Dalam tiga triwulan terakhir, ekonomi Indonesia
sudah menunjukkan perlambatan. Ketergantungan ekonomi Indonesia hanya dari
sektor konsumsi rumah tangga yang menyumbang 55,79% komponen ekonomi Indonesia,
sementara komponen lainnya seperti sektor investasi dan perdagangan belum mampu
tumbuh secara signifikan membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat.
Beberapa unsur yang cenderung membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat aalah pertumbuhan infrastruktur yang masih rendah,
juga produktivitas yang rendah dibanding negara lain, beban anggaran subsidi yang
dinilai tidak tepat dan defisit perdagangan pada pos-pos penting terutama pada
segmen kebutuhan pokok, serta Indonesia yang cenderung dijadikan pasar pada
produk-produk penting tertentu dari negara lain padahal nilai tambah tersebut
seharusnya dapat diciptakan di Indonesia.
Sebelumnya menurut riset yang dilakukan
Reuters, beberapa analis dan ekonom yang disurvey Reuters meyakini dalam
beberapa tahun ke depan, Indonesia masih akan tumbuh di bawah target pemerintah
terpilih sebesar 7% per tahun dan untuk triwulan kedua 2014 ini masih mampu
tumbuh sebesar 5,3%.
Secara sektoral, pertumbuhan masih didorong
oleh sektor konsumsi domestik rumah tangga yang tumbuh sebesar 5,59%,
pertumbuhan sektor investasi sebesar 4,53% dan penurunan impor hingga 5,02%,
sedangkan pengeluaran pemerintah turun 0,71% dan ekspor melambat 1,04%.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih ditopang
pada sektor konsumsi, sementara sektor investasi dan pengeluaran pemerintah
terutama yang ditujukan pada belanja infrastruktur tidak tumbuh
terlalu signifikan. Selain itu, melemahnya neraca perdagangan dengan penurunan
ekspor, membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia seperti berjalan di tempat. Sektor tambang melambat selama
semester pertama, sedangkan sektor perkebunan dan
industri olahan tumbuh.
Di sisi lain, Bank Indonesia dalam upayanya
untuk menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah dan menahan arus modal asing
kembali ke negara asal, telah menaikkan suku bunga setidaknya lima kali dalam
setahun terakhir. Namun, upaya tersebut nampaknya belum mampu mendorong
investasi terutama dalam sektor riil.
Pemerintah dalam upayanya menciptakan nilai
tambah, telah melakukan pembatasan dan pelarangan ekspor bijih tambang dengan
menerbitkan peraturan pembangunan smelter untuk mendorong nilai tambah ekspor
dan produksi tambang. Namun, karena baru berjalan sejak Januari lalu dan
realitasnya hanya sedikit smelter yang beroperasi belum mampu meningkatkan
nilai ekonomi dari sektor tambang untuk menyumbang pertumbuhan PDB dalam waktu
dekat ini.
Pemerintah terpilih yang telah
menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 6 hingga 7% per tahun dalam
beberapa tahun ke depan, dihadapkan pada tantangan untuk merealisasikan janjinya
ketika menjabat mulai 20 Oktober 2014 mendatang.
Melihat data ini, ASCEND merekomendasikan
investor sebaiknya kembali menyesuaikan portofolionya terhadap pertumbuhan
ekonomi negara terbesar di Asia Tenggara ini yang melambat di bawah perkiraan
dan cenderung underperform terhadap target semestinya.
ASCEND melihat pertumbuhan infrastruktur perlu
dipacu oleh pemerintah. Selain itu pemerintah juga harus berupaya melalui
kebijakan seperti memproteksi produk nasional, menekan impor, menciptakan produk
impor tersebut di dalam negeri dan memperbaiki kebijakan-kebijakan yang justru
menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia seperti mencabut subsidi bahan bakar
minyak untuk menciptakan nilai tambah sehingga pertumbuahn PDB terdorong
signifikan.
Sebagai catatan, meskipun PDB Indonesia
tertinggi se-Asean dan nomor 18 peringkat global, namun PBD per kapita
Indonesia masih jauh lebih rendah dibanding negara tetangga seperti Singapura,
Malaysia dan Thailand.
Jakarta, Aktual.com — Rilis pertumbuhan ekonomi kuartal II 2015 yang belum cukup kuat menahan pelemahan laju rupiah. Selain itu, reaksi pemerintah yang terkesan tenang menanggapi pelemahan rupiah justru memberikan sentimen negatif.
ReplyDeleteBACA SELENGKAPNYA DI :
Ekonomi RI Melambat, Rupiah Diprediksi Masih di Zona Pelemahan