Gatot juga mengemukakan bahwa Bank BNI selama tahun 2014 akan menjaga perolehan marjin bunga bersih di atas 6% dengan fokus pada peningkatan perolehan CASA dan saat ini posisi marjin bunga bersih BNI pada level 6,11% yang menunjukkan kenaikan dibanding tahun 2012 di tengah pembatasan kredit perbankan.
Untuk meningkatkan CASA, Bank BNI akan mengadakan produk repoint sebagai pengganti hadiah lewat undian untuk meningkatkan CASA.
Target laba bersih Bank BNI ditetapkan pada kisaran 2 digit pada 2014 dengan pertumbuhan kredit yang lebih rendah daripada tahun 2013 atau bahkan sedikit lebih rendah dari rata-rata industri. Tahun 2014 ini diprakirakan pertumbuan kredit rata-rata industri perbankan sebesar 15% hingga 17%.
Selain itu, Gatot juga mengemukakan, bahwa terkait ketatnya likuiditas, Bank BNI akan melakukan kerjasama dengan bank di luar negeri dengan memanfaatkan lima cabangnya yang ada di luar negeri jika diperlukan untuk memperoleh dana yang lebih murah.
2013, Bank BNI Outperform
Bank BNI membukukan kinerja outperform dengan kenaikan laba hingga 28,50% selama tahun 2013 menjadi Rp 9,05 triliun dibandingkan dengan tahun 2012 lalu sebesar 2012 sebesar Rp 7,05 triliun dengan didorong oleh kenaikan pendapatan bunga bersih hingga 23,28% dan kenaikan pendapatan operasional dan jasa perbankan yang naik hingga 18,05%.
Tercatat pendapatan bunga bersih Bank BNI naik menjadi Rp 19,06 triliun dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp 15,46 triliun dengan didorong oleh kenaikan kredit.
Kredit dan pembiayaan syariah meskipun pada industri perbankan diprakirakan akan turun seiring kebijakan BI, namun Bank BNI justru membukukan pertumbuhan hingga 24,85% menjadi Rp 250,45 triliun dibandingkan dengan tahun 2012 sebelumnya yang mencapai Rp 200,62 triliun. Pertumbuhan kredit Bank BNI bahkan masih dominan di antara pertumbuhan portofolio aset Bank BNI lainnya.
Kredit Bank BNI masih didominasi oleh kredit korporasi yang mencapai 44,8% atau senilai Rp 112,23 triliun atau tumbuh 55,4% dibandingkan tahun 2012 yang hanya sebesar Rp 72,224 triliun. Sementara itu, kredit mikro hanya sebesar 15,3% atau sebesar 38,41 triliun atau tumbuh 10,1% dibandingkan dengan tahun 2012.
Pendapatan operasional perbankan, sebagai penyumbang laba Bank BNI, tercatat selama 2013 naik menjadi sebesar Rp 9,78 triliun dibandingkan tahun 2012 lalu sebesar Rp 8,29 triliun dengan didorong oleh keuntungan transaksi spot derivatif dan komisi transaksi keuangan yang masing-masing sebesar Rp 1,19 triliun dan Rp 3,51 triliun.
Sementara itu, dari sisi beban operasional Bank BNI tercatat hanya naik 16,67% menjadi sebesar Rp 17,62 triliun dan dengan kenaikan yang lebih rendah dari pertumbuhan pendapatan sehingga mendorong laba bersih naik lebih tinggi.
Kualitas kredit 2013 membaik
Dalam artikel sebelumnya pada semester pertama 2013, meskipun kredit tumbuh tetapi saat itu kualitas kredit menurun dengan ditunjukkan oleh kenaikan NPL. (http://fundamental-saham.blogspot.com/2013/07/laba-bersih-tumbuh-302-namun-kredit.html). Namun, pada periode 2013 ini kredit bermasalah Bank BNI menunjukkan penurunan.
Tercatat kredit bermasalah sebesar Rp 5,20 triliun atau turun 5,22% dibandingkan dengan tahun 2012 lalu sebesar Rp 5,48 triliun hanya untuk bank saja tanpa memperhitungkan pembiayaan lain.
Hampir semua segmen kredit (korporasi, kosumer dan bisnis medium) membukukan penurunan non performing loan (NPL), tetapi untuk segmen UMKM justru tercatat naik menjadi 5,32% dibanding sebelumnya 5,30%.
Selama tahun 2013, kredit bermasalah bertambah hingga Rp 2,84 triliun dengan kredit yang dihapus buku sebesar Rp 3,13 triliun. Baik penambahan kredit bermasalah baru maupun yang dihapus buku relatif lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang masing-masing sebesar Rp 2,95 triliun dan RP 3,17 triliun.
