Jakarta, 13 September 2013 - PT Adi Sarana Armada, Tbk (ASSA), perusahaan penyewaan mobil yang IPO akhir 2012, mengumumkan adanya pengumpulan saham yang terus menerus dari pemilik mayoritasnya. Ini dapat menjadi sinyal kepercayaan bagi pemegang saham minoritas untuk ikut membeli saham yang kini sudah setengah harga IPO-nya itu.
PT Daya Adicipta Mustika, pemilik 7,21% saham ASSA pada 30 Juni 2013, kini telah memiliki 10,67% saham. Pengumpulan saham ini dilakukan terutama pada bulan Agustus dan dilanjutkan pada September ini.
Secara umum pembelian saham oleh pemegang saham mayoritas biasanya mensinyalkan adanya suatu ketidakwajaran pada harga pasar, atau sederhananya, harga terlalu rendah daripada yang seharusnya. Karena pemegang saham mayoritas pada prinsipnya memiliki informasi yang lebih banyak dan kedekatan yang lebih intensif dengan manajemen, maka biasanya sinyal ini adalah sinyal yang kuat.
Harga ASSA sekarang, yakni di level Rp 285/ saham, memang telah di bawah harga IPOnya, yaitu Rp 390. Dengan harga sekarang, rasio harga atas laba (P/E) ASSA masih cukup rendah yaitu 11x, dan rasio harga atas nilai bukunya (PBV) hanya 1,2x. Apalagi melihat pertumbuhan pendapatan dan labanya yang menggiurkan, yaitu 39,9% dan 307,6%, maka rasio ini dapat dikatakan masih moderat.
AFN melihat sinyal ini positif karena:
1. ASSA memiliki potensi pertumbuhan yang pesat, sebagaimana sudah terlihat pada laporan keuangan tahun ini, terutama apabila pemerintah fokus dan komitmen di dalam pengembangan infrastruktur transportasi.
2. Sebagai perusahaan transportasi yang sahamnya di publik, langkah ASSA untuk berkembang dapat didukung dengan berbagai instrumen keuangan, seperti penerbitan obligasi sebagai alternatif pendanaan, mengakuisisi perusahaan-perusahaan transportasi lain yang bernilai strategis, dan sebagainya.
Akan tetapi sinyal ini juga adalah sinyal jangka panjang, karena:
1. Arus kas ASSA masih negatif, yang menunjukkan bahwa perusahaan ini masih di dalam tahapan pengembangan, dan belum bisa diharapkan untuk memberikan arus kas masuk yang besar.
2. Kapitalisasi pasarnya masih kecil sehingga belum dilirik oleh sebagian besar investor, terutama investor asing
3. Tingkat likuiditasnya rendah walaupun 40% dari sahamnya (sebelum dibeli) beredar di bursa. Dan kini jumlah itu makin kecil dengan adanya pembelian dari Daya Adicipta.
4. ASSA sudah tidak mendapatkan insentif pajak lagi karena saham beredar di publiknya (floating) kurang dari 40%.
Thursday, September 12, 2013
Mayoritas ASSA Terus Kumpulkan Saham
Obligasi ELTY Jatuh Tempo, Restrukturisasi atau Jual Aset?
Jakarta, 12 September 2013 - PT Bakrieland Development, Tbk (ELTY) kembali dihadapkan pada pembayaran obligasi senilai sebesar US$ 155 juta dalam waktu dekat ini. Ancaman gagal bayar kembali membayangi akibat kinerja Perseroan yang menurun. Kemungkinan yang terjadi ELTY akan merestrukturisasi dengan menaikkan bunga obligasi dan perpanjangan waktu atau akan menjual aset untuk menghindari pailit.
Tanggal 20 Maret 2013 lalu, pemegang obligasi ELTY melaksanakan hak put option (hak untuk menagih pokok pinjaman sebelum jangka waktu obligasi berakhir) dengan jumlah mencapai US$ 151 juta atau setara dengan 97,4% dari jumlah obligasi yang diterbitkan. Pemegang obligasi yang menunjuk Bank of New York Mellon sebagai trustee mendaftarkan gugatan pailit ELTY ke Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara Jakarta Pusat.
Pemegang obligasi menilai jika obligasi ELTY tidak ditarik akan memberikan dampak kerugian cukup besar. Pasalnya, obligasi ini mempunyai sifat terkait dengan saham, dimana setiap lembar equity linked bonds dengan nominal US$ 100.000 dapat ditukar dengan 2,96 juta lembar saham ELTY. Harga konversinnya sebesar Rp 255. Namun dengan kondisi harga saham ELTY yang berada pada Rp 50 per lembar saham maka potensi kerugian akan sangat besar.
