Jakarta, 9 Desember 2013 - Bank Pembangunan Daerah Jabar dan Banten, Tbk.
(BJBR) membukukan penurunan kinerja selama tiga bulan kuartal ketiga 2013
akibat pengetatan moneter BI sehingga laba bersih turun 7,1% q-o-q menjadi Rp
349 miliar dibanding kuartal sebelumnya Rp 376 miliar. Namun, selama tahun
2013, BJBR masih membukukan kenaikan laba bersih hingga 15,9% menjadi Rp 1,09
triliun dibanding tahun sebelumnya Rp 946 miliar.
AFN melihat bahwa tekanan triwulanan ini wajar namun
tetap menjadi tantangan BJB di 2014. BJB memilih menerbitkan sekuritas
dibandingkan penerbitan saham baru, dampak dari CAR yang masih terjaga dan
ruang leverage yang masih dimiliki oleh BJB. Hal ini dapat berdampak terhadap penurunan
laba bersih BJB di 2014 karena beban utang.
Kenaikan moneter yang berdampak pada kenaikan
beban bunga menekan laba BJB selama tiga bulan kuartal ketiga. Tercatat sejak
Juli hingga September 2013, beban bunga BJB naik 10,5% menjadi Rp 885 miliar
dibanding tiga bulan sebelumnya sebesar Rp 801 miliar. sementara itu,
pendapatan bunga selama tiga bulan kuartal ketiga hanya naik tipis 1,1% menjadi
Rp 2,06 triliun dari sebelumnya Rp 2,04 triliun.
Peningkatan kerugian dari cadangan kerugian
penurunan nilai (CKPN) akibat penghapusbukuan kredit yang meningkat juga
menekan laba bersih. Tercatat CKPN naik 2,6% menjadi Rp 141 miliar dari tiga
bulan sebelumnya sebesar Rp 138 miliar.
Sementara itu, sepanjang tahun 2013, BJB masih
membukukan kenaikan laba. Kenaikan laba sepanjang tahun 2013 didorong
pertumbuhan bunga bersih hingga 27,7% mencapai Rp 3,57 triliun dari
sebelumnya Rp 2,80 triliun dan kenaikan fee based income 18,1% menjadi
Rp 209 miliar dari Rp 177 miliar.
Pengetatan Moneter, Likuiditas di tahun 2014
menjadi Tantangan Bank
Perbankan di 2014 dihadapkan pada masalah
likuiditas karena dampak dari pengetatan moneter oleh BI. Menurut Bien
Subiantoro, CEO BJB, saat ini kualitas aset likuid BJB yang dinilai dengan
parameter liquidity coverage ratio (LCR) tercatat sebesar 110%.
Bank akan dituntut untuk menjaga kualitas aset
likuid. Pembiayaan aset likuid ini yang akan menjadi tantangan bagi perbankan.
Beberapa bank selevel BJB bahkan telah merencanakan right issue untuk
mendapatkan dana murah, diantaranya Bank Bukopin dan Bank Permata dalam
beberapa pekan ke depan. Namun, Bien Subiantoro, CEO BJB dalam public expose di
Investor Summit lalu menyatakan BJBR belum ada rencana untuk right isue dalam
waktu dekat.
Namun, BJB justru memilih penerbitan sekuritas
berupa obligasi untuk menjaga likuiditas pada tahun mendatang. Bien Subiantoro, mengatakan obligasi yang
diterbitkan dengan nilai tersebut akan diterbitkan secara bertahap sesuai
dengan kebutuhan likuiditasnya. Nilai obligasi tersebut direncanakan
hingga Rp 5 triliun.
BI yang menaikkan suku bunga acuan hingga 7,5% berpotensi
mendorong cost of fund pada 2014 mendatang. BJB menargetkan cost of
fund naik pada kisaran 5% hingga tahun depan. Hingga kuartal ketiga ini BJB
masih mampu menekan cost of fund hingga 4,8% sehingga NIM tahun ini
masih terjaga hingga 8%. Dengan kenaikan cost
of fund, diprakirakan NIM BJB tahun depan tidak setinggi tahun ini.
Dampak pengetatan moneter oleh BI juga berpotensi
menekan pertumbuhan kredit BJB pada tahun depan. Secara rata-rata, kredit bank
pada 2014 diprakirakan hanya akan tumbuh pada 15-17%.
Aset dan DPK masih tumbuh di tengah pengetatan
moneter
Pertumbuhan BJB secara year-on-year tumbuh
12,0% menjadi Rp 75,86 triliun dibanding sebelumnya Rp 67,71 triliun dan dalam tiga bulan kuartal
ketiga ini hanya tumbuh 3,3%. Kenaikan aset secara ini didorong oleh
pertumbuhan kredit.
Selama kuartal ketiga sepanjang 2013 ini,
tercatat kredit BJB tumbuh sebesar 34,4%. Namun terlihat selama tiga bulan 2013
ini pertumbuhan kredit BJB tertekan dan hanya tumbuh sebesar 5,3% qoq. Untuk
tahun depan kredit BJB berpotensi turun namun diharapkan masih diatas rata-rata
industri.
Sementara itu, dana pihak ketiga (DPK) BJB tumbuh
sebesar 7,3% yoy menjadi sebesar Rp 56,56 triliun dari sebelumnya Rp 52,72
triliun, dan DPK BJB hanya tumbuh 2,7% qoq. Rasio CASA sebesar 49,3%.
Di sisi lain, BJB juga telah mendapatkan
insentif pajak hingga 25% setelah OJK menyetujui bahwa pemegang saham pemerintah
daerah kabupaten/kota se Jabar Banten yang kepemilikan saham kurang dari 1% dihitung
menjadi saham ritel.
No comments:
Post a Comment