Jakarta, 7
November 2014 – PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) mencatatkan pertumbuhan
pendapatan 38% menjadi Rp 4,81 triliun. Kenaikan pertumbuhan terutama didorong
oleh pertumbuhan kain mentah dan kain jadi yang masing-masing tumbuh 43% dan
33%.
Perusahaan tekstil
yang memproduksi berbagai jenis tekstil termasuk untuk militer ini hanya
mencatat laba bersih 6% dikarenakan peningkatan beban keuangan yang cukup
tinggi, 59% menjadi Rp 226,28 miliar.
Pendapatan
perusahaan naik 38% menjadi Rp 4,81 triliun dibandingkan tahun lalu Rp 3,5
triliun. Angka ini bahkan lebih tinggi dari perolehan setahun penuh di tahun
2013, yaitu Rp 4,71 triliun. Perusahaan menjual kain jadi, benang, pakaian jadi
dan kain mentah baik ke Negara lain maupun ke pasar sendiri. Ekspor perusahaan
mencapai Rp 2,72 triliun atau 53% dari total penjualan, sementara sisanya yaitu
Rp 2,41 triliun atau 47% dijual di dalam negeri.
Pertumbuhan
tertinggi perusahaan berasal dari produk kain mentah yang naik 43% jadi Rp
775,53 miliar dari sebelumnya Rp 542,72 miliar. Akan tetapi kontribusi kain
mentah termasuk kecil yaitu hanya sekitar 15% dari total penjualan. Sementara kontributor
pertumbuhan kedua adalah kain jadi yang naik 33% jadi Rp 1,6 triliun, dan kontributor
ketiga adalah benang yang naik 20% jadi Rp 2,19 miliar. Benang juga merupakan
kontributor utama dari Sri Rejeki.
Peningkatan
beban keuangan yang menekan laba bersih perusahaan berasal dari peningkatan
utang jangka panjang sampai dengan Rp 3,57 triliun dibandingkan akhir tahun
2013 yang hanya Rp 1,04 triliun. Utang jangka panjang tersebut adalah wesel
bayar dalam US Dollar dengan bunga 9% dan jatuh tempo pada 2019. Wesel bayar
ini akan diperdagangkan di SGX-ST dan memiliki opsi membeli kembali dengan
kondisi-kondisi tertentu.
Hal ini
membuat kinerja profitabilitas Sri Rejeki menurun terutama pada marjin laba
bersih menjadi 5,5% dari sebelumnya 7,2%. Namun
imbal hasil atas ekuitas melonjak jadi 31,2% dari 13,3% karena
peningkatan utang tersebut.
Menurut
ASCEND peningkatan utang yang cukup tinggi itu tidak memberikan pengaruh
negative yang terlalu besar terhadap kinerja perusahaan. Rasio EBITDA pada
beban keuangan masih sangat kuat di 3,16 kali. Namun arus kas perusahaan perlu
diwaspadai karena pembayaran kepada pemasok dan kontraktor cukup banyak
sehingga menimbulkan arus kas keluar.
Perusahaan
sampai dengan 9 bulan ini mencatat arus kas dari aktivitas operasional yang
negative, Rp 203,18 miliar keluar dari kantong perusahaan. Untuk investasi,
perusahaan juga mengeluarkan Rp 465,07 miliar lebih besar daripada pemasukan
dari investasi. Namun karena perusahaan berhasil mendapatkan pendanaan lebih Rp
799,78 miliar, maka kas perusahaan bertambah Rp 130,18 miliar menjadi Rp 204,62
miliar.