Thursday, January 29, 2015

Suspensi Bursa atas Cita Mineral Karena Merugi Tidak Efektif

Jakarta, 30 Januari 2015 – Bursa Efek Indonesia (BEI) mensuspensi saham di seluruh pasar PT Cita Mineral Investindo, Tbk (CITA) karena meragukan keberlangsungan usaha perseroan. Alasannya karena selama tahun 2014, perseroan mencatatkan kerugian yang terus membengkak. Perdagangan saham CITA di pasar regular dan pasar tunai sudah dibekukan sejak Januari 2014 yang lalu. ASCEND berpendapat langkah ini kurang efektif.

 Cita Mineral adalah produsen bauksit dan alumina yang sedang smelter alumina melalui perusahaan asosiasinya, PT Well Harvest Winning Alumina Refinery dengan biaya US$ 1 miliar.

Sampai dengan triwulan ketiga, perseroan telah mencatatkan kerugian sebesar Rp 330,23 miliar. Sebagian besar alasan kerugian ini adalah karena penurunan pendapatan yang drastis sebesar 94% dari tahun sebelumnya karena adanya pelarangan ekspor bijih mentah.Perseroan selama ini memperoleh 100% pendapatannya dari ekspor  ke pasar Cina.

Sementara perseroan masih dalam proses pembangunan smelter, biaya-biaya terkait pembangunan yaitu beban bunga membengkak lebih dari 5 kali lipat. Perseroan mengakui bahwa selama smelter dibangun, tidak ada rencana untuk memperoleh pendapatan lain. Perkembangan pembangunan smelter terus diupayakan sesuai tenggat waktu, di mana sampai saat ini progress yang dilaporkan baru 42,63%.

Perseroan di dalam surat keterbukaan informasi kepada bursa menyatakan bahwa hambatan  yang dialami saat ini adalah bahwa perseroan belum diijinkan untuk melakukan ekspor mineral bauksit yang telah melalui proses pengolahan melalui entitas anaknya.


ASCEND melihat bahwa suspensi yang dilakukan oleh Bursa Efek ini, walaupun baik, namun kurang efektif karena kerugian tersebut telah diprediksi akan terjadi dan perseroan telah mengambil langkah-langkah untuk keberlangsungan usahanya. Lagipula saham publik perseroan sangat kecil, yaitu 3,47% saja.

Jababeka Rencana Kembangkan 100 Kawasan Industri

Jakarta, 30 Januari 2015 – PT Kawasan Industri Jababeka, Tbk (KIJA) merencanakan akan mengembangkan proyek kawasan industri di 100 kota yang tersebar di Indonesia seiring dengan rencana pemerintah untuk membangun 100 kawasan pengembangan teknologi dan inovasi (technopark) untuk industri. Belanja modal tahun ini Rp 735 miliar dari kas internal, sementara pembiayaan dengan dolar AS mulai menggunakan lindung nilai untuk menjaga terhadap fluktuasi valuta asing.

Sebelumnya pemerintah melalui Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Andrinof A. Chaniago menyatakan kebutuhan dana Rp 1,5 triliun untuk membangun 100 technopark mendukung kegiatan kawasan industri yang sudah ada, selain 13 kawasan industri baru di luar Jawa yang akan mulai dibangun pada 2015.

Menurut rencana Bappenas, selain pengembangan teknologi, "Technopark" juga akan tempat pelatihan dan pembinaan masyarakat dalam meningkatkan keahlian dalam mengelola sumber daya potensialnya.

Tahun ini perseroan menargetkan kontribusi lahan industri naik 10% menjadi Rp 502 miliar ditopang oleh kenaikan harga jual tanah yang akan berkisar di antara 10 – 15%. Sementara itu marketing sales ditargetkan Rp 1,2 triliun atau naik 15% dari pencapaian tahun 2014. Sekitar 45% diharapkan bersumber dari proyek residential dan komersial, sisanya 55% dari penjualan lahan industri.

