Sektor
konsumer diprakirakan mendorong pergerakan IHSG pada kuartal ketiga hingga akhir
tahun. Pertama karena secara jangka panjang sektor konsumer memang masih
memiliki permintaan yang tinggi. Kedua karena sektor-sektor lainnya diperkirakan masih berpotensi melemah.
Sektor
konsumer telah menguat 30,54% ytd dan 32,20% yoy. Potensi jumlah penduduk kelas
menengah di Indonesia yang mencapai 100 juta lebih dan terus tumbuh menjadi
potensi pasar sektor konsumer meskipun dibayangi perlambatan ekonomi global.
Ditambah lagi, Indonesia menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi
kedua di dunia setelah China. Emiten konsumer akan lebih fokus untuk memasok
kebutuhan barang konsumsi domestik dibanding memprioritaskan pasar ekspor mengantisipasi
perlambatan ekonomi global.
Perilaku
orang Indonesia yang cenderung konsumtif berpotensi mendorong pertumbuhan
sektor konsumer. Hal ini mendorong permintaan terhadap barang konsumsi dari
tahun ke tahun konsisten meningkat.
Pertumbuhan ekonomi RI dalam 9 tahun terakhir
lebih banyak ditopang dari sektor konsumsi rumah tangga.
Perilaku
manajer investasi yang selalu mencadangkan portofolionya pada sektor ini
membuat permintaan terhadap saham sektor konsumer selalu tinggi. Saat ini,
Mandiri Investasi dan Saratoga Investama telah menyatakan akan menambah portofolio mereka pada sektor konsumer mulai kuartal
ketiga mengantisipasi perlambatan ekonomi global. Tren bahwa saham konsumer
selalu mengalami pertumbuhan laba dan dengan disertai likuiditas tinggi juga
mendorong manajer investasi memegang saham konsumer. Umumnya Manajer Investasi memilih emiten sektor konsumsi yang memiliki
produk makanan atau minuman.
Faktor
psikologis bahwa saham konsumer selalu memberikan marjin 15% hingga 40% di tengah resesi sekalipun mendorong potensi pertumbuhan
saham sektor konsumer. Marjin tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan seluruh
industri di pasar yang hanya memberikan marjin sekitar 15% hingga 20%.
Namun
pada
jangka pendek, sektor konsumer masih
dihadapkan permasalahan seperti pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar
AS, kenaikan bahan bakar minyak, inflasi, kenaikan tarif dasar listrik, upah
buruh dan ancaman produk kompetitor.
Lagi, secara valuasi saham, sektor konsumer dinilai
relatif mahal dibandingkan dengan rata-rata pasar. Rasio laba per lembar saham (PER) rata-rata
sektor konsumer pada angka 26 kali jauh lebih tinggi dibandingkan rasio PER IHSG
pada kisaran 17 kali. Namun, fakta bahwa beberapa
emiten unggulan sektor konsumer membagikan dividen hampir 100% dari laba bersih yang dibukukan menjadi daya tarik tersendiri.
Sementara sektor lain dalam jangka pendek diproyeksikan akan tertekan karena
berbagai faktor. Seperti sektor properti
dan finansial yang selama awal tahun 2013 telah menjadi motor penggerak indeks. Paska tingginya inflasi dan kenaikan suku bunga Bank
Indonesia, diproyeksikan kedua sektor ini akan tertekan karena akan menekan
penyaluran kredit perbankan. Kebijakan Bank Indonesia yang menaikkan uang muka kepemilikan properti kedua dan ketiga
akan menekan kinerja kedua sektor ini.
Sektor
tambang dan pertanian di tengah masih melemahnya harga
komoditas, masih akan tertekan setidaknya hingga akhir tahun. Harga komoditas
dunia cenderung tertekan karena kelebihan pasokan. Diprakirakan keseimbangan
antara pasokan dan permintaan akan terjadi setidaknya tahaun 2014.
Sektor
industri dan manufaktur akan diuji dengan melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS. Pembelian bahan baku
industri dan manufaktur yang rata-rata menggunakan denominasi Dollar akan
mendorong kenaikan beban produksi.
Sektor
Infrastruktur paling mungkin menjadi pesaing
sektor konsumer dalam menggerakkan IHSG. Sektor ini relatif bertahan di saat tekanan
makroekonomi semakin tinggi seperti sektor konsumer. Belanja modal pemerintah
yang ditambah porsinya dalam APBN 2013, menjadi ruang aman untuk saham-saham
infrastruktur untuk mencapai target pendapatannya.
No comments:
Post a Comment