Sunday, October 6, 2013

Kinerja outperform, Bank Jatim, dengan CASA tertinggi kedua, masih berpotensi menguat



Jakarta, 7 Oktober 2013 - PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur, Tbk (BJTM) dinilai outperform  oleh Reuters. Bank Jatim memang memiliki rasio CASA tertinggi kedua setelah Bank BCA, sebuah catatan kinerja luar biasa bagi bank lini kedua dengan aset sebesar Rp 30 triliun.
Dengan pertumbuhan laba dan net interest margin (NIM) yang terjaga diatas rata-rata potensi penguatan Bank Jatim masih ada.

Reuters dalam websitenya pada tanggal 26 September 2013 (http://www.reuters.com/finance/stocks/analyst?symbol=BJTM.JK ) menilai Bank Jatim masih outperform. 

Bank Jatim tercatat memiliki rasio current account and saving account (CASA) tertinggi kedua setelah Bank BCA sebesar 73,9% sehingga berpotensi mendorong pendapatan bunga bersih lebih optimal. CASA tinggi menunjukkan perolehan pendanaan murah sehingga menekan beban bunga (cost of fund). Sebuah catatan kinerja luar biasa bagi bank lini kedua dengan aset sebesar Rp 30 triliun.  Bank Jabar Banten yang juga BPD hanya mencatatkan CASA 47,5%. Dengan pertumbuhan laba dan net interest margin (NIM) yang terjaga diatas rata-rata potensi penguatan Bank Jatim masih ada.

Dengan kinerja Bank Jatim secara fundamental outperform pada kuartal kedua 2013 ini, besar kemungkinan harga saham Bank Jatim berpotensi bergerak melebihi harga IPO tahun lalu pada  430 per saham. 

Hal ini ditunjukkan pertumbuhan laba bersih hingga 28% menjadi sebesar Rp 429 miliar dibanding periode sebelumnya Rp 334 miliar. Pendapatan bunga naik 15% menjadi sebesar Rp 1,56 triliun dengan beban bunga turun 3%. Hal ini mendorong pendapatan bunga bersih naik 23% menjadi Rp 1,13 triliun. Pendapatan non-bunga tercatat naik 58% menjadi Rp 190 miliar hal ini disertai kenaikan beban operasi sebesar 26%.

Lantas, masihkah ada potensi penguatan pada harga saham Bank Jatim? Price earning ratio (PER) Bank Jatim tercatat sebesar 5,96x atau jauh lebih rendah dibanding rata-rata perbankan sebesar 10,58x. 

Nilai buku per saham (PBV) Bank Jatim tercatat sebesar 0,92 kali, bahkan lebih rendah dari rata-rata perbankan saat ini sebesar 1,67 kali. 

Tingkat pengembalian modal (ROE) Bank Jatim tercatat sebesar 15,48%. ROE tersebut lebih rendah dibanding rata-rata perbankan nasional sebesar 18%, namun dibanding dengan perbankan lini kedua,  15,15%, kinerja ini masih pada level rata-rata. 

Aset Bank Jatim tumbuh 16% menjadi Rp 33,7 triliun dari akhir tahun lalu sebesar Rp 29 triliun. Pertumbuhan Aset ini didorong oleh pertumbuhan kredit dan penempatan pada marketable securities. Dengan membukukan NIM sebesar 6,58% pada kuartal kedua ini atau di atas rata-rata perbankan nasional 6,08%, Bank Jatim secara fundamental masih berpotensi menguat.

Dibandingkan dengan bank lini kedua, ditunjukan pada tabel, PER dan PBV Bank Jatim masih lebih rendah. Rata-rata PBV bank lini kedua dengan aset dan kapitalisasi pasar berada di atas Bank Jatim sebesar 1,25x sementara Bank Jatim 0,92x dan rata-rata PER sebesar 10,22x dibanding Bank Jatim 5,96x, kinerja Bank Jatim diatas rata-rata bank tersebut.  Dengan kinerja outperform, maka potensi yang dimiliki Bank Jatim untuk menguat masih besar

Dari sisi perdagangan di pasar, volume rata-rata Bank Jatim relatif tinggi sebesar 25 juta lembar saham diperdagangkan, sehingga hal ini mengurangi risiko likuiditas. Pergerakan pasar saham di Indonesia yang diwarnai ketidakpastian akibat stimulus the Fed dan sekarang juga menanggapi isu anggaran pemerintah AS yang akan melebihi batasan yang ditentukan, membuat volatilitas pasar saham semakin tinggi. 

Tercatat beta BJTM sebesar 1,06 poin atau relatif searah dengan pergerakan pasar, menunjukkan risiko BJTM relatif sama dengan IHSG. Namun, optimisme terhadap Bank Jatim masih terlihat. Hal ini ditunjukkan dari 8 analis yang di survei Reuters sejak tiga bulan lalu, 6 analis diantaranya merekomendasikan buy dan 2 analis merekomendasikan hold.

