Sampai
Oktober 2013, Indocement mengalami penurunan pangsa pasar sebesar 1,7% yoy
menjadi 30,5% di seluruh Indonesia. Kebutuhan semen di Indonesia hingga Oktober
2013 tercatat mencapai 47,16 juta ton dan INTP memasok kebutuhan itu sebesar
14,38 juta ton.
Hal yang
sama terjadi pada PT Holcim Indonesia, Tbk (SMCB) yang mengalami penurunan
pangsa pasar 1,2% menjadi 14,5%. Sementara PT Semen Indonesia (Persero), Tbk (SMGR)
justru mengalami kenaikan pangsa pasar 3,2% menjadi 43,8%.
Permintaan semen di Indonesia |
Dalam
paparan publiknya 28 November 2013 lalu, Tju Lie Sukanto,
Direktur Keuangan Indocement menyatakan masih mengkaji ulang dalam menaikkan kembali
harga jual untuk mendorong pendapatan. Pasalnya biaya produksi semen 40% sampai 50% menggunakan biaya
mata uang dolar AS dan juga mengantisipasi kenaikan
upah buruh. Pada kuartal pertama lalu, Indocement telah menaikkan harga jual
sebesar 7%.
Kinerja keuangan Indocement
Kinerja
keuangan Indocement pada kuartal ketiga 2013 menunjukkan pertumbuhan pendapatan
7,90% menjadi Rp 13,25 triliun dari sebelumnya Rp 12,37 triliun karena kenaikan
harga jual hingga 7% pada kuartal pertama lalu. Namun, secara volume, penjualan
Indocement hanya naik 1% menjadi 13.104 ribu ton dari sebelumnya 13.022 ribu
ton.
Sementara
itu, laba bersih Indocement tercatat naik 7,17% menjadi Rp 3,81 triliun dibanding
periode tahun lalu sebesar Rp 3,37 triliun.
Selama
kuartal ketiga 2013, beban langsung INTP naik 9% atau lebih tinggi dari
kenaikan penjualan menjadi sebesar Rp 7,08 triliun dari sebelumnya Rp 6,52
triliun. Sehingga laba bruto hanya naik 7% menjadi Rp 6,27 triliun dari
sebelumnya Rp 5,85 triliun. Namun, marjin laba bruto terkoreksi tipis menjadi
47,0% dari sebelumnya 47,3%.
Kenaikan
beban langsung ini karena meningkatnya biaya bahan baku, beban tenaga kerja,
beban fabrikasi dan beban pengepakan, sementara biaya bahan bakar dan listrik
justru menurun.
Laba usaha Indocement mengalami
kenaikan 7% menjadi Rp 4,43 triliun dari sebelumnya Rp 4,15 triliun. marjin
usaha Indocement terkoreksi tipis menjadi US$ 33,2% dari
sebelumnya 33,5%.
Meskipun
beban usaha naik 9% menjadi Rp 1,92 triliun dibanding sebelumnya Rp 1,76
triliun, kenaikan laba usaha masih terjaga pada 7% seperti kenaikan beban
langsung karena Indocement membukukan kenaikan pendapatan operasi lainya dari
transaksi dengan pihak berelasi sebesar Rp 82,6 miliar.
Indocement juga
membukukan pendapatan keuangan hingga Rp 341,4 miliar naik 36% dari periode
yang sama tahun lalu sehingga masih menjaga laba bersih naik hingga 7,17%.
Tercatat marjin laba bersih Indocement turun tipis menjadi 27,03% atau dari
periode yang sama tahun lalu sebesar 27,21%.
Dalam
neraca, tercatat kas Indocement sebesar Rp 11 triiun atau 44,79% dari total
aset. Tju Lie
Sukanto, Direktur Keuangan Indocement , kas tersebut rencananya akan
digunakan untuk ekspansi pembangunan pembangunan cement mill dan
pabrik Brown Field di Citereup dengan nilai sebesar Rp 5,5 – 6,5 triliun yang
mampu menampung kapasitas hingga 4,4 juta ton pertahun dan pembangunan pabrik
Green Field di Jawa Tengah hingga diharapkan menampung kapasitas hingga
2-2,5 juta ton per tahun.
Pertumbuhan
aset Indocement selama tahun ini sebesar 8,10% menjadi Rp 24,60 triliun dari
akhir tahun lalu sebesar Rp 22,76 triliun.
Keunggulan
dari Indocement dibanding yang lain karena ketersediaan kas yang cukup besar
dan kekuatan modal yang besar, bahkan rasio likuiditas terhadap modal hanya 0,1
kali dan tidak mencatatkan pinjaman untuk modal, berpotensi mendorong Indocement
untuk berekspansi lebih besar.
Indocement vs Industri
Tercatat
price to earnings ratio (PER) Indocement masih
yang terendah dari semua kompetitor, dan PBV pun masih setara dengan rata-rata
kompetitor, sehingga potensi Indocement untuk naik cukup besar. Bahkan PERnya
yang lebih rendah dari pasar berpotensi mendorong kenaikan .
Return on
equity (ROE) Indocement sebesar 21,41% pun relatif tinggi untuk industri semen
walaupun masih dibawah Semen Indonesia karena leveragenya yang lebih besar
sehingga mendorong ROE.
Dalam kasus
Indocement, leverage belum dibutuhkan mengingat ketersediaan kas yang mencapai
40% dari aset, namun jika INTP melakukan ekspansi besar seperti mengakuisisi
perusahaan baru, misalnya, pembiayaan melalui hutang dapat dilakukan untuk
mendorong laverage sehingga mendorong ROE.
Sementara
itu, secara industri, AFN memprakirakan industri semen masih berpotensi tumbuh
selama tahun 2014 mendatang. Permintaan semen tetap tinggi seiring dengan meningkatnya belanja
infrastruktur pemerintah dan tumbuhnya sektor properti dalam jangka panjang.
Sektor konstruksi diprakirakan masih akan
tumbuh mengingat belanja anggaran pemerintah untuk infrastruktur kembali
mengalami kenaikan. Dalam kerangka APBN 2014, pemerintah merencanakan
mengeluarkan belanja infrastruktur hingga Rp 188,7 triliun. Tentu ini akan
menambah kenaikan pendapatan emiten kontruksi terutama BUMN. Sehingga hal ini
akan mendorong permintaan semen di dalam negeri.
Selain itu, sektor properti properti meskipun
tahun depan diprakirakan melambat dan hanya akan tumbuh sebesar 17% dibanding
tahun ini pada 21%, menunjukkan permintaan properti masih tinggi. Demografi
mayarakat Indonesia menurut BPS rata-rata berusia 28 tahun cenderung
menciptakan sisi permintaan yang sangat tinggi pada properti khususnya rumah
tempat tinggal. Dalam jangka panjang 10 tahun mendatang, sektor properti masih
akan tumbuh, namun untuk tahun ini diprakirakan melambat. Diharapkan permintaan
semen masih tinggi dari sektor properti karena kedua industri ini bersifat komplemen.
No comments:
Post a Comment