Wednesday, February 26, 2014

Laba Bersih Pertamina naik 10,90% Padahal Subsidi Turun

PT Pertamina (Persero) membukukan kenaikan laba bersih 10,90% padahal penjualan hanya naik 0,25%. Pertumbuhan tipis penjualan disebabkan  karena subsidi yang diterima dari pemerintah turun, walaupun penjualan Migas naik moderat.

Laba bersih Pertamina selama tahun 2013 tercatat US$ 3,06 miliar dibandingkan tahun 2012 lalu sebesar US$ 2,76 miliar. Pertumbuhan laba lebih didorong dari pertumbuhan pendapatan keuangan yang tumbuh cukup tinggi, sementara kinerja operasional dan penjualan migas baik domestik maupun ekspor yang hanya tumbuh moderat.

Total pendapatan Pertamina sepanjang 2013 hanya naik 0,25% menjadi sebesar US$ 71,10 miliar dari sebelumnya US$ 70,92 miliar. Kenaikan ini berasal dari penjualan Migas yang naik moderat, sementara subsidi dari pemerintah turun. Subsidi yang diterima pemerintah hanya menjadi US$ 20,30 miliar dibandingkan tahun 2012 lalu sebesar US$ 21,92 miliar.

Penjualan migas untuk pasar domestik tercatat hanya naik 2,22% menjadi US$ 44,73 miliar dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar US$ 43,76 miliar, sementara penjualan migas untuk ekspor naik 16,73% menjadi US$ 5,50 miliar dibandingkan dengan tahun 2012 yang sebesar US$ 4,71 miliar.

Sementara itu, beban langsung untuk penjualan, produksi dan eksplorasi naik tipis sebelumnya menjadi US$ 64,10 miliar dibandingkan tahun 2012 sebesar US$ 63,99 miliar. Beban penjualan langsung dan beban produksi hulu dan lifting naik tipis sementara beban eksplorasi dan aktivitas operasi turun.

Hasilnya pun, laba kotor Pertamina hanya naik 0,91% menjadi US$ 7 miliar dibandingkan tahun 2012 sebesar US$ 6,94 miliar.

Sementara itu, terjadi penurunan tipis beban pemasaran dan beban administrasi menjadi US$ 2,16 miliar dibandingkan dengan tahun 2012 sebesar US$ 2,17 miliar sehingga laba usaha Pertamina selama 2013 naik tipis menjadi US$ 4,84 miliar dibandingkan tahun sebelumnya sebesar US$ 4,76 miliar.

Beban keuangan Pertamina naik hingga 45,32% menjadi US$ 479 juta dibandingkan tahun 2012 lalu sebesar US$ 329 juta dikarenakan Pertamina yang baru saja menerbitkan obligasi pada tahun 2013 lalu. Tercatat pembiayaan dari obligasi selama 2013 bertambah menjadi US$ 7,19 miliar dibandingkan tahun 2012 yang sebesar US$ 3,94 miliar.

Laba Pertamina didorong oleh perolehan pendapatan dari pembalikan nilai piutang yang signifikan.  Tercatat pendapatan dari pembalikan nilai piutang hingga sebesar US$ 451 juta dibandingkan dengan pencatatan penurunan pada tahun lalu yang kehilangan piutang hingga US$ 38,83 juta. Hal ini mendorong pendapatan keuangan hingga naik 83,24% menjadi US$ 673 juta dan akhirnya mendorong kenaikan laba bersih.

Dari sisi neraca, aset Pertamina tumbuh hingga 20,47% menjadi US$ 49,34 miliar dengan ditopang pertumbuhan dari sisi aset migas yang naik menjadi US$ 11,06 miliar dari sebelumnya US$ 7,39 miliar.

AFN melihat hal ini merupakan sisi positif bagi Pertamina dalam jangka panjang yaitu dengan kenaikan aset migas yang mencapai 49,66% atau nilai aset migas pada 2013 sebesar 22,42% dari keseluruhan aset yang artinya dalam jangka panjang kemampuan Pertamina untuk memproduksi migas masih cukup kompetitif.

Sementara itu, liabilitas Pertamina tumbuh hingga 24,40% atau lebih besar dari pertumbuhan aset. Ini menunjukkan pembiayaan aset Pertamina lebih banyak melalui liabilitas yang ditunjukkan dengan kenaikan obligasi, utang bank dan utang pemerintah.

Sama seperti BUMN lainnya, AFN melihat kewajiban Pertamina terhadap karyawan yang mencapai US$ 2,67 miliar sangat besar dan berpotensi menekan laba Pertamina di masa mendatang. Jika dibandingkan tahun lalu, nilai kewajiban tersebut telah turun.

Rasio kinerja bervariasi
Rasio imbal hasil terhadap ekuitas (ROE) justru turun menjadi 17,79% pada 2013 dibandingkan dengan tahun 2012 lalu sebesar 18,26% sehingga menunjukkan profitabilitas Pertamina turun.

Sementara itu, leverage Pertamina naik dengan  ditunjukkan oleh rasio hutang terhadap ekuitas yang naik hingga 1,86 kali dibandingkan tahun 2012 sebesar 1,70 kali seiring kenaikan hutang dari obligasi Pertamina. Sementara gearing ratio, atau rasio hutang berbunga setidaknya masih di bawah 1 kali sehingga risiko gagal bayar hutang Pertamina masih kecil.

AFN melihatnya, masih terdapat inefisiensi terhadap pengelolaan aset pertamina untuk mendorong pendapatan. Ini ditunjukkan oleh  ROE yang turun dimana kenaikan leverage belum mampu menambah profitabilitas Pertamina.

Di sisi lain, marjin laba, baik laba bersih dan laba kotor, naik tipis seiring dengan kenaikan laba bersih dan laba kotor tersebut. Artinya, meskipun penjualan hanya tumbuh moderat, beban Pertamina juga dijaga.