Giro masih mendominasi dana pihak ketiga.
Dana pihak ketiga (DPK) Bank Jatim tercatat tumbuh 23% menjadi Rp 27, 4 triliun dibanding akhir tahun lalu sebesar Rp 22 triliun. Giro masih mendominasi porsi DPK sebanyak 44% sebesar Rp 12 triliun. Giro Bank Jatim tercatat tumbuh 25% dibanding akhir tahun lalu. Tabungan, meskipun mengalami penurunan 14% menjadi Rp 7 triliun, namun masih berkontribusi 30% dari seluruh DPK. 

Di sisi lain, deposito yang merupakan DPK mahal, naik 26% menjadi Rp 8,3 triliun, namun masih sebesar 26% dari seluruh dana pihak ketiga. Porsi dana murah atau CASA Bank Jatim sebesar Rp 19 triliun atau naik dari Rp. 17,8  triliun pada periode akhir tahun lalu, sehingga hal ini berpotensi menekan beban pendanaan. Berdasarkan sumber pendanaan, cost of fund tanpa pendanaan diperoleh dari Pemda Jatim dan Pemkab dan Pemkot di wilayah Jatim sebesar 3,28%. Sedangkan cost of fund termasuk Pemda Jatim, sebesar 3,18%. Hal ini lebih rendah dari rata-rata industri perbankan nasional sebesar 5,5%.

Dari sisi kredit, penyaluran kredit pada kuartal kedua 2013 ini tumbuh moderat sebesar 10% dari awal tahun menjadi Rp 20,4 triliun. Penyaluran kredit masih disominasi oleh kredit konsumer. Kredit konsumer tercatat sebesar Rp 13,1 triliun berkontribusi 64% dari seluruh total kredit. Kredit konsumer didominasi oleh kredit multi guna yang memberikan bunga antara 8,5%-18% per tahun dan kredit hipotek yang memberikan bunga hingga 9,75% per tahun. Kredit komersial yanag memberikan bunga 12,25% pertahun, tercatat sebesar Rp 3,86 triliun atau naik dari akhir tahun lalu sebesar Rp 3,2 triliun. Sementara itu, kredit UMKM masih menyumbang porsi terendah dan hanya tercatat sebesar Rp 3,4 triliun atau relatif sama dengan akhir periode tahun lalu.

Seiring dengan pertumbuhan kredit, risiko yang dihadapi Bank Jatim juga meningkat. Hal ini ditunjukkan oleh kredit yang tergolong dalam kredit kurang lancar, diragukan dan macet meningkat 23% menjadi Rp 673 miliar dibanding periode tahun lalu sebesar Rp 548 miliar. Bank Jatim mencatat non-performing loan (NPL) bruto sebesar 3,29% atau naik dari akhir tahun sebesar 2,95%. NPL bersih tercatat sebesar 2,07% atau naik dari periode akhir tahun lalu sebesar 1,86%.

Penyaluran dana Bank Jatim beralih ke sekuritas dibanding kredit. Hal ini ditunjukkan pada aset produktif yang naik hingga 18%, kredit hanya naik 10%, sedangkan sekuritas naik hingga 131% menjadi Rp 2,3 triliun. Penempatan pendanaan pada bank lain juga tercatat naik 35% menjadi Rp 6,8 triliun. Risiko dan tantangan Bank Jatim pada akhir tahun 2013 ini semakin bertambah pasca BI menaikkan suku bunga acuan hingga 7,25%. Hal ini cenderung menekan pertumbuhan kredit Bank Jatim yang moderat.

Kesempatan Bank Jatim untuk tumbuh masih terbuka. Karakter mayoritas perbankan di Indonesia yang lebih didominasi bank sebagai institusi sumber pendanaan daripada institusi  keuangan bersifat layanan jasa dan transaksi memberikan potensi besar bagi Bank Jatim. 

Tercatat 16 bank dengan kapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia membukukan rata-rata NIM sebesar 6,08% lebih besar dari rata-rata NIM perbankan di ASEAN sebesar 3%. Hal itu menunjukkan pendapatan perbankan di Indonesia didominasi oleh penyaluran pinjaman. Bank Jatim yang masih didominasi dari pendapatan bunga dapat mengambil kesempatan itu. 

Juga, ekonomi Jawa Timur yang dalam lima tahun terakhir tumbuh diatas rata-rata ekonomi Nasional, bahkan tahun 2012 lalu tercatat tumbuh sebesar 7% atau lebih tinggi dengan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6,2%, akan membuka ruang Bank Jatim untuk ekspansi.

Kendala yang dihadapi Bank Jatim lainnya adalah beroperasi pada wilayah Jawa Timur dan Jakarta sehingga membatasi ruang gerak Bank Jatim. Dari sisi pandangan investor, selama ini Bank Jatim cenderung Surabaya sentris, operasional berpusat di Surabaya, sedangkan investor nasional berpusat di Jakarta. Hal ini yang membuat Bank Jatim seakan-akan belum terlihat oleh investor besar. Hal ini berbeda dengan Bank Jabar Banten yang bahkan berencana membangun gedung operasional pusat di Jakarta, sementara wilayah operasional didominasi di daerah Jawa Barat dan Banten.