AFN melihat setidaknya ada 2 opsi yang akan terjadi dalam penyelesaian ini. Skenario yang pertama, ELTY akan melakukan restrukturisasi hutang. ELTY dalam proposal restrukturisasi menyebutkan akan menaikkan kupon obligasi melebihi kupon sekarang sebesar 8,62%. Obligasi yang sebelumnya bersifat unsecured bonds tanpa penjamin, akan diubah menjadi secured bonds. ELTY juga menawarkan jatuh tempo obligasi selanjutnya menjadi Maret 2016.
Skenario pertama ini lebih mengurangi risiko terhadap pemegang obligasi karena sifat obligasi ada yang menjamin. Namun belum diketahui lembaga keuangan yang ditunjuk ELTY untuk menjamin obligasi ini. Dari sisi ELTY dan pemegang saham ELTY saat ini jika skenario ini terlaksana, ini lebih menguntungkan karena ada kepastian dan seiring dengan rencana bisnis ELTY.
Skenario yang kedua adalah ELTY tetap membayar obligasi (baik dengan sukarela maupun wajib dipaksa pailit oleh pengadilan) dengan melepas aset yang dimiliki.
Tercatat bagian utang Bank jangka panjang yang harus dibayar tahun ini sebesar Rp 513 miliar dan obligasi sebesar US$ 151 juta. Dalam laporan keuangan tercatat kas ELTY hanya sebesar Rp 311 miliar dan sebagian besar digunakan untuk jaminan operasi hutang jangka pendek Bank. Artinya, ELTY harus melepas sebagian aset yang dimiliki senilai Rp 2 triliun dalam tahun ini. Beberapa aset yang mungkin dijual adalah persediaan, penyertaan saham, dan tanah.
Aset yang dapat dijual cepat adalah persediaan. Namun nilai persediaan ELTY sebesar 88% masih berupa tanah dan bangunan dalam pengembangan. Hanya 22% atau Rp 214 miliar berupa aset dan bangunan jadi yang kemungkinan tersedia dijual.
Dari penyertaan saham, ELTY baru saja menambah kepemilikan saham di Mutiara Mahsyur Sejahtera, pengembang perumahan Kahuripan Nirwana Village di Sidoarjo. Pada kuartal pertama 2013 ELTY baru menambah kepemilikan terhadap Kahuripan Nirwana (MMS) menjadi sebesar Rp. 2,34 triliun dari akhir tahun 2012 lalu tercatat Rp 1,15 triliun. Sementara itu, penyertaan saham yang lain hanya senilai Rp 87 miliar dengan kepemilikan terbesar sebesar 50%. Jadi, kemungkinan ELTY tetap mempertahankan penyertaan pada Kahuripan Nirwana Village.
Kemungkinan pelepasan aset yang paling besar adalah melepas sebagian kepemilikan lahan. Tercatat aset tanah ELTY senilai Rp. 4,7 triliun. Sejak awal tahun hingga kuartal pertama 2013 lalu, ELTY tercatat telah melakukan penjualan aset tanah hingga Rp 345 miliar kepada Grup Sinar Mas.
Tanah yang tersedia untuk dijual senilai Rp 3,55 triliun berupa tanah yang belum dikembangkan, tanah dikawasan real estate sebesar Rp 278 miliar dan bangunan termasuk tanah yang sedang dikembangkan senilai Rp. 1,3 triliun. ELTY juga memiiki persediaan rumah jadi dan apartemen senilai Rp 200 miliar.
Melihat kemungkinan tersebut, ELTY kemungkinan besar akan melepas tanah senilai Rp 341 miliar di kawasan Karet Kuningan yang dulu pernah dijadiin agunan obligasi yang pernah tertunda pembayaran. Tanah yang berada dilampung senilai Rp 115 miliar berpotensi dijual, namun tanah ini belum sepenuhnya matang.
Bila belum mencukupi, maka persediaan real estate berupa rumah dan apartemen sekitar Rp 200 miliar serta tanah untuk dijual sebesar Rp 278 miliar. Sehingga total empat aset tersebut sebesar Rp 934 miliar. Namun nilai equity-linked bond senilai Rp 1,14 triliun, sehingga ada defisit Rp 201 miliar. Defisit tersebut bisa jadi diambil dari penjualan tanah di Jonggol atau bangunan dan tanah yang sedang dibangun.
