Jakarta, 7 Oktober 2013 - PT Bank
Pembangunan Daerah Jawa Timur, Tbk (BJTM) dinilai outperform
oleh Reuters. Bank Jatim memang memiliki rasio CASA tertinggi kedua setelah Bank BCA, sebuah
catatan kinerja luar biasa bagi bank lini kedua dengan aset sebesar Rp 30
triliun.
Dengan pertumbuhan laba dan net interest margin (NIM) yang terjaga diatas rata-rata potensi penguatan Bank Jatim masih ada.
Dengan pertumbuhan laba dan net interest margin (NIM) yang terjaga diatas rata-rata potensi penguatan Bank Jatim masih ada.
Reuters dalam websitenya pada tanggal 26 September 2013 (http://www.reuters.com/finance/stocks/analyst?symbol=BJTM.JK
) menilai Bank Jatim masih outperform.
Bank Jatim tercatat memiliki rasio current account and saving account
(CASA) tertinggi kedua setelah Bank BCA sebesar 73,9% sehingga berpotensi
mendorong pendapatan bunga bersih lebih optimal. CASA tinggi menunjukkan
perolehan pendanaan murah sehingga menekan beban bunga (cost of fund). Sebuah
catatan kinerja luar biasa bagi bank lini kedua dengan aset sebesar Rp 30
triliun. Bank Jabar Banten yang juga BPD hanya mencatatkan CASA 47,5%.
Dengan pertumbuhan laba dan net interest margin (NIM) yang terjaga
diatas rata-rata potensi penguatan Bank Jatim masih ada.
Dengan
kinerja Bank Jatim secara fundamental outperform pada kuartal kedua 2013
ini, besar kemungkinan harga saham Bank Jatim berpotensi bergerak melebihi
harga IPO tahun lalu pada 430 per saham.
Hal ini ditunjukkan pertumbuhan
laba bersih hingga 28% menjadi sebesar Rp 429 miliar dibanding periode
sebelumnya Rp 334 miliar. Pendapatan bunga naik 15% menjadi sebesar Rp 1,56
triliun dengan beban bunga turun 3%. Hal ini mendorong pendapatan bunga bersih
naik 23% menjadi Rp 1,13 triliun. Pendapatan non-bunga tercatat naik 58%
menjadi Rp 190 miliar hal ini disertai kenaikan beban operasi sebesar 26%.
Lantas,
masihkah ada potensi penguatan pada harga saham Bank Jatim? Price
earning ratio (PER) Bank Jatim tercatat sebesar 5,96x atau jauh lebih rendah
dibanding rata-rata perbankan sebesar 10,58x.
Nilai buku per saham (PBV)
Bank Jatim tercatat sebesar 0,92 kali, bahkan lebih rendah dari rata-rata
perbankan saat ini sebesar 1,67 kali.
Tingkat pengembalian modal (ROE) Bank
Jatim tercatat sebesar 15,48%. ROE tersebut lebih rendah dibanding rata-rata
perbankan nasional sebesar 18%, namun dibanding dengan perbankan lini kedua, 15,15%, kinerja ini masih pada level rata-rata.
Aset Bank Jatim tumbuh 16% menjadi Rp 33,7 triliun dari akhir tahun lalu
sebesar Rp 29 triliun. Pertumbuhan Aset ini didorong oleh pertumbuhan kredit
dan penempatan pada marketable securities. Dengan membukukan NIM sebesar
6,58% pada kuartal kedua ini atau di atas rata-rata perbankan nasional 6,08%,
Bank Jatim secara fundamental masih berpotensi menguat.
Dibandingkan
dengan bank lini kedua, ditunjukan pada tabel, PER dan PBV Bank Jatim masih
lebih rendah. Rata-rata PBV bank lini kedua dengan aset dan kapitalisasi pasar
berada di atas Bank Jatim sebesar 1,25x sementara Bank Jatim 0,92x dan
rata-rata PER sebesar 10,22x dibanding Bank Jatim 5,96x, kinerja Bank
Jatim diatas rata-rata bank tersebut. Dengan kinerja outperform,
maka potensi yang dimiliki Bank Jatim untuk menguat masih besar
Dari sisi
perdagangan di pasar, volume rata-rata Bank Jatim relatif tinggi sebesar 25
juta lembar saham diperdagangkan, sehingga hal ini mengurangi risiko
likuiditas. Pergerakan pasar saham di Indonesia yang diwarnai ketidakpastian
akibat stimulus the Fed dan sekarang juga menanggapi isu anggaran pemerintah AS
yang akan melebihi batasan yang ditentukan, membuat volatilitas pasar saham
semakin tinggi.
Tercatat beta BJTM sebesar 1,06 poin atau relatif searah dengan
pergerakan pasar, menunjukkan risiko BJTM relatif sama dengan IHSG. Namun,
optimisme terhadap Bank Jatim masih terlihat. Hal ini ditunjukkan dari 8 analis
yang di survei Reuters sejak tiga bulan lalu, 6 analis diantaranya
merekomendasikan buy dan 2 analis merekomendasikan hold.
Giro
masih mendominasi dana pihak ketiga.
