Wednesday, September 18, 2013

Asing Kembali Masuk Pasar Modal

Jakarta, 18 September 2013 - Investasi asing sudah mulai mengalir kembali ke Indonesia begitu Larry Summers mundur dari pemilihan Gubernur The Fed, meninggalkan Janet Yellen sebagai calon terkuat. Walaupun belum final, akan tetapi optimisme dan kepercayaan investor kembali pulih, dan sebagai reaksinya adalah mereka mulai masuk kembali ke emerging markets.

Ekspektasi pasar adalah Rapat The Fed (FOMC) berikutnya akan memutuskan pemangkasan secara bertahap, sehingga pemangkasan yang ditakutkan itu sebenarnya masih lama. Tetapi sampai keputusan itu diumumkan, jangan mengharapkan adanya peningkatan signifikan atas arus masuk investasi asing.

Investasi asing sudah  mulai melakukan net buy terutama pada Surat Berharga Negara (SBN) yang bertambah Rp 2,08 triliun, menjadi Rp 285,6 triliun per  13 September, dari Rp 283,52 triliun per 9 September. Sementara di pasar saham, asing sudah masuk sebesar Rp 1,78 triliun di bulan September sampai dengan 17 September, setelah melakukan net sell selama 3 bulan berturut-turut.

AFN melihat bahwa dana yang masuk pada bulan September ini adalah dana yang diparkir sementara menunggu kepastian dari AS. Kalaupun Janet Yellen terpilih, stimulus tetap memiliki umurnya sendiri, sehingga dana tersebut juga masih merupakan dana yang sementara.

Tetapi keadaan sementara dari dana itu tidak membuat Indonesia harus berkecil hati, sebaliknya menggunakan kesempatan ini untuk melakukan beberapa aksi segera, di antaranya:
1. Perbaikan kondisi infrastruktur yang dapat menopang kondisi ekonomi dalam jangka panjang
2. Peningkatan edukasi pasar modal yang lebih agresif untuk mengembangkan basis pelaku pasar modal domestik, dan
3. Memastikan tidak ada konflik pada pemilu tahun depan.

Bank Mega Melambat, Kredit Syariah Turun, Laba Bersih Tertekan.

Jakarta, 18 September 2013 - Kredit dan pembiayaan syariah PT Bank Mega Tbk (MEGA) turun 17% dibandingkan posisi semester kedua tahun lalu sebesar Rp 30,7 triliun. Penurunan kredit ini menekan laba bersih Bank Mega 73% menjadi Rp 245 miliar pada semester pertama 2013 ini dibanding Rp 909 miliar pada periode yang sama tahun lalu. Kualitas aset juga turun.


Aset Bank Mega turun 17% menjadi Rp 54 triliun dari akhir tahun lalu sebesar Rp 65 triliun. Kredit dari pihak ketiga tercatat turun 5,59% menjadi Rp 25,1 triliun dari akhir tahun lalu sebelumnya Rp 26,6 triliun. Penurunan terbesar terjadi pada kredit konsumsi sebesar 9,37% menjadi Rp 11,51 triliun dibanding akhir tahun, kredit investasi turun 2,87% menjadi Rp 8,78 triliun, sementara kredit modal kerja turun 0,82% menjadi Rp 4,9 triliun dibanding akhir tahun lalu.

Kredit yang masuk dalam pengawasan naik 21% menjadi Rp 684 miliar dari sebelumnya Rp 566 miliar. Hal ini membuat rasio non performing loan (NPL) bruto menjadi 2,68% atau naik dari tahun lalu sebesar 2,1%. NPL netto naik menjadi 1,95% dari sebelumnya 0,97%.

Dari sisi pendapatan, pendapatan bunga dan pembiayaan syariah Bank Mega turun 18% menjadi Rp 2,29 triliun dari Rp 2,78 triliun pada kuartal kedua tahun lalu. Penurunan pendapatan ini akibat penurunan kredit yang terjadi sejak tahun lalu. Beban bunga yang ditanggung Bank Mega juga turun 17% menjadi Rp 903 miliar dari sebelumnya Rp 1,08 triliun. Penurunan beban bunga ini juga akibat turunnya simpanan pihak ketiga yang membuat pembayaran bunga simpanan dan deposito lebih rendah. Pendapatan bunga bersih Bank Mega turun 19% menjadi Rp 1,39 triliun. Penurunan tersebut menekan net interest margin (NIM) yang juga tercatat turun sebesar 5,64% dari sebelumnya 5,66%.

