Jakarta, 11 Februari 2014 – PT Garuda
Indonesia (Persero), Tbk (GIAA) berencana untuk menjual 49% saham anak perusahaannya,
PT Citilink Indonesia, kepada investor strategis yang diharapkan dapat membantu
pertumbuhan Citilink di Indonesia. AFN melihat bahwa langkah ini baik untuk
membantu Citilink berkembang sendiri, tapi sebaliknya langkah ini juga
mengindikasikan bahwa Garuda sedang berada di dalam masalah keuangan yang
berat.
Kini beauty contest sedang dilakukan
terhadap 5 calon investor, dari dalam dan luar negeri. Direktur Keuangan
Garuda, Handrito Hardjono, mengatakan kepada Bisnis Indonesia bahwa aksi
korporasi itu ditargetkan bisa terealisir sebelum semester I/2014 berakhir.
AFN melihat bahwa penjualan ini baik
bagi Citilink karena dengan demikian mampu melepaskan diri dari keterbatasan
yang dimiliki oleh induk usahanya, terutama keterbatasan pendanaan.
Per Desember 2013, Garuda memiliki
liabilitas total sebesar US$ 1,84 miliar sementara total ekuitas US$ 1,12.
Rasio utang terhadap ekuitasnya sudah 1,5 kali. Ini pun setelah Garuda melunasi
pinjaman sebesar lebih dari US$ 130 juta.
Beban keuangan Garuda pun sudah lebih
besar daripada laba usahanya. Posisi utang dan beban keuangan yang sudah besar
ini akan menekan potensi dana yang dapat dikucurkan Garuda untuk pertumbuhan
Citilink, dan pada akhirnya akan mengakibatkan tekanan pertumbuhan pada
Citilink sendiri.
Padahal Citilink sebenarnya
mempunyai potensi besar untuk menggarap pangsa pasar low cost carrier (LCC).
Beberapa perusahaan penerbangan mulai memasuki pasar ini namun tidak memiliki
cukup modal dan infrastruktur untuk bertahan, seperti PT Merpati Nusantara
Airlines (Persero) yang baru saja dipaksa menghentikan operasinya. Rute-rute
tersebut tersedia untuk digarap oleh Citilink.
Namun Citilink juga harus bersaing
dengan LCC lainnya yang sudah memantapkan jejaknya di pasar seperti Lion Air
dan Air Asia. Keduanya pun memiliki sumber pendanaan yang besar untuk mendukung
pertumbuhan mereka.
Penjualan Citilink ini sebenarnya kurang
menguntungkan bagi investor Garuda yang membeli sahamnya pada saat IPO karena
salah satu penggunaan dana tersebut diperuntukkan bagi pembelian armada bagi
Citilink, yaitu 5 unit pesawat narrow body, sebagaimana tercantum di dalam
prospektusnya.
Hal ini nyata di dalam pergerakan
harga sahamnya yang tidak bergerak dan cenderung tertekan selama 2 hari ini,
paska informasi mengenai rencana penjualan Citilink beredar di pasar.
Di sisi lain, AFN melihat bahwa penjualan
ini juga merupakan indikasi bahwa Garuda membutuhkan dana yang cukup besar
untuk membiayai operasinya sendiri.
Kinerja Garuda di 2013
Di tahun 2013, Garuda mengalami pertumbuhan
pendapatan 7%, ditopang oleh kenaikan jumlah penumpang dan cargo lebih dari 20%.
Selama tahun 2013, Garuda mengangkut sebanyak
25 juta penumpang; meningkat 22,3% dibanding
tahun 2012 sebanyak 20,4 juta penumpang. Kapasitas produksi (Availability Seat Kilometer/ASK)
pada tahun 2013 juga meningkat sebesar
19,8% menjadi 43,13 miliar,
dibanding tahun 2012 sebesar 36 miliar.
Perusahaan juga berhasil
meningkatkan jumlah angkutan Cargo pada tahun ini sebesar 345.923 ton cargo, meningkat
23,4% dari tahun lalu yang sebesar 280.285 ton. Sementara
itu, “yield” penumpang mengalami
sedikit penurunan (6,1%) dari US$c 9.65 pada tahun 2012 lalu
menjadi US$c 9.1 pada tahun 2013.
Selain itu frekuensi penerbangan Garuda (domestik dan internasional) mengalami peningkatan
sebesar 28,1% menjadi 196,403 frekuensi penerbangan, dibanding periode tahun 2012
yang sebanyak 153,266 frekuensi penerbangan.
Akan tetapi Garuda menderita penurunan
laba yang sangat signifikan, 90% akibat kenaikan harga bahan bakar, kenaikan
signifikan beban keuangan yaitu 137% dan kerugian selisih kurs.
Marjin
operasional penerbangan Garuda Indonesia tercatat turun menjadi 7,89% dari
sebelumnya 13,04% seiring dengan kenaikan beban operasional penerbangan. Kenaikan
beban operasional penerbangan disebabkan oleh karena kenaikan biaya penerbangan
seperti kenaikan biaya bahan bakar, sewa pesawat, beban gaji awak pesawat,
beban pelayanan penumpang dan beban bandara.
Beban
keuangan Garuda Indonesia juga naik hingga 137,23% selama 2013 menjadi US$
59,84 juta dibandingkan tahun 2012 lalu sebesar US$ 25,22 juta. Kenaikan ini
karena hutang bank, obligasi dan pembiayaan naik menjadi US$ 1,07 miliar untuk
pembiayaan pembelian pesawat.
Dari sisi aset, Garuda membukukan
kenaikan 17,31% menjadi US$ 2,96 miliar pada 2013 lalu dari sebelumnya US$ 2,52
miliar setelah September lalu, menambah kepemilikan 18 pesawat Airbus secara
bertahap.