Dana pihak
ketiga (DPK) Bank Jatim tercatat tumbuh 23% menjadi Rp 27, 4 triliun dibanding
akhir tahun lalu sebesar Rp 22 triliun. Giro masih mendominasi porsi DPK
sebanyak 44% sebesar Rp 12 triliun. Giro Bank Jatim tercatat tumbuh 25% dibanding
akhir tahun lalu. Tabungan, meskipun mengalami penurunan 14% menjadi Rp 7
triliun, namun masih berkontribusi 30% dari seluruh DPK.
Di sisi lain, deposito
yang merupakan DPK mahal, naik 26% menjadi Rp 8,3
triliun, namun masih sebesar 26% dari seluruh dana pihak ketiga. Porsi dana
murah atau CASA Bank Jatim sebesar Rp 19 triliun atau naik dari Rp. 17,8 triliun
pada periode akhir tahun lalu, sehingga hal ini berpotensi menekan beban
pendanaan. Berdasarkan sumber pendanaan, cost of fund tanpa pendanaan
diperoleh dari Pemda Jatim dan Pemkab dan Pemkot di wilayah Jatim sebesar
3,28%. Sedangkan cost of fund termasuk Pemda Jatim, sebesar 3,18%. Hal
ini lebih rendah dari rata-rata industri perbankan nasional sebesar 5,5%.
Dari sisi
kredit, penyaluran kredit pada kuartal kedua 2013 ini tumbuh moderat sebesar
10% dari awal tahun menjadi Rp 20,4 triliun. Penyaluran kredit masih disominasi
oleh kredit konsumer. Kredit konsumer tercatat sebesar Rp 13,1 triliun
berkontribusi 64% dari seluruh total kredit. Kredit konsumer didominasi oleh
kredit multi guna yang memberikan bunga antara 8,5%-18% per tahun dan kredit
hipotek yang memberikan bunga hingga 9,75% per tahun. Kredit komersial yanag
memberikan bunga 12,25% pertahun, tercatat sebesar Rp 3,86 triliun atau naik
dari akhir tahun lalu sebesar Rp 3,2 triliun. Sementara itu, kredit UMKM
masih menyumbang porsi terendah dan hanya tercatat sebesar Rp 3,4 triliun atau
relatif sama dengan akhir periode tahun lalu.
Seiring
dengan pertumbuhan kredit, risiko yang dihadapi Bank Jatim juga meningkat. Hal
ini ditunjukkan oleh kredit yang tergolong dalam kredit kurang lancar, diragukan dan
macet meningkat 23% menjadi Rp 673 miliar dibanding periode tahun lalu sebesar
Rp 548 miliar. Bank Jatim mencatat non-performing loan (NPL) bruto sebesar
3,29% atau naik dari akhir tahun sebesar 2,95%. NPL bersih tercatat sebesar
2,07% atau naik dari periode akhir tahun lalu sebesar 1,86%.
Penyaluran
dana Bank Jatim beralih ke sekuritas dibanding kredit. Hal ini ditunjukkan pada
aset produktif yang naik hingga 18%, kredit hanya naik 10%, sedangkan sekuritas
naik hingga 131% menjadi Rp 2,3 triliun. Penempatan pendanaan pada bank lain
juga tercatat naik 35% menjadi Rp 6,8 triliun. Risiko dan tantangan Bank Jatim
pada akhir tahun 2013 ini semakin bertambah pasca BI menaikkan suku bunga acuan
hingga 7,25%. Hal ini cenderung menekan pertumbuhan kredit Bank Jatim yang
moderat.
Kesempatan Bank Jatim untuk tumbuh masih terbuka. Karakter mayoritas perbankan di
Indonesia yang lebih didominasi bank sebagai institusi sumber pendanaan
daripada institusi keuangan bersifat layanan jasa dan transaksi
memberikan potensi besar bagi Bank Jatim.
Tercatat 16 bank dengan kapitalisasi
pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia membukukan rata-rata NIM sebesar 6,08%
lebih besar dari rata-rata NIM perbankan di ASEAN sebesar 3%. Hal itu
menunjukkan pendapatan perbankan di Indonesia didominasi oleh penyaluran
pinjaman. Bank Jatim yang masih didominasi
dari pendapatan bunga dapat mengambil kesempatan itu.
Juga, ekonomi Jawa Timur yang dalam lima tahun terakhir
tumbuh diatas rata-rata ekonomi Nasional, bahkan tahun 2012 lalu tercatat
tumbuh sebesar 7% atau lebih tinggi dengan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar
6,2%, akan membuka ruang Bank Jatim untuk ekspansi.
Kendala
yang dihadapi Bank Jatim lainnya adalah beroperasi pada wilayah Jawa Timur dan
Jakarta sehingga membatasi ruang gerak Bank Jatim. Dari sisi pandangan
investor, selama ini Bank Jatim cenderung Surabaya sentris, operasional
berpusat di Surabaya, sedangkan investor nasional berpusat di Jakarta. Hal ini
yang membuat Bank Jatim seakan-akan belum terlihat oleh investor besar. Hal ini
berbeda dengan Bank Jabar Banten yang bahkan berencana membangun gedung
operasional pusat di Jakarta, sementara wilayah operasional didominasi di
daerah Jawa Barat dan Banten.