Secara
industri, indeks pertambangan yang didominasi emiten
batubara menguat hingga 11,45% sejak akhir Juli tahun lalu. Penguatan tertinggi dicapai PT Resource Alam
Indonesia, Tbk (KKGI) hingga 43,08% dan disusul PT Adaro Energy, Tbk
(ADRO) menguat
hingga 30,94%, sementara PT Borneo Lumbung Energy, Tbk (BORN) masih
terkoreksi signifikan hingga 41,38% dan PT Delta Dunia Makmur, Tbk
(DOID) turun hingga 26,96%.
Di sisi lain, sejak tiga tahun terakhir, sektor batubara telah
terkoreksi hingga 71,3% sehingga potensi rebound
semakin besar. Penurunan ini sangat signifikan akibat harga komoditas dunia
tertekan karena pasokan berlebih sedangkan permintaan tumbuh moderat.
Diskon yang sudah telalu besar ini memperkuat prakiraan bahwa sektor
batubara telah mencapai bottom line
sehingga berpotensi rebound di tahun
ini. Apalagi perlu diingat bahwa nilai aset beberapa emiten batubara justru
mengalami pertumbuhan.
Sementara itu, walaupun di pasar global batubara masih kelebihan
pasokan, kebutuhan batubara dalam negeri untuk PLN sendiri masih tinggi sekitar
78,6 juta ton pada tahun ini sehingga produksi batubara dalam negeri diharapkan
dapat diserap oleh PLN dengan prakiraan total produksi batubara di Indonesia
selama tahun 2013 mencapai 120 juta ton.
Berikut ini merupakan pilihan saham emiten batubara yang layak
diperhatikan:
PT Adaro Energy, Tbk (ADRO) merupakan saham lapis utama sektor batubara
yang mengalami kenaikan tertinggi selama semester kedua ini dan dengan
tingginya kemampuan produksi ADRO, AFN merekomendasikan saham ini layak
diperhatikan.
ADRO diprakirakan selama tahun 2013 ini memproduksi batubara hingga 23
juta ton. Walaupun beberapa situs tambangnya seperti di Tutupan mengalami
penurunan, namun di sisi lain situs tambang di Wara justru mengalami kenaikan
produksi signifikan.
Namun, kinerja fundamental ADRO sendiri masih tertekan selama kuartal
ketiga tahun 2013 dengan membukukan penurunan penjualan hingga 11,62% menjadi
Rp 26,29 triliun dan penurunan laba
bersih 47,21% menjadi Rp 1,98 triliun.
Dilihat perbandingan harga dengan nilai buku (PBV) ADRO membukukan PBV
sebesar 0,89 kali atau dinilai undervalue
oleh pasar sehingga masih berpotensi menguat selama 2014.
Selain ADRO, saham utama batubara yang perlu diperhatikan dan kami
rekomendasikan adalah PT Tambang Batubara Bukit Asam, Tbk (PTBA). Di antara
sektor batubara, PTBA mempunyai kinerja secara fundamental yang relatif baik
dibanding semua saham.
Jika diperhatikan dalam tabel perbandingan kinerja sektor batubara, PTBA
membukukan marjin yang tertinggi diantara peers, dengan marjin laba kotor
sebesar 29,3% dan marjin laba bersih sebesar 15,31%. PTBA juga membukukan
return on equity (ROE) tertinggi hingga 25,25%. Namun di sisi lain, PBV dan PER
PTBA relatif tinggi sebesar masing-masing 3,45 kali dan 13,89 kali sehingga hal
ini bisa jadi dinilai overvalue oleh
sebagian investor.
Saham lain seperti PT Indika Energy, Tbk (INDY) dan PT Bayan Resources,
Tbk (BYAN) juga layak diperhatikan. Menurut AFN, meskipun kedua emiten ini
masih tertekan selama 2013 dengan penurunan pendapatan dan laba bersih karena
beban keuangan, kurs nilai tukar dan penurunan harga batubara, namun kenaikan
produksi batubara yang dihasikan kedua emiten tersebut diekspektasikan
masing-masing mencapai 18 juta ton dan 8 juta ton di tahun 2013. Kenaikan ini diprakirakan akan memperbaiki kinerja laba
bersih di akhir 2013 ini.
Untuk saham terkait sektor batubara, AFN merekomendasikan PT ABM Investama,
Tbk (ABMM). Seperti diketahui, ABMM memiliki diversifikasi yang luas pada lini
usahanya. Di tengah penurunan sektor batubara selama 2013 kemarin, kinerja ABMM
masih positif ditopang lini bisnis lain yaitu jasa tambang dan energi.
Kinerja fundamental ABMM masih kuat dibanding saham sektor batubara lainnya,
tercatat ABMM membukukan marjin laba kotor hingga 23,16% dengan marjin laba
bersih sebesar 2,73%. Selain itu, dalam denominasi Rupiah, ABMM justru
membukukan kenaikan pendapatan meskipun hanya 3,05%.
Sementara itu, AFN merekomendasikan untuk menghindari saham tambang grup
Bakrie, meskipun PT Bumi Resources, Tbk (BUMI) merupakan produsen batubara
terbesar di Indonesia dengan kapasitas produksi hingga 40 juta ton. Tata kelola
yang masih perlu diuji ulang serta ancaman tuntutan hukum menjadi dua faktor
utama yang memberatkan.
Selain itu, melihat dari kinerja fundamental, AFN juga merekomendasikan
untuk menghindari PT Borneo Lumbung Energy, Tbk (BORN) karena kinerjanya yang
tertekan diantara semua kompetitor. BORN mencatatkan penurunan pendapatan
hingga hampir 50% dan laba tertekan hingga hampir 400%. Dengan debt to equity sebesar 5 kali dan rasio
lancar hanya 0,29 kali menambah risiko solvabilitas saham ini.
Pasar saham batubara global
Sebagai perbandingan, lima perusahaan besar global yang memproduksi
hampir 50% kapasitas batubara di dunia selain di Indonesia menunjukkan
pergerakan beragam sejak akhir Juli 2013 lalu.
Xstrata yang kapasitas produksi mencapai lebih dari 60 juta ton
pertahun, di bursa London selama semester kedua 2013 mencatatkan kenaikan saham
hingga 7.30%, sementara Anglo American yang memproduksi batubara hingga 16 juta
ton per tahun mencatatkan penurunan harga saham hingga 12,39%.
Rio Tinto yang kapasitas produksi batubara mencapai 12 juta ton per
tahun membukukan kenaikan harga sahamnya hingga 14,65%, namun seperti
diketahui, Rio Tinto memiliki diversifikasi bisnis mineral yang luas.
Semoga dengan dilaksanakannya UU Minerba tidak membuat sektor ini semakin tertekan.
ReplyDeleteRegards,
Doddy
www.dnacapitalgroup.blogspot.com
setahu saya ESDM sudah mengatakan batubara tidak termasuk dalam polemik UU minerba kemarin....karena tidak ada nilai lebih lagi.....yang perlu diperhatikan adalah harga batubara, US dolar, dan impor pajak dari China. Tetapi China sudah menandatangani FTA dengan ASEAN sehingga mestinya pajak impor itu tidak ada lagi.
ReplyDelete