Aset yang tersedia tersebut hampir semuanya termasuk lahan yang dikembangkan. Dengan aset yang telah dikembangkan kemungkinan nilai pasar akan lebih tinggi terhadap nilai buku. Aset yang telah matang juga lebih liquid atau lebih cepat laku. Namun, ELTY akan kehilangan potensi kenaikan nilai dimasa mendatang.
Tetapi, apabila pelepasan aset yang dipilih aset tanah yang belum matang seperti sebagian aset di Jonggol, kemungkinan harganya akan terdiskon tinggi. Namun, keuntungan disisi ELTY, hal ini tidak memerlukan biaya investasi lagi.
Dampak skenario pelepasan aset tanah adalah kinerja ELTY dan proyeksi kinerja dimasa mendatang akan menurun dengan pelepasan aset yang dimiliki. Dari sisi pasar, harga ELTY tetap berada pada Rp 50 per lembar. Harga ELTY sejak Juni 2013 lalu bergerak pada harga Rp 50 per saham.
Kuartal pertama lalu, ELTY membukukan kenaikan penjualan 198% menjadi Rp 1,14 triliun. laba bersih tercatat naik menjadi Rp. 313,3 miliar dari sebelumnya rugi Rp 50 miliar. Namun kinerja positif ELTY ini lebih didorong dari penjualan yang diperoleh dari penjualan tanah dan beberapa aset lain.
Tanggal 20 Maret 2013 lalu, pemegang obligasi ELTY melaksanakan hak put option (hak untuk menagih pokok pinjaman sebelum jangka waktu obligasi berakhir) dengan jumlah mencapai US$ 151 juta atau setara dengan 97,4% dari jumlah obligasi yang diterbitkan. Pemegang obligasi yang menunjuk Bank of New York Mellon sebagai trustee mendaftarkan gugatan pailit ELTY ke Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara Jakarta Pusat.
Pemegang obligasi menilai jika obligasi ELTY tidak ditarik akan memberikan dampak kerugian cukup besar. Pasalnya, obligasi ini mempunyai sifat terkait dengan saham, dimana setiap lembar equity linked bonds dengan nominal US$ 100.000 dapat ditukar dengan 2,96 juta lembar saham ELTY. Harga konversinnya sebesar Rp 255. Namun dengan kondisi harga saham ELTY yang berada pada Rp 50 per lembar saham maka potensi kerugian akan sangat besar.
AFN melihat setidaknya ada 2 opsi yang akan terjadi dalam penyelesaian ini. Skenario yang pertama, ELTY akan melakukan restrukturisasi hutang. ELTY dalam proposal restrukturisasi menyebutkan akan menaikkan kupon obligasi melebihi kupon sekarang sebesar 8,62%. Obligasi yang sebelumnya bersifat unsecured bonds tanpa penjamin, akan diubah menjadi secured bonds. ELTY juga menawarkan jatuh tempo obligasi selanjutnya menjadi Maret 2016.
Skenario pertama ini lebih mengurangi risiko terhadap pemegang obligasi karena sifat obligasi ada yang menjamin. Namun belum diketahui lembaga keuangan yang ditunjuk ELTY untuk menjamin obligasi ini. Dari sisi ELTY dan pemegang saham ELTY saat ini jika skenario ini terlaksana, ini lebih menguntungkan karena ada kepastian dan seiring dengan rencana bisnis ELTY.
Skenario yang kedua adalah ELTY tetap membayar obligasi (baik dengan sukarela maupun wajib dipaksa pailit oleh pengadilan) dengan melepas aset yang dimiliki.
Tercatat bagian utang Bank jangka panjang yang harus dibayar tahun ini sebesar Rp 513 miliar dan obligasi sebesar US$ 151 juta. Dalam laporan keuangan tercatat kas ELTY hanya sebesar Rp 311 miliar dan sebagian besar digunakan untuk jaminan operasi hutang jangka pendek Bank. Artinya, ELTY harus melepas sebagian aset yang dimiliki senilai Rp 2 triliun dalam tahun ini. Beberapa aset yang mungkin dijual adalah persediaan, penyertaan saham, dan tanah.
Aset yang dapat dijual cepat adalah persediaan. Namun nilai persediaan ELTY sebesar 88% masih berupa tanah dan bangunan dalam pengembangan. Hanya 22% atau Rp 214 miliar berupa aset dan bangunan jadi yang kemungkinan tersedia dijual.
