Jakarta, 1 Desember 2014 – Menyusul
kenaikan BBM yang ditetapkan pemerintahan baru, Asosiasi Keramik Indonesia akan
mengerek harga jual 2% mulai awal Desember, terutama karena perusahaan keramik
terpaksa menanggung biaya distribusi yang lebih besar. Kenaikan harga BBM
walaupun berdampak negatif kepada emiten keramik, namun nampaknya belum
tercermin di dalam harga saham mereka.
Menurut Asosiasi, kenaikan harga BBM
lebih berdampak pada biaya distribusi karena kendaraan untuk mendistribusikan
produk keramik ke berbagai daerah masih menggunakan BBM solar bersubsidi. Hal
itu berbeda dengan proses produksi pabrik yang sudah menggunakan BBM industri.
Kenaikan harga BBM itu menyulut permintaan para distributor untuk meningkatkan
juga tarif pengangkutan hingga 30%.
Terlihat dari tabel bahwa biaya pengangkutan
terhadap pendapatan pada masing-masing emiten keramik berbeda-beda, berkisar
dari yang paling kecil hanya 0,57% sampai kepada yang terbesar 28,82%, dengan
rata-rata 9,30%.
Tampak pula bahwa tahun ini
emiten-emiten keramik banyak mengalami pertumbuhan pendapatan. Hanya ada satu
emiten, yaitu PT Keramika Indonesia Asosiasi, Tbk (KIAS) yang mengalami penurunan
pendapatan karena hilangnya banyak bisnis dari pihak ketiga, sehingga penjualan
Keramika hanya ditopang penjualan kepada pihak berelasi.
Walaupun pendapatan bertumbuh, PT
Intikeramik Alamasri Industri, Tbk (IKAI) malah mengalami rugi bersih sebesar
Rp 11,94 miliar, atau Rp 15,09 per lembar. Intikeramik telah mencatatkan rugi
selama beberapa tahun terakhir.
Emiten keramik berkapitalisasi
terbesar, yaitu PT Arwana Citramulia, Tbk (ARNA), memiliki kinerja profitabilitas
tertinggi dengan marjin laba bersih 16,7%, jauh di atas rata-rata 7,78% dan
imbal hasil atas ekuitas (ROE) mencapai 71%. Dengan utang yang lebih rendah
daripada rata-rata, Arwana ditransaksikan pada PBV tertinggi dibandingkan
emiten-emiten keramik lainnya, yaitu sampai dengan 8,14 kali.
Pelaku usaha keramik juga
menyebutkan tantangan sebelumnya adalah kenaikan tarif dasar listrik (TDL) yang
sudah lebih dahulu menekan beban produksi. Sejak Juli sampai November, mereka
mengaku biaya energi sudah naik 40%. Kenaikan biaya energi tersebut lantas
mengerek beban produksi sebesar 5%.
Paska menaikkan harga jual Desember
nanti, pelaku usaha masih optimistis bisa mencatatkan pertumbuhan penjualan di
kuartal IV. Katalis positifnya adalah anggaran proyek pemerintah yang cair di
semester II, biasanya dibelanjakan di kuartal IV.
Pergerakan Saham Arwana Citramulia (ARNA) |
No comments:
Post a Comment