Jakarta, 9
Januari 2014 – Penerbitan dua obligasi valas Indonesia ditambah menjadi US$ 4
miliar dari penawaran awal US$ 3 miliar karena oversubscription cukup besar. Ini mencerminkan tingkat kepercayaan
investor asing dalam jangka panjang kepada Indonesia di tengah defisit
keseimbangan primer dan pelemahan mata uang. Sebaiknya momentum kepercayaan dan
kondisi global ini dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk memperkuat infrastruktur
dan sistem perdagangan dalam negeri.
Penawaran 2
seri obligasi valas Indonesia yakni RI 024 bertenor 10 tahun dengan tingkat
kupon 5,875% dan RI 044 bertenor 30 tahun dengan tingkat kupon 6,75% yang
dilaksanakan pada awal Januari 2014 ini direspon dengan sangat baik oleh pasar
international.
Total
penawaran yang masuk untuk kedua obligasi ini mencapai US$17,5 miliar untuk US$3
miliar yang ditawarkan semula, atau oversubscribed sebesar 4,4 kali.
Oversubscription ini menunjukkan kepercayaan yang masih besar kepada Indonesia,
dan juga merespon kepada situasi pasar finansial global yang masih gonjang
ganjing karena belum stabilnya pertumbuhan ekonomi-ekonomi raksasa yaitu
Amerika, Eropa, dan Cina.
Kedua seri
obligasi ini paling diminati oleh investor AS (68%), diikuti oleh Eropa
(16,5%), Asia tidak termasuk Indonesia (8,5%), serta investor Indonesia sendiri
(7%). Sebagian besar penawaran muncul dari asset manager (77%), bank (5%),
asuransi dan dana pensiun (17%), dan private banking (1%). Rating BBB+ (stabil)
dari Fitch Ratings, BB+ (stabil) dari Standard and Poor’s, dan Baa4 (stabil)
dari Moody’s, masih menjadi tolok ukur investor dalam menilai kesehatan fiskal
Indonesia, walaupun defisit kesimbangan primer sudah terjadi dan Rupiah terus
melemah.
Menteri
Keuangan M.Chatib Basri menyatakan bahwa SUN berdenominasi dolar AS itu
merupakan bagian dari program Global Medium Term Notes (GMTN) sebesar US$ 25
miliar untuk membiayai sebagian defisit anggaran. Rasio Utang terhadap PDB
Indonesia saat ini baru 24,1% dan dianggap relatif cukup aman dengan
pertumbuhan ekonomi yang positif.
Walaupun positif
tetapi AFN melihat bahwa pemerintah tidak boleh melemahkan upaya memperkuat
sektor infrastruktur dan sistem perdagangan berbagai barang dan jasa di
Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia kini masih positif dibandingkan
berbagai negara raksasa lain yang terkena dampak pelemahan global. Tapi hal itu
akan cepat berbalik arah, dan ketika itu Indonesia sudah harus siap.
Penting
untuk selalu diingat bahwa walaupun di pasar finansial Indonesia masih
diminati, tetapi di sektor riil daya saing Indonesia sangat turun.
Ketidakseimbangan kedua pasar ini di dalam jangka menengah panjang akan menjadi
bom waktu bagi ekonomi.
No comments:
Post a Comment