Sementara itu, dari sisi rasio pengembalian kredit bermasalah atau coverage ratio menunjukkan kenaikan menjadi 128,5% dibandingkan dengan tahun 2012 lalu sebesar 123%.
Rasio kinerja 2013 membaik
Tercatat NIM Bank BNI masih menunjukkan pertumbuhan atau naik menjadi 6,11% dibandingkan dengan tahun 2012 sebesar 5,93% hal ini seiring dengan pertumbuhan kredit dan pertumbuan pendapatan bunga bersih.
Kenaikan NIM ini tidak lepas dari beban biaya bunga (cost of fund) yang hanya naik 2,03% selama 2013 dibandingkan dengan 2012 lalu dengan didorong bertambahnya perolehan dana murah oleh Bank BNI sehingga dapat menekan cost of fund. Hal tersebut ditunjukkan pada rasio CASA (current account saving account) sebesar 67,05% atau naik dari sebelumnya 66,00%.
Tercatat dari dana pihak ketiga yang dihimpin Bank BNI, giro naik 20% menjadi Rp 88,13 triliun sementara tabungan naik 11,19% menjadi Rp 107,51 triliun, disisi lain deposito hanya tumbuh 8,05% menjadi Rp 86,99 triliun.
Imbal hasil atas ekuitas (ROE) naik menjadi 22,47% dibanding tahun 2012 lalu sebesar 19,99% dengan biaya operasional dibanding pendapatan operasional (BOPO) turun menjadi 67,09% dari tahun 2012 lalu sebesar 70,09%.
Namun, CAR Bank BNI tercatat turun menjadi 15,09% dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 16,67%. Kenaikan CAR ini naik seiring dengan pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dari pertumbuhan modal Bank BNI sendiri.
Dengan penurunan CAR tersebut, rencananya pada tahun depan, Bank BNI akan melakukan right issue untuk memperkuat permodalan.
Dari sisi harga saham, saat ini price earnings ratio (PER) Bank BNI pada kisaran 8,13 kali bahkan lebih rendah daripada industri perbankan dan dengan price to book value sebesar 1,60 kali, juga lebih rendah diantara bank-bank besar. Ini mengindikasikan bahwa potensi untuk tumbuh masih ada.
Bagaimana Bank BNI kedepan?
AFN melihat kinerja Bank BNI secara fundamental meskipun outperform, namun pertumbuhannya masih di bawah bank-bank besar lainnya sehingga masih sulit untuk bersaing tiga bank lainnya yang membukukan aset jauh di atas Bank BNI yaitu, Bank Mandiri, Bank BRI dan Bank BCA.
Jika ketiga bank terbesar lainnya mempunyai pasar khusus misalnya, Bank BRI yang fokus pada kredit mikro yang menawarkan marjin tinggi, Bank Mandiri yang merupakan bank investasi dan juga sebagian membiayai proyek-proyek pemerintah dan Bank BCA yang dikenal sebagai bank transaksional dengan jaringan yang luas. Sementara Bank BNI belum memiliki fokus bisnis dan masih terlalu terdiversifikasi bahkan cenderung bertarung pada pangsa pasar yang sama seperti Mandiri dan BCA.
Jika digambarkan dengan matrik Pareto, di mana grafik sebelah kiri, menunjukkan beberapa Bank yang memiliki jumlah dana pihak ketiga yang kemudian disalurkan untuk kredit atau pembiayaan lain yang lebih kecil namun beberapa Bank memiliki tingkat pengembalian atau return on equity yang tinggi, semakin berada pada grafik kiri bagian atas semakin efisien kinerja bank tersebut atau memiliki profitabilitas tinggi.
Di sisi lain dengan jumlah nasabah yang besar akan linier dengan return on equity yang tinggi maka menunjukkan bank tersebut berkinerja efisien, yaitu dapat menekan biaya rendah sehingga profitabilitasnya tinggi.
Jika dilihat dari perbandingan pada bank-bank besar yang terdaftar di Bursa tersebut, Bank BNI berada pada matrik di tengah-tengah. Ini menunjukkan bahwa Bank BNI tidak berada pada positioning yang tepat dalam hal market share.
Berbeda dengan Bank BNI, nasabahnya masih di bawah Bank BCA dan Bank Mandiri begitu pula dengan retun on equity-nya juga masih di bawah ketiga bank tersebut. Kesimpulannya ketiga bank terbesar lainnya masih berkinerja lebih baik dari pada Bank BNI.