Tahun 2014 penjualan kawasan industri menyumbang Rp 457 miliar atau sekitar 45% dari marketing sales. Kinerja ini diperoleh dari penjualan bangunan pabrik standar dan penjualan  12 Ha lahan yang dikembangkan dengan harga rata-rata Rp 2,7 juta per m2, naik dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya di bawah Rp 2 juta.

Salah satu pengembangan kota yang sudah dijalankan Jababeka adalah di Tanjung Lesung, Kabupaten Pandeglang, Banten. Jababeka mengembangkan "integrated township" Tanjung Lesung untuk menyokong industri pariwisata. Selain Tanjung Lesung, perseroan bersama dengan Sembcorp, Singapura, sedang mengembangkan proyek di Kendal, Jawa Tengah untuk menjadi kawasan industri.

Untuk mendukung ekspansi, perseroan mempersiapkan dana belanja modal  dari kas internal sekitar Rp735 miliar tahun ini. Perinciannya, sebesar Rp 600 miliar rupiah untuk akuisisi lahan di Cikarang dan Kendal. Sementara, senilai Rp135 miliar untuk pengembangan infrastruktur. Setelah Kendal dan Cikarang, kota lain yang menjadi target, yakni Morotai dan Medan.

Sampai 30 September 2014, perseroan mengantongi kas hampir Rp 1 triliun yang cukup untuk membiayai rencana capex ke depannya. Pendapatan perseroan sampai dengan triwulan ketiga hanya naik 2% menjadi Rp 2,06 triliun dengan laba Rp 390,3 miliar atau naik 338% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.


Aset Jababeka  senilai Rp 8,9 triliun dibiayai separuhnya oleh utang yang mana lebih dari dua pertiganya adalah utang dalam dolar AS. Oleh karena itu perseroan melakukan lindung nilai (hedging) yang sampai saat ini sudah mencapai US$ 50 juta dari US$ 217 juta outstanding. Adapun, sistem hedging yang digunkan adalah call spread sebesar Rp 1.500 dengan kurs sebesar Rp 12.500 per dollar AS. Selain itu perseroan juga memiliki natural hedging karena penjualan listrik, pabrik dalam dollar AS.



Wednesday, January 28, 2015

Laba BRI Naik Ditopang Simpanan Nasabah

Jakarta, 29 Januari 2015 – PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk mencatatkan kenaikan laba bersih 13,6% karena pendapatan bunga bersih naik 16,6%. Kinerja ini ditopang oleh kemampuan BRI untuk meningkatkan simpanan nasabah sebesar 23,4%. Simpanan ini telah meningkatkan kredit yang diberikan sampai 14,3%.

Laba bersih naik 13,6% menjadi Rp 24,24 triliun dari sebelumnya Rp 21,34 triliun karena peningkatan pendapatan bunga bersih naik 16,6% menjadi Rp 51,44 miliar dari sebelumnya Rp 44,11 triliun . Sebagian besar pendapatan bunga tersebut adalah dari bunga dan investasi yaitu Rp 73,07 triliun , sementara sisanya, Rp 2,06 triliun adalah dari pendapatan syariah.

Kinerja ini berhasil dicatatkan oleh BRI karena perseroan berhasil menghimpun aset sampai ke pelosok Indonesia khususnya sektor pertanian yang umumnya adalah nasabah mikro. Aset pada akhir tahun 2014 menggembung 28,1% menjadi Rp 801,96 triliun yang terutama didorong oleh kenaikan penyaluran kredit 14,3% menjadi Rp 479,21 triliun. Simpanan nasabah berhasil ditarik untuk membiayai peningkatan aset ini sehingga naik 23,4% menjadi Rp 622,32 triliun.

Sampai saat ini BRI diuntungkan mengandalkan nasabah ritel dan binaan Usaha Kecil Menengah (UKM). Namun kredit sektor perbankan akan tumbuh minimal 5% sampai 7% tahun depan, sedikit tersendat karena direm oleh Bank Indonesia. Perlambatan ini berpotensi untuk menekan pertumbuhan BRI ke depan, walaupun kini ia telah menjadi bank terbesar di tanah air berdasarkan aset, melampaui PT Bank Mandiri (Persero), Tbk (BMRI).

