Jakarta, 30 Januari 2014 – Pada hari ini Bursa Efek
Indonesia (BEI) memberlakukan peraturan baru tentang pencatatan, di mana salah
satunya adalah ancaman delisting bagi perusahaan publik yang porsi saham
beredar di pasar kurang dari 7,5% dan/atau 50 juta lembar saham. Tujuannya
adalah untuk meningkatkan likuiditas pasar yang belum optimal walaupun jumlah
emiten terus bertambah.
Tindakan ini mengikuti aturan yang
dikeluarkan pada tahun ini, yaitu 1-A Kep-00001/BEI/01-2014, menggantikan 1A
Kep-305/BEJ/07-2004 yang hanya
mewajibkan emiten melepaskan saham pada 1.000 pihak di papan utama dan papan
pengembangan pada saat mulai dicatat dan mempertahankannya sampai waktu
tertentu.
Peraturan baru ini dikeluarkan pada
tanggal 20 Januari 2014 dan diberlakukan mulai tanggal 30 Januari 2014.
Di aturan yang baru, BEI mengatur
jumlah minimal pemegang saham publik dalam 1 perusahaan sebanyak 300 pihak
dengan jumlah free float (saham publik yang siap diperdagangkan dan tidak ada
kepemilikan dari direksi atau pengendali) paling kurang 50 juta saham dan
minimal 7,5% dari jumlah saham dalam modal disetor, serta sahamnya dipegang
oleh paling tidak 300 pihak.
Konsekuensinya, paling tidak 80
saham harus dikeluarkan dari bursa apabila dalam 24 bulan kedepan (2 tahun)
tidak memenuhi kriteria-kriteria tersebut.
Selain itu semua emiten harus
memiliki komisaris independen dan direktur independen dengan masa jabatan
paling banyak 2 kali berturut-turut. Apabila dalam 6 bulan, persyaratan ini
belum dipenuhi, emiten tersebut terancam delisting.
Beberapa langkah yang dapat diambil
perusahaan untuk mencegah delisting adalah sebagai berikut:
- Stock split bagi perusahaan-perusahaan yang secara persentase sudah mencukupi, tetapi secara jumlah lembar masih di bawah 50 juta lembar.
- Penawaran umum sekunder ke pasar bagi perusahaan-perusahaan yang free floatnya masih kurang dari 7,5%, atau penjualan saham oleh pemegang saham mayoritas kepada pasar.
Memang konsekuensi dari penawaran
umum sekunder adalah terjadinya dilusi dan penurunan harga wajar dari saham,
serta sinyalemen yang kurang baik kepada pasar bahwa tindakan ini ‘hanya
terpaksa dilakukan’ tanpa nilai tambah apapun bagi pemegang saham. Akan tetapi
bagi perusahaan-perusahaan yang ingin tetap berada di pasar modal, langkah ini
harus diambil daripada delisting untuk kemudian relisting yang akan memakan
biaya cukup besar.
No comments:
Post a Comment