan PT Indosat,
Tbk (ISAT) justru dan masih tertekan. Dua operator CDMA juga tertekan akibat
pasar CDMA yang kalah dibandingkan dengan GSM sehingga pertumbuhan keduanya
lambat.
Sejauh ini hanya Telkom yang mampu mencatatkan
perolehan laba sementara kompetitor lainnya justru mengalami kerugian selama
triwulan ketiga 2014 ini.
ASCEND melihat, hal tersebut disebabkan oleh beban
operasional telekomunikasi yang tinggi pada sektor ini, sementara pertumbuhan
industri rendah. Ini membuat beberapa emiten mengalami penurunan profitabilitas
dengan ditunjukkan pada penuruan laba sebelum bunga, pajak, penyusutan dan
amortisasi (EBITDA) pada hampir semua
emiten telekomunikasi selain Telkom.
Industri telekomunikasi yang telah memasuki
level mature atau level jenuh hanya mampu mendorong pertumbuhan terbatas di beberapa
segmen saja. Di sisi lain, beban tidak tertutup sehingga beberapa emiten
mengalami penurunan kinerja.
Dibandingkan lainnya, Telkom sejauh ini
membukukan kinerja terbaik dengan laba bersih hingga Rp 11,45 triliun atau
mengalami pertumbuhan hingga 17,38% y-o-y.
Perolehan laba Telkom ini didukung oleh marjin
EBITDA yang signifikan hingga mencapai 58,84%. Sementara beberapa emiten
telekomunikasi tercatat membukukan EBITDA margin yang lebih rendah. Kenaikan
EBITDA Telkom tersebut seiring dengan produktivitas aset Telkom yang
signifikan.
Dibandingkan operator GSM lainnya, Telkom masih
menjadi market leader. Telkom membukukan
kenaikan penjualan 7,06% menjadi Rp 65,84 triliun dengan didukung oleh
pendapatan pemakaian telepon seluler yang mencapai Rp 25,03 triliun dan
pendapatan sambungan internet yang mencapai Rp 26,92 triliun. Dua kompetitor
GSM lainnya, XL Axiata dan Indosat hanya membukukan pendapatan sebesar
masing-masing Rp 16,42 triliun dan Rp 14,29 triliun pada opeasional GSM
keduanya.
Meskipun kinerja profitabilitas positif, TLKM
masih dihadapkan beberapa masalah dalam kebijakan perseroan tersebut. Beberapa
waktu lalu, saat Telkom akan menjual anak usaha Dayamitra Telekomunikasi kepada
Tower Bersama Infrastruktur, Tbk (TBIG) dengan opsi tukar saham yang masih
bermasalah karena tidak semua dewan komisaris menyetujui hal tersebut.
Selain itu, Telkom memiliki liabilitas terhadap
karyawan yang mencapai hampir Rp 3 triliun dan juga beban pajak tangguhan yang
juga mencapai Rp 3 triliun. Keduanya, dimasa mendatang cenderung menjadi beban
dan menekan profitabilitas dari Telkom.
Kompetitor Telkom terdekat, XL Axiata yang
sebelumnya mencatat profitabilitas tinggi dan kinerja keuangan positif, dalam
dua triwulan terakhir menunjukkan tekanan profitabilitas akibat tingginya beban
infrastruktur dan beban keuangan.
Beban infrastruktur dan beban keuangan XL
Axiata ini meningkat pasca akuisisi dan konsolidasi terhadap AXIS pada awal
tahun lalu. Bahkan jika Axis dikonsolidasikan dengan XL Axiata sejak awal
tahun, XL akan mencatatkan rugi usaha hingga Rp 5,12 triliun dengan dengan
pendapatan sebesar Rp 18,07 triliun.
Namun, dengan akuisisi Axis tersebut, XL akan
mendapat pembagian sprektrum gelombang frekuensi radio yang lebih besar dari
Telkom, Indosat dan Hutchison sehingga memiliki kapasitas aliran data yang
lebih besar dan potensi interferensi signal lebih kecil.
Potensi inilah yang ke depan akan dimiliki XL
Axiata. Namun hal tersebut akan butuh
waktu setidaknya dua atau tiga tahun saat kualitas layanan signal diperbaiki,
baru dapat diharapkan adanya penambahan pelanggan XL.
Operator lainnya, Indosat, masih menunjukkan
tekanan selama triwulan ketiga ini meskipun mencatatkan pendapatan hingga Rp
17,72 triliun atau turun tipis 1% dibandingkan dengan periode tahun lalu, namun
pendapatan seluler ini hanya sebesar Rp 14,29 triliun lebih rendah dari Telkom
dan XL Axiata.
Secara performa, pada triwulan ketiga ini,
EBITDA marjin Indosat lebih baik dari XL Axiata namun lebih rendah dari Telkom
sebesar 37,23% setelah beban depresiasi yang turun dibandingkan dengan tahun
lalu. Namun, beban infrastruktur dan layanan telekomunikasi yang naik dan beban
keuangan yang meningkat pula, membuat Indosat membukukan kerugian.
Minimnya inovasi disaat industri masuk pada
fase mature, membuat Indosat belum
mampu mendorong pendapatan, hal ini berbeda dengan Telkom lewat Telkomsel dan
XL Axiata.
Sementara itu, dua operator CDMA, PT Bakrie
Telecom, Tbk (BTEL) dan PT Smart Fren, Tbk
(FREN) juga tertekan akibat industri CDMA yang tidak tumbuh hingga saat ini.
Keduanya memjajaki kerjasama pembagian pita frekuensi LTE atau teknologi
lanjutan CDMA yang masih dalam proses Depkominfo.
Diharapkan paling cepat dua tahun mendatang
frekuensi LTE baru akan dapat beroperasi di Indonesia. Namun, hingga saat itu
tiba sepertinya operator CDMA masih harus bekerja sama dengan operator GSM dalam
mendorong pendapatan lewat bundling
paket, akibatnya pertambahan pelanggan operator ini cenderung lambat.
Saham TLKM 28 Nov 2014 |