Jakarta, 17 Desember 2013 - Saham PT Pelayaran
Nasional Bina Buana Raya Tbk (BBRM) bergerak sangat fluktuatif selama 3 hari terakhir ini. Kenaikan ini didorong oleh
berita bahwa BBRM akan mengalokasikan US$ 3,87 juta untuk buyback sahamnya. Harga
ini masih di bawah harga IPOnya yang di level Rp 280.
Pada Jum’at kemarin BBRM dibuka pada
Rp 100, turun ke Rp 65 dan naik ke Rp 133 sebelum akhirnya ditutup di Rp 120.
Hari ini, BBRM sudah sempat menyentuh level Rp 180 walaupun kembali ke area Rp
160-an.
Bina Buana Raya telah mengalokasikan
anggaran senilai US$ 3,87 juta atau setara dengan Rp 46,85 miliar untuk
melakukan pembelian kembali (buyback) saham perseroan. Direksi perusahaan menyebutkan
dana tersebut diperoleh dari saldo laba per 30 September 2013 yang belum
ditentukan penggunaannya senilai US$ 16,16 juta.
Bina Buana Raya adalah perusahaan
pelayaran khususnya komoditi batubara, minyak dan gas. Awalnya hampir semua
kapal yang dimiliki perusahaan adalah tongkang pengangkut batubara. Namun
dengan IPO-nya kemarin, Bina Buana Raya mulai melengkapi armadanya dengan
kapal-kapal untuk menarik oil rig (kilang minyak lepas pantai).
Dana hasil IPO perusahaan sebesar Rp
131,83 miliar digunakan untuk membeli 2 beli kapal penarik oil rig, membayar
obligasi, dan peningkatan modal kerja.
Di keterbukaan informasi sebelumnya,
Bina Buana Raya melaporkan telah mendapatkan kontrak sewa atas kedua kapal AHTS
nya yang berkekuatan 8.080 BHP, yaitu MP Prelude dan MP Premier. Kontrak untuk
MP Prelude yang dimulai pada tanggal 1 Desember 2013 ini diestimasi bernilai
lebih dari US$ 13 juta untuk jangka waktu sekitar 26 bulan, dengan adanya opsi
dari penyewa untuk perpanjangan 10 bulan. Sementara, kontrak untuk MP Premier
diestimasi bernilai sekitar US$ 6,8 juta selama jangka waktu sekitar 13 bulan
yang akan dimulai pada akhir bulan Desember 2013.
AFN memandang bahwa buyback saham
yang dilakukan hanya dalam waktu kurang dari 1 tahun serta dengan jumlah saham
publik yang kecil, yaitu 24,31% atau 915,72 juta lembar saham, bukanlah
strategi yang tepat. Pertama, langkah ini akan mengurangi likuiditas di pasar
yang memang sudah tidak ada. Kedua, apabila langkah ini dilakukan untuk
memberikan sinyal mengenai harga wajar saham, maka seharusnya langkah ini
didahului oleh langkah-langkah investor relations yang stratejik.
Ketiga, perusahaan belum memiliki
jejak rekam yang baik mengenai kinerja fundamentalnya. Pada tahun ini saja,
perusahaan mencatatkan pendapatan yang naik, tetapi laba turun. Penurunan juga
terjadi pada arus kas bersih dari aktivitas operasional.