Friday, November 1, 2013

Inovisi Bergerak Menjadi Konglomerasi, Risiko Jadi Naik



Jakarta, 1 November 2013 – PT Inovisi Infracom, Tbk (INVS) meningkatkan pendapatan usahanya dengan cukup signifikan, 47,2%,  ditopang oleh naiknya pendapatan jasa infrastruktur telekomunikasi bergerak  terutama VAS Messaging.

Kenaikan pendapatan menjadi Rp 1,2 triliun ini, berimbas langsung kepada peningkatan laba bersih sebesar 25,5% menjadi Rp 230,86 miliar atau Rp 23/ saham. Namun marjin laba bersih berkurang menjadi 19,17% dibandingkan tahun sebelumnya di level 22,4%.

Yang menarik dicatat adalah Inovisi bukanlah semata-mata perusahaan software dan infrastruktur telekomunikasi bergerak (mobile). Inovisi kini sudah memiliki segmen usaha di bidang konstruksi, batubara, properti, manajemen aset, dan energi listrik. Ini membuat Inovisi tidak tepat lagi disandingkan dengan perusahaan-perusahaan telekomunikasi, melainkan harus dilihat di dalam kerangka konglomerasi.

Namun demikian, porsi pendapatan dari jasa telekomunikasi bergerak ini tidak turun, melainkan bertambah dari 80,3% di tahun 2012 menjadi 87,5% di tahun 2013. Apakah ini berarti bahwa ekspansi Inovisi ke segmen-segmen lainnya belum membuahkan hasil yang diharapkan?

Melihat dari hasil bruto masing-masing segmen, jelas kiranya bahwa segmen telekomunikasi bergerak masih memberikan kinerja profitabilitas tertinggi, yaitu 24,7% pada marjin laba kotor. Sementara itu marjin laba kotor dari penjualan batubara memberikan marjin 11% dan konstruksi 22,3%.



Dari informasi di atas maka AFN melihat beberapa point penting yang perlu dicatat oleh investor Inovisi:

1.       Inovisi sedang bergerak ke arah konglomerasi, sehingga model valuasi harus dimodifikasi menjadi model valuasi untuk konglomerasi yang cenderung memberikan kendali yang lebih besar kepada pemegang mayoritas.

2.       Inovisi masih belum matang di dalam bisnis-bisnis di luar telekomunikasi, sehingga dapat diperkirakan di beberapa tahun yang akan datang akan terjadi pembelanjaan modal yang cukup besar untuk mematangkan bisnis-bisnis tersebut

3.       Dengan masuknya segmen-segmen baru ini maka risiko Inovisi harus kembali di-assess karena dapat meningkat secara signifikan.Risiko berpengaruh kepada faktor diskonto yang pada akhirnya akan menekan target price dari Inovisi.


PP Properti gandeng PTPN IX, PTPP Agresif Perbesar Ukuran

Jakarta, 1 November 2013 - PT PP Properti, anak perusahaan dari PT PP (Persero) Tbk [PTPP],  kemarin menandatangani MoU dengan PTPN IX untuk memanfaatkan 2 lahan PTPN IX yang berada di Surakarta seluas 18,9 ha. Tanah tersebut rencananya akan dijadikan mixed used area yang akan mulai dibangun tahun 2014. 

PP Properti baru saja di-spin off dari PTPP dengan tujuan akan melakukan IPO di tahun 2014.  Sebelumnya PP Properti adalah salah satu divisi dari PTPP. Dengan spin-off ini diharapkan PP Properti dapat mengembangkan model bisnisnya sendiri yang unik dari induk usahanya, dan pada akhirnya memberikan nilai lebih kepada PTPP dan pemegang sahamnya. 

Usai spin-off, PP Properti mentargetkan pendapatan akan mencapai Rp 1,9 triliun per tahun. Ini akan mendorong kinerja pendapatan dari PTPP secara total karena sampai saat ini, pendapatan PP Properti masih dikonsolidasi di PTPP.

