Jakarta, 2 Juli 2014 – PT XL Axiata, Tbk
(EXCL) berencana melepas beberapa kepemilikan atas jaringan menara
transmisinya. ASCEND melihat upaya tersebut dilakukan XL untuk menekan beban penyusutan
yang cukup tinggi sehingga mengurangi laba perseroan cukup signifikan. Dengan
upaya pelepasan menara BTS tersebut, perputaran dan marjin laba diharapkan akan
naik, namun nilai asetnya akan berkurang.
Hasnul Suhaimi, Direktur Utama XL Axiata, dalam
keterbukaan informasi menyatakan XL Axiata saat ini menggunakan sekitar 10.000
unit menara BTS dengan 80% merupakan milik sendiri dan rencananya akan dikurangi
hingga 7.000 unit melalui penjulanan sistem lelang. Sebelumnya dalam paparannya
kepada publik awal tahun lalu, XL berencana mengurangi hampir seluruh menaranya
hingga 8.000 unit.
Sementara itu, dalam portofolio asetnya, XL
Axiata merupakan operator seluler berbasis GSM memiliki jaringan infrasturktur
terbesar ketiga di seluruh Nusantara setelah Telkomsel dan Indosat. Sejak mulai
beroperasi tahun 1995 lalu, XL telah
mengakusisi jaringan infrastruktur telekomunikasi sebesar Rp 54,58 triliun.
Karena beban penyusutan yang harus disisihkan untuk
pengelolaan aset tersebut termasuk menara BTS tersebut sangat tinggi yaitu
hingga Rp 5 triliun per tahun, sementara pembangunan menara XL Axiata dibiayai
menggunakan hutang, marjin XL Axiata pun cenderung berkurang.
Dengan melepas sebagian besar aset yang berupa
menara telekomunikasi, diharapkan XL Axiata dapat menekan beban penyusutan dari
asetnya tersebut. Selain itu, pendapatan dari segmen sewa menara juga relatif
rendah, sementara biaya yang harus dikeluarkan untuk pemeliharaan infrastruktur
tersebut relatif tinggi.
Tercatat pendapatan sewa selama triwulan
pertama 2014 sebesar Rp 256,46 miliar hanya berkontribusi sebesar 4,56% dari seluruh total pendapatan,
sementara beban pemeriharan dan perbaikan jaringan mencapai Rp 623,94 miliar
atau sebesar 35% dari beban langsung.
Biaya sewa menara 7.000 menara tiap tahun
diprakirakan mencapai Rp 4,5 hingga Rp 5
triliun tiap tahun, sementara beban penyusutan yang mencapai Rp 5 triliun per
tahun tersebut dapat dialihkan untuk pembayaran sewa, sedangkan biaya perawatan
seluruh jaringan infrastruktur berkurang signifikan sehingga menekan beban operasional,
maka kebijakan XL Axiata tersebut diharapkan mendorong oportunitas marjin dari
selisih beban tersebut.
Diprakirakan tiap tahun, secara financial XL Axiata akan menghemat sekitar Rp 1,5
triliun per tahun dengan cara menyewa menara telekomunikasi tersebut.
Namun, dengan penjualan itu, XL Axiata
kehilangan beberapa oportunitas lain. Dengan rencana XL Axiata menjual menara
tersebut, XL Axiata secara operasional akan mengandalkan pihak lain untuk
penyediaan telekomunikasi.
Selain itu, secara neraca finansial, aset XL
akan berkurang karena Rp 28 triliun secara nilai buku dari Rp 61 triliun
asetnya merupakan perangkat telekomunikasi dan jaringan menara tersebut.
XL Axiata juga bergantung pada pihak ketiga,
jika terdapat gangguan telekomunikasi, intersep atau gangguan lainnya,
dipastikan akan ada jeda waktu lama untuk memperbaiki. Selain itu, faktor
kepercayaan beberapa segmen pelanggan kemungkinan cenderung berkurang, dimana
aliran data yang diselenggarakan XL Axiata akan melalui pihak ketiga.
Rencananya, pendapatan penjualan menara menara tersebut
digunakan untuk membayar hutang. Tercatat hutang yang harus dibayar XL Axiata
sebesar Rp 22,72 triliun dengan yang jatuh tempo pada tahun ini sebesar Rp 3,07
triliun dengan suku bunga rata-rata 10% hingga 11% pertahun. Hutang XL Axiata
sebesar 48% atau sekitar Rp 10,5 triliun dalam denominasi Dollar AS, sementara
pendapatan XL Axiata berbasis Rupiah, sehingga hal ini juga cenderung mendorong
beban keuangan XL Axiata.
Sebagai catatan nilai buku peralatan dan
jaringan XL Axiata saat ini sebesar Rp 25 triliun termasuk menara BTS
didalamnya, maka penjualan seluruh menara BTS itu pun belum tentu akan menutup
seluruh hutangnya.
Dengan penjualan 7000 menara BTS tersebut
diprakirakan hanya menutup 60% hingga 75% dari seluruh total hutang XL Axiata,
artinya meskipun menjual seluruh menara BTS, biaya keuangan yang masih
ditanggung tetap masih ada, meskipun relatif turun.
Sebagai catatan biaya keuangan XL Axiata cukup
tinggi hingga sebesar Rp 556,60 miliar atau 10% dari turnover yang dibukukan pada triwulan pertama 2014 ini.
ASCEND melihat kedepan, upaya yang dilakukan XL
Axiata ini lebih cenderung mengalihkan protofolionya menjadi tidak sepenuhnya
berbasis penyedia informasi, tetapi juga sebagai perusahaan keuangan dimasa
mendatang.
ASCEND melihat, perputaran sektor infrastruktur
relatif lebih rendah dibandingkan dengan perputaran penyedia jasa informasi dan
konten itu sendiri. Selain itu, dimasa mendatang, sistem pembayaran online yang menjanjikan perputaran cukup
tinggi telah mulai diselenggarakan oleh beberapa operator telekominikasi
seperti XL Axiata, tidak hanya oleh perbankan.
Upaya penjualan beberapa aset ini adalah untuk
beralih ke sektor bisnis yang menjanjikan perputaran tinggi.