Dari penyertaan saham, ELTY baru saja menambah kepemilikan saham di Mutiara Mahsyur Sejahtera, pengembang perumahan Kahuripan Nirwana Village di Sidoarjo. Pada kuartal pertama 2013 ELTY baru menambah kepemilikan terhadap Kahuripan Nirwana (MMS) menjadi sebesar Rp. 2,34 triliun dari akhir tahun 2012 lalu tercatat Rp 1,15 triliun. Sementara itu, penyertaan saham yang lain hanya senilai Rp 87 miliar dengan kepemilikan terbesar sebesar 50%. Jadi, kemungkinan ELTY tetap mempertahankan penyertaan pada Kahuripan Nirwana Village.
Kemungkinan pelepasan aset yang paling besar adalah melepas sebagian kepemilikan lahan. Tercatat aset tanah ELTY senilai Rp. 4,7 triliun. Sejak awal tahun hingga kuartal pertama 2013 lalu, ELTY tercatat telah melakukan penjualan aset tanah hingga Rp 345 miliar kepada Grup Sinar Mas.
Tanah yang tersedia untuk dijual senilai Rp 3,55 triliun berupa tanah yang belum dikembangkan, tanah dikawasan real estate sebesar Rp 278 miliar dan bangunan termasuk tanah yang sedang dikembangkan senilai Rp. 1,3 triliun. ELTY juga memiiki persediaan rumah jadi dan apartemen senilai Rp 200 miliar.
Melihat kemungkinan tersebut, ELTY kemungkinan besar akan melepas tanah senilai Rp 341 miliar di kawasan Karet Kuningan yang dulu pernah dijadiin agunan obligasi yang pernah tertunda pembayaran. Tanah yang berada dilampung senilai Rp 115 miliar berpotensi dijual, namun tanah ini belum sepenuhnya matang.
Bila belum mencukupi, maka persediaan real estate berupa rumah dan apartemen sekitar Rp 200 miliar serta tanah untuk dijual sebesar Rp 278 miliar. Sehingga total empat aset tersebut sebesar Rp 934 miliar. Namun nilai equity-linked bond senilai Rp 1,14 triliun, sehingga ada defisit Rp 201 miliar. Defisit tersebut bisa jadi diambil dari penjualan tanah di Jonggol atau bangunan dan tanah yang sedang dibangun.
Aset yang tersedia tersebut hampir semuanya termasuk lahan yang dikembangkan. Dengan aset yang telah dikembangkan kemungkinan nilai pasar akan lebih tinggi terhadap nilai buku. Aset yang telah matang juga lebih liquid atau lebih cepat laku. Namun, ELTY akan kehilangan potensi kenaikan nilai dimasa mendatang.
Tetapi, apabila pelepasan aset yang dipilih aset tanah yang belum matang seperti sebagian aset di Jonggol, kemungkinan harganya akan terdiskon tinggi. Namun, keuntungan disisi ELTY, hal ini tidak memerlukan biaya investasi lagi.
Dampak skenario pelepasan aset tanah adalah kinerja ELTY dan proyeksi kinerja dimasa mendatang akan menurun dengan pelepasan aset yang dimiliki. Dari sisi pasar, harga ELTY tetap berada pada Rp 50 per lembar. Harga ELTY sejak Juni 2013 lalu bergerak pada harga Rp 50 per saham.
Kuartal pertama lalu, ELTY membukukan kenaikan penjualan 198% menjadi Rp 1,14 triliun. laba bersih tercatat naik menjadi Rp. 313,3 miliar dari sebelumnya rugi Rp 50 miliar. Namun kinerja positif ELTY ini lebih didorong dari penjualan yang diperoleh dari penjualan tanah dan beberapa aset lain.
Labels:
Bakrieland Development,
ELTY,
Equity-Linked Bonds
Fast Food Indonesia Bukukan Penurunan Laba Karena Kenaikan Beban Penjualan
Jakarta, 12 September 2013 - PT Fast Food Indonesia, Tbk (FAST) yang baru saja menyerahkan laporan keuangan yang tidak diaudit telah melaporkan penurunan laba di semester ini padahal pendapatannya tumbuh. Hal ini dikarenakan adanya kenaikan pada beban penjualan dan distribusi.
Laba bersih FAST tercatat Rp 49,01 miliar, turun 37,1% dibandingkan periode yang sama tahun 2012, Rp 77,86 miliar. Padahal pendapatannya tumbuh 10,9% menjadi Rp 1,85 triliun dari Rp 1,67 triliun di 2012. Akan tetapi kenaikan beban penjualan dan distribusi yang mencapai 17,3% serta kenaikan beban umum dan administrasi yang mencapai 18,7% menjadi penekan laba. Bersama-sama, keduanya mengikis 57% dari seluruh pendapatan yang diperoleh.