Dari sisi pendapatan operasional, Bank Mega membukukan penurunan sebesar 20% menjadi Rp 362 miliar dibanding kuartal kedua tahun lalu sebesar Rp 450 miliar. Walaupun Bank Mega mencatatkan kenaikan pendapatan komisi dan provisi sebesar 15,86% menjadi sebesar Rp 396 miliar dibanding dengan periode sebelumnya sebesar Rp 342 miliar, namun Bank Mega mencatatkan kerugian pada perubahan nilai wajar intrumen keuangan yang signifikan hingga Rp 223 miliar dibanding periode sebelumnya yang hanya tercatat rugi Rp 39 miliar sehingga hal ini menekan pendapatan operasi.

Rasio biaya operasional dan pendapatan operasional Bank Mega naik sebesar 88,56% dibanding periode lalu sebesar 69,53%. Kenaikan beban ini membuat laba sebelum pajak juga turun signifikan hingga 69% menjadi Rp 317 miliar dibanding tahun sebelumnya mencapai Rp 1,03 triliun.

Laba bersih Bank Mega tercatat turun menjadi Rp 245 miliar dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 909 miiar. Laba bersih per lembar saham secara anual tercatat sebesar Rp 70 atau turun dibanding tahun lalu sebesar Rp 262 . tingkat pengembalian modal (return on equity) juga turun signifikan menjadi 9,04% dibanding tahun lalu sebesar 33,82%.

Simpanan ke Bank Mega turun.

Simpanan pihak ketiga Bank Mega tercatat turun sebesar 11% menjadi Rp 42,27 triliun dari sebelumnya Rp 47,63 triliun. Simpanan berasal dari deposito berjangka turun 20% menjadi Rp 21,82 triliun dari sebelumnya Rp 27,23 triliun. Sementara untuk simpanan berupa tabungan justru naik tipis 0,31% menjadi Rp 13,3 triliun dari sebelumnya Rp 13,2 triliun. Giro dari pihak ketiga tercatat juga naik tipis 0,06% menjadi Rp 7,14 triliun dari sebelumnya Rp 7,13 triliun.

Dari sisi pembiayaan, menurunnya deposito yang memberikan cost of fund hingga 2,55% seharusnya merupakan poin positif, namun hal ini tidak diimbangi dengan kenaikan pendanaan dari sisi giro dan tabungan yang memberikan cost of fund lebih kecil. Sehingga dana pihak ketiga Bank Mega tetap terkontraksi.

AFN melihat bahwa ke depan, tantangan untuk Bank Mega semakin besar. Bank Mega telah melambat disaat bank-bank lain mencatatkan pertumbuhan pada semester pertama 2013 ini.

Diprakirakan pertumbuhan kredit perbankan nasional pada semester kedua hanya tumbuh rata-rata 18% ditengah perlambatan ekonomi nasional dan ancaman pemangkasan stimulus the Fed yang akan menekan kinerja industri keuangan. BI yang telah menaikkan suku bunga acuan empat kali sejak Mei 2013 atau sejak rumor the Fed akan memangkas stimulusnya sebesar 150 basis poin menjadi 7,25% untuk menekan pelemahan nilai tukar Rupiah. Hal ini juga akan menekan kinerja Bank Mega, dimana pemodal besar berpotensi menempatkan portofolionya ke save heaven seperti emas atau properti dari pada menempatkan dana di bank. Kredit perbankan juga diprakirakan terkontraksi karena tekanan kenaikan suku bunga.

Apakah Bank Mega dapat mengoptimalkan penyaluran kredit dari pihak berelasi meskipun konsekuensinya memberikan marjin bunga yang relatif rendah? Afiliasi dengan grup yang tergabung dengan CT Crop, pemilik mayoritas saham Bank Mega, memberikan potensi yang besar. Namun, kredit yang disalurkan kepada pihak berelasi hanya sebesar Rp 336 miliar atau 1,32% dari total kredit dan pembiayaan syariah.

Pertanyaannya, bagaimana strategi Bank Mega ke depan? Apakah mengoptimalkan captive marketnya, atau berusaha menerobos pasar tak terafiliasi? Dua-duanya meminta ketegasan dan ada konsekuensinya.