Tuesday, August 20, 2013

Banyak Perusahaan Properti Akan Garap Kawasan Industri

Jakarta, 20 Agustus 2013 - Kebijakan Bank Indonesia (BI) mengenai Loan To Value (LTV) dan fokus Ditjen Pajak pada sektor properti dinilai akan meredakan kekuatiran bubble properti, namun juga menekan pertumbuhan properti khususnya perumahan di Indonesia. Antisipasinya, perusahaan properti mungkin akan beralih ke properti berjenis kawasan industri.

Pada 11 Juli 2013, Bank Indonesia mengumumkan bahwa pihaknya akan memberlakukan pengetatan LTV untuk kredit pemilikan rumah (KPR) serta apartemen kedua dan seterusnya, mulai September. Bank sentral menetapkan LTV 60% bagi pinjaman rumah kedua dan 50% untuk pinjaman rumah ketiga, dari sebelumnya 70% untuk seluruh KPR. Selain itu, bank akan dibatasi untuk memberi kredit yang digunakan untuk uang muka (down payments) pembelian rumah.

Selain itu Direktorat Jenderal Pajak juga menyatakan akan menggenjot penerimaan pajak pada tahun 2014 di sektor properti dan finansial. Ditjen Pajak belum menyatakan gambaran strateginya seperti apa, namun kemungkinan besar properti yang dimaksud adalah properti residensial. Ditjen Pajak mendapatkan target penerimaan pajak yang meningkat cukup besar dibandingkan target tahun 2013.

PT Agung Podomoro Land, Tbk (APLN) telah melakukan dua akuisisi lahan yang akan dikembangkan sebagai kawasan industri. Akuisisi pertama adalah lewat anak perusahaan, PT Alam Makmur Indah, atas lahan seluas 216 ha di Karawang, Jawa Barat. Total nilai transaksi mencapai Rp 502 miliar. Sebelumnya, Agung Podomoro juga melakukan akuisisi kawasan industri 342 ha di Karawang. Targetnya kedua kawasan ini akan digarap awal 2014 dengan harga Rp 1 juta per m2.

PT Modernland Realty, Tbk (MDLN), melalui anak usaha PT Prisma Inti Semesta, berencana mengembangkan kawasan industri Cikande, Serang, Banten, tahun ini. Total land bank perusahaan di Cikande sebesar 420 hektare per Maret, dari lahan terlisensi 2.050 hektare. Harga jual lahannya Rp 1,2 juta per m2 hingga Maret 2013.

PT Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk (BEST) telah menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan PT Gemilang Bentara Nusa yang memiliki kepemilikan penuh atas  PT Tjokrohandoko Tugu Estate pada 22 Maret 2013.Bekasi Fajar akan membeli tanah secara bertahap, dan akan meluncurkan fase pertama dari kawasan industri dan warehouse hub ini sebesar 400 ha.  Nilai akuisisi sekitar Rp 276 miliar.

AFN melihat bahwa perkembangan ini baik seiring dengan tingginya minat pemerintah untuk mengembangkan industri hilir. Perkembangan ini juga akan membuat kompetisi di kalangan sektor properti akan makin seimbang dan tidak didominasi oleh properti perumahan saja. Ke depannya, kita akan melihat makin banyak perusahaan-perusahaan pengembang yang diminati investor karena fokusnya di industri.
Indeks Properti Jatuh karena beberapa kebijakan yang mendapatkan sentimen negatif

Periode Pengetatan Kredit Sedang Terjadi di Asia

Jakarta, 20 Agustus 2013 - Pengetatan kredit sebagaimana yang diindikasikan oleh Bank Indonesia juga terjadi di seluruh regional Asia. Indonesia menderita kenaikan yield tertinggi dibandingkan Filipina, India, dan Malaysia.  Biaya pinjaman - baik dari perbankan maupun pasar modal - akan naik, memberikan tekanan terhadap pertumbuhan ekonomi regional, dan terutama Indonesia.

Bank Indonesia menaikkan tingkat suku bunga referensinya dalam  tahun ini sampai 6,5% dari sebelumnya lama flat di 5,75%. Ini segera mendorong tingkat yield obligasi pemerintah 10 tahun segera di atas 8%.

Pengetatan kredit juga diindikasikan oleh kebijakan Bank Indonesia yang menurunkan batas atas rasio kredit terhadap dana pihak ketiga (LDR) dari 78% - 100% menjadi 78% - 92%. Artinya bank-bank yang lmemiliki LDR di luar rentang tersebut akan terkena tambahan setoran giro wajib minimum (GWM). Ini akan mengerem laju pertumbuhan kredit bank-bank yang selama ini fokus untuk penyaluran kredit. 

Selain pengetatan kredit yang direncanakan oleh Bank Indonesia, pasar modal pun ikut mendukung kondisi kredit ketat ini. Nilai Rupiah yang terus melemah karena faktor eksternal dan internal seperti inflasi dan penguatan dolar AS, membuat risiko Indonesia di mata investor global naik. Ini mendorong tingkat yield obligasi naik


Biaya penerbitan obligasi menjadi makin tinggi sehingga perusahaan-perusahaan harus kembali mendesain ulang strategi pendanaan mereka. Bank CIMB Niaga telah membatalkan rencana penerbitan obligasi Rp 2,4 triliun untuk PT Perusahaan Listrik Negara, dan mungkin hanya menyanggupi separuh dari dana tersebut.

Tekanan terhadap Indonesia Besar
Beberapa analis berpendapat bahwa investor global memiliki sentimen negatif terhadap Indonesia terkait dengan beberapa kebijakan baru pemerintah yang dianggap tidak pro-investasi. Kebijakan-kebijakan seperti tekanan terhadap industri batubara, kebijakan-kebijakan baru tentang ekspor dan kepemilikan, telah memaksa para investor global untuk bermain di rantai nilai yang memiliki potensi laba tipis. Ini membuat Indonesia yang sebelumnya menjadi prioritas teratas pada industri pertambangan menjadi yang terbawah.

Ini membuat Indonesia cukup dijauhi oleh investor-investor asing terutama terkait dengan industri pertambangan, di samping fakta bahwa prospek pertambangan belum jelas sampai saat ini.

AFN berpendapat bahwa tekanan terhadap investor global ini memiliki dua dampak, positif dan negatif. Pertama adalah tekanan ini berguna untuk mendorong lebih cepat industri manufaktur atau penghiliran di Indonesia yang berfokus kepada sumber daya lokal.

Kedua, di sisi lain secara negatif, timing dari kebijakan ini kurang tepat mengingat bahwa infrastruktur untuk mendorong penghiliran ini mungkin belum optimal. Dampaknya industri manufaktur mungkin akan terpukul karena biaya investasi menjadi sangat tinggi, padahal risiko yang dipikul belum dapat diserap seluruhnya.