Ketegangan di Iraq sejak pekan kemarin
mendorong harga minyak dunia meningkat yang akibatnya untuk ekonomi Indonesia
yang masih mengandalkan energi dari minyak berpotensi mendorong defisit
perdagangan. Dengan melebarnya defisit perdagangan tersebut, efek simultannya
juga bisa menekan pergerakan nilai tukar Rupiah dan juag menekan pertumbuhan
ekonomi nasional.
Harga minyak jenis light sweet WTI yang ditransaksikan di pasar Nymex tercatat sebesar
US$ 107 per barrel atau naik 5% jika dibandingkan dengan dua pekan lalu pada
kisaran harga US$ 102 per barrel, sementara minyak jenis brent crude tercatat
ditransaksikan pada harga US$ 115 atau naik 7,5% dibandingkan awal bulan lalu. Saat
ini harga patokan Indonesian Crude Price (ICP) berada pada kisaran US$ 112
hingga 115 per barrel pasca kenaikan harga minyak dunia.
Dengan kenaikan harga minyak tersebut cenderung
mengakibatkan kenaikan defisit perdagangan terutama dari sektor migas mengingat
63% kebutuhan energi minyak domestik dipenuhi lewat impor.
Berdasarkan nilainya, defisit yang diakibatkan
oleh sektor migas pada April 2013 hingga April 2014 lalu sebesar US$ 12,29
miliar atau masih menurun dibandingkan defisit migas dari Desember 2013 lalu
sebesar US$ 12,63 miliar. Hal ini terjadi sebelum kenaikan harga minyak dunia
sejak dua pekan terakhir ini.
Pada April tersebut harga minyak dunia masih
pada kisaran US$ 100 per barrel. Namun, kenaikan harga minyak yang mencapai 7%
sejak dua pekan terakhir, diprakirakan defisit akan cenderung naik lebih dari
kenaikan harga minyak, mengingat 93% impor migas adalah hasil minyak dan minyak
mentah, sementara yang merupakan minyak mentah dan hasil minyak kurang dari
keseluruhan ekspor migas.
Dengan asumsi defisit kebutuhan minyak minyak 1
juta barrel per hari dan kenaikan harga minyak ICP pada harga US$ 115 per barrel sejak hampir dua pekan ini, nilai
impor perdagangan migas selama Mei dan Juni diprakirakan akan bertambah sebesar
US$ 5 miliar sehingga secara year on year
defisit dari sektor migas naik hingga 9 hingga 11%.
Sebagai catatan, kebutuhan impor bahan bakar
minyak selama tahun 2014 ini diprakirakan akan naik menjadi 1,7 barrel per hari
atau naik jika dibandingkan dengan tahun lalu sebesar 1,6 juta barrel per hari.
Sementara produksi dalam negeri hanya dapat dipenuhi sebesar 600 ribu barrel
per hari.
Sementara itu, selama bulan April kemarin tercatat defisit neraca perdagangan sebesar US$
1,96 juta atau defisit terbesar bulanan selama 2014. Selama tahun 2014 tercatat defisit perdagangan sebesar
US$ 894 juta. Impor Indonesia tercatat naik hingga 11,93% menjadi US$ 16,26
miliar selama April jika dibandingkan dengan Maret lalu, namun masih tercatat
turun 4,23% selama tahun berjalan jika dibandingkan dengan tahun lalu.
Sementara itu, ekspor selama April tercatat turun hingga 5,92% menjadi US$
14,29 miliar dibandingkan dengan Maret lalu. Selama tahun berjalan tercatat
ekspor turun 2,63%.
Dari total defisit neraca perdagangan, sejak
April 2013 hingga 2014 defisit terjadi diakibatkan oleh defisit migas sebesar
US$ 12,27 juta, sementara dari sektor non-migas mencatatkan surplus sebesar US$
9,27 juta. Kontribusi impor hasil minyak yang masih tinggi juga mendorong
defisit dari sektor migas tersebut hingga sebesar US$ 24,12 miliar, sementara
sektor gas mencatatkan surplus sebesar US$ 15,31 miliar.