Kinerja lainnya dari BRI adalah keberhasilannya mengoptimalkan jaringan dan pemanfaatan teknologi terkini guna mendukung pertumbuhan bisnis perbankan, khususnya melalui transaksi e-channel dan e-banking. Keberhasilan tersebut membawa BRI meraup pendapatan berbasis komisi (fee based income) pada 2014 mencapai Rp 6,1 triliun.

Ke depannya BRI akan serius menggarap branchless banking yang akan meningkatkan potensi laba bank. Melalui perekrutan agen yang berlabel BRILink, BRI berharap bisa mengakuisisi 1,25 juta nasabah baru. Program branchless ini diharapkan akan dapat menyebar sampai ke 70 desa. 





Logindo Terbitkan Obligasi di Singapura untuk Tingkatkan Pangsa Pasar

 Jakarta, 28 Januari 2015 – PT Logindo Samudramakmur, Tbk (LEAD) menyatakan akan mencatatkan obligasi yang diperdagangkan di Bursa Efek Singapore  senilai S$ 50 juta dengan tingkat kupon 2,93% dan tenor 5 tahun. Perusahaan pemeringkat Standard & Poor’s memberikan peringkat AA- untuk obligasi perseroan ini. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan pangsa pasar. Informasi ini ternyata direspon baik oleh pasar.

Hasil dari penerbitan obligasi ini akan digunakan perseroan untuk memperkuat posisi pangsa pasar di dalam industri yang bertumbuh, peningkatan kapasitas operasional dengan pembelian armada-armada baru, dan diversifikasi sumber pendanaan kepada pasar modal global.

Berdasarkan data Research and markets yang dirilis pada bulan Agustus 2013, pasar industri jasa transportasi laut tahun 2013 secara global dinilai sebesar USD 69,3 miliar, yang diestimasikan akan mencapai USD 91,2 pada tahun 2018. Faktor utama yang mendorong pertumbuhan tersebut ialah meningkatnya permintaan minyak dan gas pasar global, pertumbuhan aktivitas eksplorasi dan produksi serta meningkatnya jumlah anjungan lepas pantai.

Berdasarkan data BP Migas yang dirilis pada bulan Juni 2013, proyeksi kebutuhan seluruh jenis kapal penunjang operasi lepas pantai yang menggambarkan industri jasa transportasi laut di Indonesia hingga tahun 2015, diperkirakan akan mencapai 235 unit. Kebutuhan jenis kapal penunjang operasi lepas pantai yang menempati posisi pertama di Indonesia adalah kapal AHTS, JR, MPV dan CLB.
Perseroan merupakan penyedia jasa penyewaan kapal penunjang kegiatan lepas pantai (Offshore Support Vessels, OSV) bagi industri minyak dan gas bumi, dengan jumlah armada sebanyak 60 kapal, mencakup 12 jenis kapal seperti: Accommodation Work Barge, Anchor Handling Tug, Anchor Handling Tug Supply, Crew Boat, Diving Support Vessel, Flat Top Barge, Harbour Tug, Hopper Barge, Landing Craft Transport, Tugboat, Platform Supply Vessel, dan Utility Boat.

Perseroan mengoperasikan armada kapalnya di berbagai wilayah di Indonesia meliputi sungai, pesisir pantai serta laut. Selain itu, untuk mendukung kegiatan usaha utama dan pelayanan kepada pelanggan, perseroan mengoperasikan perbaikan dan pemeliharaan yard/workshop di Kalimantan Timur, Indonesia. Kemudian, Perseroan juga menyediakan jasa akomodasi makan dan minum bagi awak kapal dan pelanggan, serta jasa penggantian bahan bakar kapal.

