Jakarta, 7 Februari 2014 - Menteri
Keuangan Chatib Basri dalam seminar yang diadakan oleh Indonesia Finance Today
tanggal 30 Januari lalu, mengklaim
defisit perdagangan akan turun mendekati 2,5% terhadap PDB pada tahun 2013 lalu
setelah beberapa kebijakan diambil diantaranya penerapan Undang-undang Minerba
dan revisi pajak dan bea ekspor impor dan barang mewah, di tengah perlambatan
ekonomi global.
Sebelumya,
Menteri Keuangan Chatib Basri menyatakan kebijakan apapun yang dikeluarkan
pemerintah apapun yang dibuat pasti ada yang menilai salah. Butuh waktu untuk
membuktikan hasil dari kebijakan ini.
Menteri
Keuangan juga menyatakan bahwa pemerintah telah berhasil mendorong neraca
perdagangan menjadi surplus hingga US$ 760 juta pada bulan November lalu, dan
surplus perdagangan pada Desember meningkat sebesar US$ 1,52
miliar. Dengan demikian, pemerintah menargetkan defisit yang terjadi sejak awal
2012 lalu turun menjadi 2,5% terhadap PDB pada akhir 2013 kemarin. Namun, selama tahun 2013, defisit masih
perdagangan tercatat masih sebesar US$ 4,06 miliar dan dengan prakiraan PDB
Indonesia tumbuh 5,2% pada kuartal keempat 2013, maka defisit terhadap PDB akan
turun hingga 2%.
Pemerintah
menyatakan, penurunan defisit ini terjadi akibat penyesuaian peraturan
diantaranya kenaikan pajak beberapa barang impor yang ditujukan untuk menekan
impor barang mewah dan insentif ekspor untuk mendorong kinerja ekspor.
Selain itu,
kebijakan disahkannya Undang-Undang Minerba pada awal tahun ini, diharapkan
defisit pada 2014 akan tertekan. Menurut Kementerian Keuangan, kebijakan
ini tidak untuk mencegah impor bahan mentah namun lebih untuk meningkatkan
nilai dari bahan mentah tersebut sehingga selain menekan defisit juga
berkontribusi terhadap PDB RI. Namun, karena baru efektif sejak awal tahun,
kebijakan ini setidaknya akan berdampak dalam beberapa bulan kedepan, bukan
parameter yang ditunjukkan pemerintah maupun BPS sekarang ini.
AFN,
mengacu pada data BPS, melihat justru
defisit yang terjadi sejak awal tahun akibat peningkatan impor bahan bakar
minyak sepanjang 2013 sementara ekspor menurun.Jika dilihat dalam tabel,
meskipun diberlakukannya kenaikan BBM bersubsidi, defisit migas selama 2013
tercatat sebesar US$ 12,63 miliar atau naik dua kali dibandingkan tahun
sebelumnya US$ 5,58 miliar.
Selain itu,
kebijakan kenaikan pajak impor memang diperlukan meskipun AFN melihatnya tidak
signifikan, tetapi dari data BPS justru terlihat sektor non-migas pun sudah
surplus sebelum kebijakan tersebut diberlakukan.
Terlihat
dalam tabel, defisit minyak mentah justru bertambah, sementara defisit hasil minyak
turun tipis, hal ini menunjukkan meskipun pemerintah menaikkan harga BBM
bersubsidi tidak serta merta akan menekan defisit minyak dan gas karena
permintaan energi semakin bertambah.
Sementara
jika dilihat dari semua komponen, impor terbesar masih dicatatkan oleh impor mesin
mekanik dan listrik sebesar US$ 45,49 miliar dengan menunjukkan penurunan 3,88%
selama setahun. Impor komponen ini terbagi dalam dua hal yaitu impor mesin
untuk komponen produksi dan mesin untuk transportasi sepeti mobil dan pesawat
terbang.
Sementara
dari sisi ekspor, sektor komoditas masih menjadi pendorong ekspor Indonesia
diantaranya Migas, Batubara CPO dan karet.