Jakarta, 24 Oktober 2014 - PT Telekomunikasi Indonesia (Persero), Tbk
berencana melepas kepemilikan saham atas PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel)
kepada PT Tower Bersama Infrastructure, Tbk (TBIG). Diversifikasi ini akan
dilakukan dengan cara share swap antara saham Mitratel dan saham Tower Bersama.
Siapakah yang diuntungkan?
ASCEND melihat sejauh ini transaksi ini masih wajar dan cenderung tidak
ada yang dirugikan baik Telkom maupun Tower Bersama. Nilai transaksi tukar
guling saham ini tidak jauh berbeda dengan harga rata-rata saham TBIG yang akan
ditukar dengan Mitratel.
Sebagaimana dalam keterangan kepada wartawan dan juga keterbukaan
informasi Telkom, Mitratel akan dilepas sebanyak dua tahap. Pada tahap pertama,
Telkom akan menukar 49% saham Mitratel dengan 5,7% saham Tower Bersama. Hak
untuk mengonsolidasikan Mitratel diserahkan kepada Tower Bersama.
Tahap kedua akan dijalankan dalam jangka waktu 2 tahun mendatang setelah
tahap pertama dieksekusi. Telkom mempunyai opsi untuk menukar sisa 51% saham
Mitratel dengan 6% saham Tower Bersama ditambah bonus Rp 1,74 triliun apabila Mitratel
mencapai kinerja yang disepakati oleh keduanya.
Dalam transaksi ini, jika terealisasi, diprakirakan nilai transaksi akan
mencapai Rp 11,06 triliun atau setara dengan
perolehan Telkom atas 13,7% saham TBIG pada harga Rp 7.972 per saham.
Mitratel dengan transaksi ini berhasil dijual Telkom dengan harga yang
mencerminkan PBV 1,36 kali
Transaksi tersebut juga sudah termasuk pembayaran atas hutang Mitratel
sebesar Rp 2,71 triliun atas Bank BRI dan sindikasi Bank BRI, BNI dan Mandiri,
ditambah dengan estimasi penyesuaian saat penutupan transaksi sebesar Rp 534
miliar.
Keuntungan yang diperoleh Telkom
dari divestasi ini adalah:
- Menara dapat memperoleh nilai tambah lebih bila dioperasikan oleh Tower Bersama, yaitu dengan meningkatkan jumlah pengguna dan tidak terbatas di kalangan Telkom sendiri;
- Efisiensi biaya. Pasca pemberhentian operasi Flexi yang sekarang dialihkan kepada anak usaha Telkom lainnya, Telkomsel, maka tingkat penyewaan menara pada Mitratel akan cenderung menurun karena mayoritas pengguna menara Mitratel adalah Telkom Flexi. Dengan pengalihan kepemilikan menara, Telkom tidak terbebani dengan biaya-biaya terkait pemeliharaan menara;
- Telkom dapat memperoleh imbal hasil investasi yang sebelumnya diperoleh dari Mitratel menjadi dari Tower Bersama.
Namun langkah yang perlu menjadi perhatian Telkom dan investor adalah:
- Telkom kehilangan hak konsolidasikan asset dan pendapatan Mitratel pada tahap pertama, padahal masih memiliki hak pengendalian. Kalau pada 2 tahun ke depan Tower Bersama kemudian tidak melaksanakan (exercise) haknya untuk mengambil sisa Mitratel, artinya Telkom tetap kehilangan hak konsolidasi itu untuk nilai yang lebih kecil daripada seharusnya;
- Pembayaran Rp 1,74 triliun akan dilakukan apabila kinerja Mitratel mencapai tingkat tertentu. Pertanyaan yang patut diajukan adalah siapakah yang bertanggungjawab atas pencapaian performa tersebut? Apakah Telkom sebagai pengendali 51%, atau Tower Bersama yang sudah mengkonsolidasikan kinerja ke dalam kinerja perusahaannya sendiri?
- Transaksi ini juga masih berpotensi mendapatkan kendala dari sisi hukum bagi Telkom. Sesuai UU Keuangan Negara, penjualan aset pemerintah yang melebihi nilai Rp 100 miliar harus mendapatkan persetujuan DPR, kecuali asset tersebut berpotensi merugikan keuangan Negara.
Mitratel yang hingga saat ini sepenuhnya masih dikendalikan
oleh Telkom yang mempunyai 3.928 menara dengan 4.363 penyewaan. Di samping itu,
aset Mitratel juga dibiayai oleh hutang bank yang mencapai Rp 2,7 triliun
sementara nilai buku ekuitas sekitar Rp 5,75 triliun.
Pasar terlihat mengapresiasi rencana divestasi
ini, terlihat dari kecenderungan harga yang naik cukup signifikan dibandingkan
bulan sebelumnya.
Sementara di sisi Tower Bersama, akuisisi ini akan membuat saham lama akan terdilusi hingga
mencapai 13%.
Sebagai catatan, kinerja Tower Bersama selama semester pertama lalu
tidak terlalu bagus. Perusahaan mencatat penurunan laba bersih hingga 21,3%
menjadi hanya Rp 664 miliar yang salah satu penyebabnya karena beban keuangan
yang meningkat hingga 51%.
Selama enam bulan kemarin, pendapatan Tower Bersama masih tercatat
tumbuh hingga 24,4% menjadi Rp 1,58 triliun dibandingkan dengan sebelumnya
sebesar Rp 1,27 triliun dengan didukung oleh pendapatan dari 18.028 titik
penyewaan menara.
Sebelum akuisisi, Tower Bersama memiliki 11.266 menara untuk tersedia
disewakan kepada penyedia layanan telekomunikasi yang tersebar di seluruh
Indonesia hingga akhir semester pertama lalu. Paska akuisisi, Tower Berama akan
memiliki hamper 15.000 menara.
Setelah aksi korporasi ini, 50,6% saham Tower Bersama dimiliki dan
dikendalikan Grup Saratoga dan sebesar 35,6% oleh publik, sementara sisanya
oleh Telkom. Sejauh ini, akibat rencana aksi korporasi yang belum terealisasi
ini, tampaknya TBIG mendapat apresiasi oleh pasar dengan membukukan kenaikan harga hingga 10,4% dari penutupan
pada 10 Oktober 2014 lalu saat pengumuman resmi dari kedua emiten yang terlibat
aksi korporasi ini.