Perseroan memiliki portofolio pelanggan yang terdiri dari perusahaan-perusahaan minyak dan gas bumi lokal maupun multinasional, termasuk Total E&P Indonesie, PT Pertamina Hulu Energi Lepas Pantai Utara Jawa Barat dan ENI Muara Bakau BV. Adanya pemberlakuan asas cabotage untuk Anchor Handling Tug Supply (AHTS) dengan daya di atas 5.000 bhp dengan sistem DP, Platform Supply Vessel (PSV) dan Diving Support Vessel (DSV) mulai tahun 2013 memberikan kesempatan yang lebih luas bagi Perseroan untuk mengembangkan bisnisnya di Indonesia.

Dengan pendanaan baru ini, perseroan selama tahun 2014 – 2018 merencanakan pendapatan tumbuh rata-rata 19,65% per tahun, pertumbuhan laba rata-rata 16,08% per tahun, pertumbuhan aset 16,13% per tahun. Untuk rasio-rasio, perseroan mentargetkan rasio lancar 0,82x, rasio utang atas ekuitas 67,69%, dan imbal hasil atas ekuitas 17,15%.

Pembatasan yang harus diperhatikan oleh perusahaan adalah kekayaan bersih perseroan tidak boleh kurang dari US$ 75 juta, rasio total pinjaman dan kekayaan bersih berwujud tidak boleh lebih dari 3:1, dan rasio EBITDA dengan beban bunga tidak boleh kurang dari 2,75:1. Per tanggal 30 September 2014,  kekayaan bersih perseroan tercatat sekitar US$ 127 juta, rasio total pinjaman dan kekayaan bersih 1,1:1, sementara EBITDA per beban bunga tercatat 6,65:1.





Tuesday, January 20, 2015

HM Sampoerna Rencana Tambah Free Float


Jakarta, 20 Januari 2015 - PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP), anak usaha Philip Morris International, tengah mengkaji penambahan jumlah saham yang beredar di publik (free float) minimal sebesar 5,68% untuk memenuhi ketentuan bursa minimal 7,5%. ASCEND melihat bahwa penambahan ini akan meningkatkan likuiditas di pasar sekaligus indikasi bahwa emiten ini mau tetap berada di dalam pasar modal.

HM Sampoerna adalah emiten dengan kapitalisasi ketiga terbesar di Bursa Efek Indonesia dengan nilai kapitalisasi mencapai Rp 295 triliun dan harga per saham yang mahal, Rp 67.350. Posisi kapitalisasi produsen rokok merek Dji Sam Soe dan A Mild ini hanya di bawah PT Bank Central Asia, Tbk (BBCA) dan PT Astra International, Tbk (ASII).

Peningkatan free float hingga 7,5% dapat dilakukan dengan penambahan saham baru maupun penjualan saham milik pemegang saham mayoritas, Philip Morris Indonesia. ASCEND berpendapat bahwa kemungkinan besar HMSP akan melakukan penjualan saham pemilik karena tidak adanya kebutuhan dana yang urgent. Dengan opsi ini maka akan ada penjualan sekitar 248,9 juta lembar yang dengan harganya sekarang berpotensi menghasilkan Rp 16,8 triliun bagi Philip Morris Indonesia.


Opsi lainnya adalah dengan melakukan penambahan saham baru, sementara Philip Morris tidak melakukan injeksi modal lagi. Dengan demikian, perusahaan akan mendapatkan dana segar sekitar Rp 18,16 triliun dari penjualan sekitar 269,07 juta lembar saham baru.

Potensi nilai tersebut dapat dioptimalisasi apabila sebelum melakukan peningkatan free float, emiten terlebih dulu melakukan stock split 1:8 atau 1:10 yang akan membawa harga sahamnya di bawah Rp 10.000, serupa dengan harga Astra.

Perusahaan yang dikuasai 98,18% oleh PT Philip Morris Indonesia, anak usaha dari raksasa rokok dunia, Philip Morris International ini mencatatkan pendapatan dan laba tahunan yang selalu meningkat. Sampai triwulan ketiga tahun 2014, emiten telah mencatatkan pendapatan Rp 59,61 triliun, naik 9% dari tahun sebelumnya di tengah banyaknya peraturan baru mengenai rokok dan iklan rokok. Laba pun meningkat menjadi Rp 7,66 triliun atau Rp 1.746/ saham, naik 1,44%.