Sebagian besar kenaikan pada beban-beban ini diakibatkan oleh kenaikan beban gaji dan imbalan kerja sebesar 25,5%.Kenaikan ini disebabkan karena adanya kenaikan upah buruh minimal dan bukan karena bertambahnya unit-unit penjualan. Melihat hal ini maka AFN menyimpulkan bahwa tingkat laba yang mencerminkan ROE 9,9% ini akan konsisten.
Beberapa hal yang menarik bagi investor tentang FAST adalah:
1. Dengan makin konsumtifnya masyarakat Indonesia, dan makin berkembangnya trend untuk makan makanan cepat saji di kota-kota besar, maka prospek pasar FAST masih cukup besar;
2. Neraca yang solid mendukung pertumbuhan ke depan, dimana rasio lancar 1,60x dan rasio liabilitas terhadap ekuitas masih aman di 0,89x.
Tetapi ada pula tantangan FAST ke depannya:
1. Makin banyaknya kompetitor yang mengadopsi model penjualan FAST merupakan hal yang harus diwaspadai terutama pada daerah-daerah di mana FAST belum dapat mendominasi.
2. Penjualan FAST sangat tergantung kepada bagaimana kualitas pelayanan jasa diberikan serta lokasi.
3. Harga FAST sudah termasuk tinggi, dengan PER lebih dari 40 kali apalagi dengan kondisi penurunan laba yang mungkin akan konsisten, serta PBV lebih dari 4 kali.
FAST mungkin akan memiliki potensi untuk naik lagi apabila pemilik yang baru, PT Dyviacom Intrabumi, Tbk (DNET) memiliki rencana strategis untuk mengakuisisi bisnis-bisnis makanan cepat saji lainnya dan menjadikan FAST sebagai holding company dari waralaba makanan-makanan cepat saji. Akuisisi ini akan memberikan pertumbuhan anaorganik yang menguntungkan.
Laba bersih FAST tercatat Rp 49,01 miliar, turun 37,1% dibandingkan periode yang sama tahun 2012, Rp 77,86 miliar. Padahal pendapatannya tumbuh 10,9% menjadi Rp 1,85 triliun dari Rp 1,67 triliun di 2012. Akan tetapi kenaikan beban penjualan dan distribusi yang mencapai 17,3% serta kenaikan beban umum dan administrasi yang mencapai 18,7% menjadi penekan laba. Bersama-sama, keduanya mengikis 57% dari seluruh pendapatan yang diperoleh.
Sebagian besar kenaikan pada beban-beban ini diakibatkan oleh kenaikan beban gaji dan imbalan kerja sebesar 25,5%.Kenaikan ini disebabkan karena adanya kenaikan upah buruh minimal dan bukan karena bertambahnya unit-unit penjualan. Melihat hal ini maka AFN menyimpulkan bahwa tingkat laba yang mencerminkan ROE 9,9% ini akan konsisten.
Beberapa hal yang menarik bagi investor tentang FAST adalah:
1. Dengan makin konsumtifnya masyarakat Indonesia, dan makin berkembangnya trend untuk makan makanan cepat saji di kota-kota besar, maka prospek pasar FAST masih cukup besar;
2. Neraca yang solid mendukung pertumbuhan ke depan, dimana rasio lancar 1,60x dan rasio liabilitas terhadap ekuitas masih aman di 0,89x.
Tetapi ada pula tantangan FAST ke depannya:
1. Makin banyaknya kompetitor yang mengadopsi model penjualan FAST merupakan hal yang harus diwaspadai terutama pada daerah-daerah di mana FAST belum dapat mendominasi.
2. Penjualan FAST sangat tergantung kepada bagaimana kualitas pelayanan jasa diberikan serta lokasi.
3. Harga FAST sudah termasuk tinggi, dengan PER lebih dari 40 kali apalagi dengan kondisi penurunan laba yang mungkin akan konsisten, serta PBV lebih dari 4 kali.
FAST mungkin akan memiliki potensi untuk naik lagi apabila pemilik yang baru, PT Dyviacom Intrabumi, Tbk (DNET) memiliki rencana strategis untuk mengakuisisi bisnis-bisnis makanan cepat saji lainnya dan menjadikan FAST sebagai holding company dari waralaba makanan-makanan cepat saji. Akuisisi ini akan memberikan pertumbuhan anaorganik yang menguntungkan.
Labels:
DNET,
Dyviacom Intrabumi,
FAST,
Fast Food Indonesia
Subscribe to:
Posts (Atom)