Thursday, September 11, 2014

Kinerja Tumbuh tapi Harga Emiten Perkebunan Masih Murah

Jakarta, 11 September 2014 - Kinerja fundamental beberapa emiten perkebunan menguat selama semester pertama lalu, namun saham emiten tersebut masih cenderung turun sejak 3-5 bulan terakhir, sementara IHSG berada di tren penguatan. Di posisi harga ini, sektor perkebunan masih relatif murah.

Kinerja Indeks Perkebunan
Tercatat secara rata-rata pertumbuhan 4 emiten perkebunan dengan kapitalisasi pasar terbesar (AALI, SMAR, SSMS, LSIP) yang berkontribusi 61% terhadap seluruh sektor perkebunan, membukukan pertumbuhan pendapatan hingga 33,9% dengan pertumbuhan laba bersih hingga 159,0% dan dengan imbal hasil terhadap ekuitas (ROE) keempat emiten tersebut tercatat mencapai 20,4%. Dengan kinerja fundamental yang tumbuh signifikan, emiten tersebut masih mempunyai peluang untuk menalami kenaikan harga.

Rata-rata price multiplier kempat emiten tersebut tercatat di bawah pasar dengan price to earnings ratio (PER) empat emiten tersebut sebesar 14 kali namun lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata PER pasar sebesar 21 kali. 

Salah satu emiten sawit, PT Astra Agro Lestari, Tbk (AALI) membukukan kenaikan laba bersih hingga 90,9% dengan pertumbuhan pendapatan hingga 45,7%. Kenaikan ini didukung  kerjasama pendirian pabrik pengolahan Crude Palm Oil (CPO)  antara Astra Agro dengan KL-Kepong Plantation Holdings yang terealisasi sejak akhir tahun lalu.

Pabrik pengolahan sawit  ini mempunyai kapasitas produksi hingga 2.000 ton per hari, dibangun dengan komposisi kepemilikan saham 49% dari Astra Agro dan 51% dari KL-Kepong Plantations. Bahan baku pabrik akan dipenuhi oleh Astra Agro, sehingga penjualan CPO Astra Agro pun dapat terjaga.

Dengan pertumbuhan laba tersebut dan didukung kerjasama tersebut, ASCEND yakin harga saham Astra Agro akan mampu bergerak naik hingga mendekati rata-rata harga pasar, yaitu di sekitar Rp 35.000.

Emiten lainnya, PT SMART, Tbk (SMAR) yang merupakan emiten sawit dengan perputaran aset tertinggi dengan membukukan penjualan hingga Rp 17,43 triliun atau 1,79 kali terhadap total asetnya juga masih mempunyai potensi kenaikan.

Tingginya perputaran SMART ini didorong oleh penjualan terhadap pihak berelasi baik di dalam dan di luar negeri yang mencapai 68%. Dengan penjualan yang signifikan terhadap pihak berelasi tersebut, SMART  dapat mengamankan target penjualan dimasa mendatang.

Namun harus diwaspadai bahwa penjualan yang didominasi kepada pihak berelasi, SMART  hanya membukukan marjin terbatas meskipun perputaran tinggi. Marjin laba kotor yang dibukukan SMART  tercatat sebesar 14,1% dibandingkan emiten sawit lainnya dengan rata-rata 33,9%.

Selain itu, sifat operasional SMART yang mayoritas didominasi pengolahan dan penyulingan produk CPO dan turunannya yang menyumbang total pendapatan hingga 72%, membuat biaya langsung untuk produksi cukup tinggi sehingga menekan marjin.

Meskipun demikian karena kinerja SMART tumbuh paling tinggi dibandingkan emiten sawit lainnya, ASCEND melihat potensi kenaikan harga saham SMART  masih cukup terbuka. PER  SMART relatif masih rendah, hanya 9,53 kali atau lebih rendah dibandingkan dengan pasar dan rata-rata emiten sawit lainnya. Selain itu profitabilitas dan imbal hasil tercatat cukup tinggi yaitu dengan ROE sebesar 25,9% dan kenaikan laba bersih hingga 20,8% menjadi Rp 960,70 miliar juga diharapkan mampu mendorong kenaikan harga sahan SMART.


Emiten sawit lain yang cukup menarik adalah PT London Sumatera Plantations, Tbk (LSIP) yang tergabung dalam konglomerasi grup Salim. Lonsum  membukukan profitabilitas yang signifikan. 

Lonsum  tercatat membukukan pertumbuhan laba hingga 162,7% setelah didukung oleh kenaikan pendapatan hingga 23,1%. Tercatat laba kotor naik 101,6% dengan kenaikan marjin laba menjadi 36%, didorong oleh kenaikan harga dan penurunan volume penjualan. 

Turunnya volume penjualan produk CPO Lonsum  disebabkan karena turunnya penjualan pihak ketiga. Sementara penjualan produk CPO kepada PT Salim Ivomas Pratama, Tbk (SIMP) yang terafiliasi, justru tercatat naik 38% menjadi 72% dari total volume CPO yang dijual. Permintaan CPO dari pihak ketiga yang masih rendah di awal tahun membuat volume penjualan CPO oleh Lonsum masih rendah. 

Pendapatan Lonsum sebagian besar adalah kepada sesama emiten grup Salim yaitu PT Salim Ivomas Pratama, Tbk (SIMP) yang mencapai 62,8%. Tapi meskipun penjualan signifikan terjadi kepada pihak berelasi, marjin laba kotor Lonsum terjaga hingga 36,1%.

Dibandingkan dengan SMART yang penjualannya juga didominasi kepada pihak berelasi, marjin Lonsum masih tinggi karena produksinya berasal dari kebun sendiri. Sebaliknya SMART lebih banyak mendatangkan bahan baku CPO dari pihak ketiga.

ASCEND melihat potensi kenaikan saham Lonsum masih terbuka seiring kinerja bottom line yang naik signifikan. Dengan PER sebesar 13,80 kali, maka potensi tumbuh hingga mencapai PER rata-rata pasar masih terbuka.


Emiten sawit lainnya yaitu Sawit Sumber Mas (SSMS) yang tercatat mempunyai kapitalisasi pasar relatif besar hingga Rp 13 triliun, namun nilai aset yang tercatat hanya sebesar Rp 3,61 triliun. PBV yang tinggi hingga 5,23 kali dengan PER 17,88 kali, ASCEND saat ini tidak merekomendasikan   karena sudah menunjukkan nilai di atas harga pasar.