Jakarta, 10 Desember 2013 – Bukopin bertekad untuk menjaga marjin
bunga bersih (NIM) pada kisaran 5% sebagai upaya pendorong pertumbuhan. Caranya yaitu
mendorong kemitraan dengan Taspen dan Jamsostek, peningkatan KPR, efisiensi cost of fund dan peningkatan fee based income dari
kemitraan.
Glen Glenardi menyatakan NIM Bukopin memang turun
dibanding periode sebelumnya. Penurunan ini karena cost of fund cukup tinggi yang ditunjukkan dengan kenaikan bunga
deposito hingga 10% dan porsi kredit dari Bulog yang naik. Apalagi deposito Bank
Bukopin cukup besar porsinya.
Satu faktor penekan NIM adalah kredit Bulog. Kredit
Bulog tercatat meningkat hingga Rp 2,6
triliun menjadi Rp 7,7 triliun pada kuartal ketiga 2013 dibanding periode yang
sama tahun lalu sebesar Rp 5,1 triliun. Bulog hanya memberikan bunga pinjaman
sebesar JIBOR +2%, sementara kredit non Bulog sudah di kisaran 5%. Porsi bulog
sendiri naik dari periode sebelumnya adalah untuk meminimalisasi risiko akibat
kebutuhan likuiditas yang tinggi.
Selama tahun ini, total kredit Bulog mencapai Rp
22 triliun. Sebesar Rp 11 triliun dipenuhi dari pembiayaan oleh Bank BRI,
sementara Rp 6 triliun ditargetkan diserap oleh Bukopin, artinya ada sekitar Rp
5 triliun pembiayaan lain yang harus didapatkan Bulog. Diharapkan dengan
permintaan yang cukup tinggi ini, pada tahun mendatang Bukopin dapat menaikkan
posisi tawarnya untuk bernegosiasi kepada Bulog.
Selain itu, penurunan NIM juga diakibatkan
kredit komersil yang diperlambat karena risikonya yang tinggi bila ekonomi
sedang mengalami turbulensi. Padahal, kredit komersil menawarkan bunga yang
atraktif. Namun bila hal ini tidak dilakukan, kredit komersil berpotensi
meningkatkan NPL di masa depan.
Untuk mendorong NIM pada tahun 2014, Bukopin
akan mengoptimalkan kemitraan dengan Taspen. Seperti diketahui dulu Taspen
mampu memberikan yield hingga 20%. Namun tantangannya, pangsa pasar Taspen
dikuasai Bank BRI dan Bank BTPN. Saat ini Bukopin hanya memiliki kemitraan
dengan satu koperasi Taspen dalam bentuk B2B, sementara tahun 2014, Bukopin berupaya
mendorong dapat menjalin kemitraan dengan 4 koperasi pensiunan.
Likuiditas industri perbankan diuji di 2014
Menurut Glen Glenardi, Direktur Utama Bukopin, di tahun
2014, Bukopin melihat bahwa likuiditas akan menjadi tantangan industri
perbankan akibat kebijakan pengetatan moneter oleh Bank Indonesia. Hal ini
berdampak pada penurunan deposito dan aset Bukopin selama tiga bulan ketiga tahun
2013. Penurunan ini tetap terjadi walaupun deposito sudah menawarkan bunga
hingga 10%.
Secara year-on-year baik aset maupun dana pihak
ketiga, keduanya masih mencatatkan kenaikan. Aset Bukopin tumbuh 12,54% yoy,
sementara dana pihak ketiga meningkat 11,12% yoy. Demikian pula kredit Bukopin
yang tercatat membukukan kenaikan selama tiga bulan kuartal ketiga 2013 menjadi
Rp 49,2 triliun dari sebelumnya Rp 46,2 triliun dari kuartal kedua lalu. Kredit
bahkan mencatatkan kenaikan hingga 16,87% dibanding periode yang sama tahun
lalu.
Fee based income
Pertumbuhan fee based income mencapai 18,52%
menjadi Rp 572 miliar pada kuartal ketiga tahun ini dibanding tahun lalu
sebesar Rp 482 miliar. Bahkan porsi pendapatan dari sektor ini menyumbang 25% dari total pendapatan Bukopin.
Pendapatan dari segmen kartu kredit tercatat
sebesar 52,3% atau sebesar Rp 299,2 miliar dari seluruh fee based income, sementara dari treasury sebesar 12,3%.
Bukopin telah menjalin kerja sama dengan PLN,
Jamsostek, Swamitra, Mutifinance dan Bosowa, diharapkan dalam tahun mendatang,
kemitraan strategis akan mendorong pendapatan dari sektor ini.
Bukopin merupakan bank pertama yang memberikan
pelayanan pembayaran listrik oleh pelanggan PLN, selain itu dalam tahun
mendatang Bukopin akan membiayai pembangunan power plant PLN hingga Rp 6
triliun. ini tidak hanya menambah fee based income juga berpotensi menambah
interest income.
Bukopin juga bekerja sama dengan Jamsostek
dalam penerbitan kartu kredit dan debit berupa “smart card” yang diharapkan
juga menambah pendapatan dari sisi layanan dan jasa.
Bosowa, sebagai partner baru BBKP yang dikenal mempunyai
bisnis di berbagai segmen akan meningkatkan pertumbuhan baik kredit maupun fee
based income. Bosowa mempunyai bisnis di industri semen, finance, infrastruktur
seperti jalan tol dan otomotif dan pembiayaannya.
Right issue
Penawaran umum terbatas atau right issue BBKP ditujukan
untuk meningkatkan kekuatan modal bank. Pesetujuan right issue akan
diselenggarakan melalui rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada 11
Desember mendatang.
Bosowa tidak akan menjadi standby buyer. Namun,
Bosowa dan Kopelindo sendiri sebagai pemegang saham mayoritas berkomitmen untuk
mengeksekusi hak memesan efek terlebih dahulu dalam penawaran umum terbatas
atau right issue nanti.
Right issue rencananya akan dilakukan pada
kisaran harga Rp 650 hingga Rp 700 per lembar saham. Bahana dalam risetnya yang
rencana akan dirilis pekan depan mentargetkan
harga Bukopin Rp 600. Right issue sebanyak-banyaknya akan dilakukan sebesar 25%
dari saham beredar sekarang.