Rabu, 14 Januari 2014 - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada awal pekan (13/1) kemarin membukukan kenaikan tertinggi hingga 3,19% atau paling
signifikan sejak September tahun lalu dengan didorong aksi beli investor asing
yang mencapai hampir Rp 2 triliun atau aksi beli asing yang tertinggi sejak Mei
2013 lalu. Hal ini berlanjut sampai hari ketiga pekan ini.
Hingga sore
perdagangan hari ini, Rabu, 14 Januari 2014, investor asing pun kembali
mencatatkan net buy hingga Rp 1,07
triliun dengan secara berturut-turut pada pekan kedua Januari ini setelah asing
memcatatkan pembelian dalam jumlah signifikan, apakah hal itu mengindikasikan
asing mulai masuk lagi ke Indonesia setelah pada semester kedua 2013 lalu capital outflow di pasar modal tercatat hingga Rp 40,1
triliun?
Beberapa spekulasi
tentang analisis asing kembali ke emerging
market terutama pasar Indonesia, berkembang di pasar selama pekan ini
akibat membaiknya ekonomi AS, the Fed yang tidak menghentikan program
stimulusnya dan hanya mengurangi stimulusnya 9% atau US$ 10 miliar menjadi US$
75 miliar dan pasar Indonesia yang sudah mencapai bottom line sehingga potensial menguat seperti pasar regional
lainnya.
Faktor pertama adalah karena data tenaga kerja AS
yang membaik. Parameter pengangguran AS turun menjadi
6,7% pada akhir tahun lalu dibandingkan bulan sebelumnya yang masih berkisar
pada angka 7%. Ini mendorong kembalinya investor asing ke pasar Indonesia.
Faktor kedua yaitu efek the Fed tapering
tampaknya sudah pudar. Ketika tahun lalu strategi the
Fed untuk memangkas, melanjutkan atau bahkan menghentikan program stimulus tidak jelas, pasar negara berkembang termasuk Indonesia bergerak volatile. IHSG turun signifikan hingga level
3.838 dari level tertingginya pada 5.251 poin, diikuti oleh
keluarnya investor asing dari Indonesia.
Namun,
dengan kepastian the Fed yang mempertahankan stimulusnya sebesar US$ 75 miliar
hingga inflasi AS mencapai 2,5% dan angka pengangguran turun hingga 6,5% untuk
menjaga pertumbuhan ekonomi AS membuat optimisme asing kembali. Asing kembali masuk ke pasar
Indonesia karena likuiditas pendanaan dari institusi keuangan di AS terjamin
oleh stimulus the Fed..
Faktor ketiga yaitu, investor asing menilai Indonesia masih termasuk murah dibandingkan potensi pertumbuhannya. Hal ini
terlihat dengan rata-rata PER atau price
earnings ratio yang berada pada kisaran 15,2 kali atau lebih rendah dari
rata-rata beberapa indeks regional mendorong investor asing kembali masuk ke
Indonesia.
Indices
|
PER
|
Jakarta Comp.
|
15.20
|
Thai SET
|
14.59
|
S&P 500
|
19.51
|
India Sensex
|
17.76
|
Hang Seng
|
11.43
|
Straits Times
|
12.30
|
Kospi
|
11.73
|
Philippines
|
31.66
|
Average
|
16.77
|
Sebagai catatan, IHSG telah hanya naik 2% yoy
dibandingkan dengan rata-rata indeks global yang naik mencapai 20%, dengan
kenaikan tertinggi oleh Argentina 79,3% disusul Nikkei Jepang yang mencapai
42,8% dinilai terlalu rendah dibandingkan pasar internasional.
Faktor yang keempat yaitu, pertumbuhan ekonomi
Indonesia meskipun diprakirakan melambat, namun masih mencatatkan nilai
tertinggi kedua di dunia. Ini meyakinkan investor asing bahwa
Indonesia masih dapat memberikan imbal hasil yang relatif tinggi dibandingkan dengan negara lain. Apalagi setelah Bank Indonesia dalam keputusan rapat
bulanan di bulan Januari pekan kemarin memutuskan tetap mempertahankan suku
bunga acuan pada level 7,5%.
Disisi lain, Rupiah sempat menguat
terhadap Dollar AS pada level tertinggi pada Senin 13 Januari, sejak sebulan terakhir. Rupiah ditutup pada level Rp
12.047 per Dollar AS akibat kembali masuknya investor asing kemarin.
Sebagai catatan pula, di hari yang sama, indeks regional Asia ditutup beragam, Thailand turun 0,4% di tengah
protes terhadap pemerintah, India naik 1% di tengah kenaikan inflasi hingga
11,62% yoy, Shanghai turun 0,5% ditekan penurunan saham properti, Sydney
terkoreksi 0,4% ditekan saham pertambangan, sementara Kospi naik 0,6% didorong
sektor manufaktur dan elektronik.
Penguatan indeks regional ini memberikan indikasi bahwa asing masuk di pasar-pasar regional, walaupun lebih banyak
di Indonesia dibanding emerging market lain, mengingat dalam dua hari transaksi ini hanya
bursa Indonesia dan Nikkei yang menguat signifikan, sementara India dan
regional lain masih menguat wajar. Hal ini tentu memberikan faktor risiko
tersendiri terhadap investor lokal, yaitu hot money.
Namun, yang
perlu diperhatikan sebagai faktor risiko adalah mewaspadai hot money yang berada di pasar saham. Seperti diketahui di pasar
saham, asing masuk terutama pada saham unggulan yang sifatnya sangat likuid,
sehingga kapan saja investor asing bisa menarik investasinya dari bursa Indonesia,
sebagaimana yang terlihat pada Mei 2013 lalu, akibatnya pun IHSG terkoreksi
signifikan dan banyak investor ritel yang merugi akibat terlambat keluar atau
yang baru masuk di saat level IHSG tinggi dimana investor asing keluar.
Sisi
positifnya, AFN melihat dengan dorongan investasi asing yang masuk diharapkan
akan mendorong pergerakan IHSG dan implikasinya pun akan memberikan imbal hasil
yang naik juga dirasakan investor domesik yang portofolionya mencapai 60% dari
total portofolio IHSG.