Monday, December 9, 2013

2014: Bukopin Jaga NIM di 5%, Efisiensi, dan Peningkatan Fee-based Income



Jakarta, 10 Desember 2013 – Bukopin bertekad untuk menjaga marjin bunga bersih (NIM) pada kisaran 5%  sebagai upaya pendorong pertumbuhan. Caranya yaitu mendorong kemitraan dengan Taspen dan Jamsostek, peningkatan KPR, efisiensi cost of fund  dan peningkatan fee based income dari kemitraan. 

Glen Glenardi menyatakan NIM Bukopin memang turun dibanding periode sebelumnya. Penurunan ini karena cost of fund cukup tinggi yang ditunjukkan dengan kenaikan bunga deposito hingga 10% dan porsi kredit dari Bulog yang naik. Apalagi deposito Bank Bukopin cukup besar porsinya. 

Satu faktor penekan NIM adalah kredit Bulog. Kredit Bulog tercatat meningkat  hingga Rp 2,6 triliun menjadi Rp 7,7 triliun pada kuartal ketiga 2013 dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 5,1 triliun. Bulog hanya memberikan bunga pinjaman sebesar JIBOR +2%, sementara kredit non Bulog sudah di kisaran 5%. Porsi bulog sendiri naik dari periode sebelumnya adalah untuk meminimalisasi risiko akibat kebutuhan likuiditas yang tinggi. 

Selama tahun ini, total kredit Bulog mencapai Rp 22 triliun. Sebesar Rp 11 triliun dipenuhi dari pembiayaan oleh Bank BRI, sementara Rp 6 triliun ditargetkan diserap oleh Bukopin, artinya ada sekitar Rp 5 triliun pembiayaan lain yang harus didapatkan Bulog. Diharapkan dengan permintaan yang cukup tinggi ini, pada tahun mendatang Bukopin dapat menaikkan posisi tawarnya untuk bernegosiasi kepada Bulog.

Selain itu, penurunan NIM juga diakibatkan kredit komersil yang diperlambat karena risikonya yang tinggi bila ekonomi sedang mengalami turbulensi. Padahal, kredit komersil menawarkan bunga yang atraktif. Namun bila hal ini tidak dilakukan, kredit komersil berpotensi meningkatkan NPL di masa depan. 

Untuk mendorong NIM pada tahun 2014, Bukopin akan mengoptimalkan kemitraan dengan Taspen. Seperti diketahui dulu Taspen mampu memberikan yield hingga 20%. Namun tantangannya, pangsa pasar Taspen dikuasai Bank BRI dan Bank BTPN. Saat ini Bukopin hanya memiliki kemitraan dengan satu koperasi Taspen dalam bentuk B2B, sementara tahun 2014, Bukopin berupaya mendorong dapat menjalin kemitraan dengan 4 koperasi pensiunan.

Likuiditas industri perbankan diuji di 2014
Menurut Glen Glenardi, Direktur Utama Bukopin, di tahun 2014, Bukopin melihat bahwa likuiditas akan menjadi tantangan industri perbankan akibat kebijakan pengetatan moneter oleh Bank Indonesia. Hal ini berdampak pada penurunan deposito dan aset Bukopin selama tiga bulan ketiga tahun 2013. Penurunan ini tetap terjadi walaupun deposito sudah menawarkan bunga hingga 10%.

Secara year-on-year baik aset maupun dana pihak ketiga, keduanya masih mencatatkan kenaikan. Aset Bukopin tumbuh 12,54% yoy, sementara dana pihak ketiga meningkat 11,12% yoy. Demikian pula kredit Bukopin yang tercatat membukukan kenaikan selama tiga bulan kuartal ketiga 2013 menjadi Rp 49,2 triliun dari sebelumnya Rp 46,2 triliun dari kuartal kedua lalu. Kredit bahkan mencatatkan kenaikan hingga 16,87% dibanding periode yang sama tahun lalu.
 

Fee based income
Pertumbuhan fee based income mencapai 18,52% menjadi Rp 572 miliar pada kuartal ketiga tahun ini dibanding tahun lalu sebesar Rp 482 miliar. Bahkan porsi pendapatan dari sektor  ini menyumbang 25% dari total pendapatan Bukopin. 


Pendapatan dari segmen kartu kredit tercatat sebesar 52,3% atau sebesar Rp 299,2 miliar dari seluruh fee based income, sementara dari treasury sebesar 12,3%. 

Bukopin telah menjalin kerja sama dengan PLN, Jamsostek, Swamitra, Mutifinance dan Bosowa, diharapkan dalam tahun mendatang, kemitraan strategis akan mendorong pendapatan dari sektor ini.
Bukopin merupakan bank pertama yang memberikan pelayanan pembayaran listrik oleh pelanggan PLN, selain itu dalam tahun mendatang Bukopin akan membiayai pembangunan power plant PLN hingga Rp 6 triliun. ini tidak hanya menambah fee based income juga berpotensi menambah interest income. 

Bukopin juga bekerja sama dengan Jamsostek dalam penerbitan kartu kredit dan debit berupa “smart card” yang diharapkan juga menambah pendapatan dari sisi layanan dan jasa. 

Bosowa, sebagai partner baru BBKP yang dikenal mempunyai bisnis di berbagai segmen akan meningkatkan pertumbuhan baik kredit maupun fee based income. Bosowa mempunyai bisnis di industri semen, finance, infrastruktur seperti jalan tol dan otomotif dan pembiayaannya. 

Right issue
Penawaran umum terbatas atau right issue BBKP ditujukan untuk meningkatkan kekuatan modal bank. Pesetujuan right issue akan diselenggarakan melalui rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada 11 Desember mendatang. 

Bosowa tidak akan menjadi standby buyer. Namun, Bosowa dan Kopelindo sendiri sebagai pemegang saham mayoritas berkomitmen untuk mengeksekusi hak memesan efek terlebih dahulu dalam penawaran umum terbatas atau right issue nanti. 

Right issue rencananya akan dilakukan pada kisaran harga Rp 650 hingga Rp 700 per lembar saham. Bahana dalam risetnya yang  rencana akan dirilis pekan depan mentargetkan harga Bukopin Rp 600. Right issue sebanyak-banyaknya akan dilakukan sebesar 25% dari saham beredar sekarang.