PT PP (Persero) Tbk sampai dengan 30 September 2013 telah mencatatkan peningkatan pendapatan 84% menjadi Rp 7,26 triliun dari sebelumnya Rp 3,94 triliun. Peningkatan pendapatan ini telah mendorong laba bersih sebesar 106,7% menjadi Rp 218,35 miliar atau Rp 45/ saham.
Peningkatan pendapatan ini disebabkan oleh pertumbuhan jasa konstruksi sebesar 93,67% menjadi Rp 5,87 triliun dan pertumbuhan EPC (Engineering, Procurement, Construction) sebesar 51,66% menjadi Rp 1,25 triliun.

Menarik juga dicatat bahwa PT PP baru saja mengakuisisi anak perusahaannya PT PP Dirganeka sehingga pada periode ini mencatatkan pertumbuhan aset 42% dan pertumbuhan liabilitas 39%.

AFN melihat adanya kemungkinan bahwa PT PP sedang agresif memperbesar ukurannya. Saat ini kapitalisasi pasar PTPP masih di bawah PT Wijaya Karya (Persero) Tbk [WIKA] yaitu Rp 6,25 triliun dengan harga Rp 1.290/ saham dibandingkan Rp 11,6 triliun dengan harga Rp 1.890/ saham. Dengan rasio PE yang hampir serupa, yaitu 21-22x dan rasio PBV yang juga mirip yaitu 3.51  dan 3.74x, maka PTPP perlu melakukan berbagai upaya pertumbuhan anorganik melalui akuisisi.

Beberapa point positif dari PTPP adalah:
  1. PTPP memiliki anak usaha PP Properti dan PP Dirganeka yang masing-masing merupakan pendukung bisnis PTPP yang mandiri dan menghasilkan nilai tambah lebih dan siap untuk dispin-off;
  2. Posisi kas PTPP masih besar yaitu Rp 577,06 miliar dan menghasilkan rata-rata Rp 150 miliar/ tahun dari aktivitas operasional. Biasanya pada 3 triwulan pertama, arus kas memang masih negatif sebagaimana terjadi di tahun ini sebesar –Rp 981 miliar. Hal ini karena model pembayaran dan penagihan industri konstruksi yang condong ke akhir tahun.
  3. PTPP unggul di beberapa segmen konstruksi terutama pelabuhan. Beberapa kontrak pelabuhan yang telah diterima oleh PTPP adalah Pelabuhan Krakatau Bandar Samudra-Cilegon, Terminal New Priok Jakarta, dan Pelabuhan Kali Baru.
  4. Sampai dengan September 2013, PTPP telah meraih kontrak baru sebesar Rp 13,1 triliun, 66,5% dari target akhir tahun sebesar Rp 19,7 triliun. Beberapa kontrak baru yang diperoleh PTPP pada bulan September 2013 yaitu konstruksi Gedung Peruri (Karawang), Jalan Long Belulah di Long Peso (Kalimantan Utara), Politeknik Elektro (Surabaya) dan Jalan Donggi (Sulawesi Tengah).

Sementara beberapa point dimana PTPP masih belum dapat mengalahkan WIKA adalah:
  1. Kinerja profitabilitas PTPP masih dapat ditingkatkan apabila melihat kepada benchmark-nya, WIKA. Marjin laba usaha dan laba bersih PTPP masing-masing adalah 7,93% dan 3,01%, lebih rendah daripada WIKA yang tercatat 9,82% dan 4,93%.
  2. Beban bunga PTPP masih sangat tinggi, yaitu Rp 134,87 miliar dibandingkan WIKA yang efisien di Rp 15,96 miliar. Leverage yang tinggi ditunjukkan oleh rasio utang jangka panjang terhadap ekuitas PTPP sebesar 1,13 dibandingkan WIKA di 0,57x. Beban bunga ini memberikan tekanan terhadap kinerja laba dan arus kas PTPP.