ASCEND melihat aksi korporasi yang akan dilakukan oleh HM Sampoerna ini akan meningkatkan likuiditas di bursa efek, memberikan valuasi harga pasar yang lebih baik kepada saham HM Sampoerna, meningkatkan likuiditas (exit strategy) bagi para pemegang saham HM Sampoerna, serta menjadi indikasi bahwa perusahaan rokok ini beserta pemiliknya optimis dengan pasar di Indonesia, baik pasar rokok maupun pasar modalnya. 

Sunday, January 18, 2015

Buana Listya Catatkan Laba Bersih Turun karena Beban Keuangan dan Kerugian Kurs

Jakarta, 19 Januari 2015 – PT Buana Listya Tama, Tbk (BULL) yang masih disuspensi mencatatkan penurunan laba bersih sampai dengan 90% menjadi hanya US$ 475.537 dari sebelumnya US$ 11,36 juta. Kerugian kurs serta beban keuangan yang besar adalah dua faktor utama kinerja ini.

Pendapatan Buana Listya turun 7% menjadi US$ 33,72 juta dari sebelumnya US$ 36,22 juta. Sebagian besar dari pendapatan Buana Listya berasal dari penyewaan kapal untuk distribusi  gas, minyak dan FPSO. Pendapatan dari segmen gas turun 21% menjadi US$ 15.21 juta dari sebelumnya US$ 19,22 juta. Sementara pendapatan dari segmen minyak dan FPSO naik signifikan menjadi US$ 13,97 juta dari sebelumnya hanya US$ 1,32 juta.  

Laba kotor perusahaan tercatat US$ 8,27 juta atau naik dari sebelumnya US$ 4,28 juta, yang mengindikasikan marjin laba kotor 24,5% atau lebih tinggi dari tahun sebelumnya di 11,8% saja. Akan tetapi beban keuangan yang sudah berkurang masih menekan laba sebesar US$ 5,71 juta.

Kondisi ini diperburuk dengan adanya kerugian kurs US$ 473.806 dibandingkan laba sebelumnya yang mencapai US$ 10,81 juta. Apalagi dengan revaluasi kapal yang hanya US$ 2,71 juta dibandingkan  sebelumnya US$ 7,86 juta dan kerugian lain-lain bersih sebesar US$ 270.898.

Saham Buana Listya telah disuspensi lagi pada pertengahan 2014 setelah dilepas dari suspensi pertamanya di akhir tahun 2012 karena keterlambatan pelaporan akibat situasi utang pemiliknya, PT Berlian Laju Tanker, Tbk (BLTA). November 2014 ini emiten terkena lagi sanksi berlapis karena perubahan rencana audit atas laporan keuangannya yang akhirnya baru dapat disampaikan pada hari ini. Dalam keterangannya, BEI mengatakan, sanksi ini dijatuhkan karena BULL berencana mengaudit laporan keuangan Juni 2014. Belakangan rencana berubah. Laporan keuangan yang akan diaudit adalah laporan keuangan interim September 2014.

Setelah Berlian Laju melepas sebagian besar kepemilikannya hingga hanya menguasai 32,86% dari sebelumnya 58%, Buana Listya telah melakukan berbagai upaya untuk dapat keluar dari krisis. Pertama, perusahaan telah merestrukturisasi utang kepada Merril Lynch (Asia Pasific) Limited dan Orchard Centar Master Limited (MLOR) dengan saham yang dijaminkan oleh Berlian Laju dan tanggal jatuh tempo diperpanjang menjadi 15 Januari 2015. Sampai hari ini emiten

Kedua, Buana akan berusaha untuk melakukan private placement yang didahului dengan reverse stock. Reverse stock direncanakan akan memiliki rasio 8 lembar saham lama untuk 1 lembar saham baru sehingga jumlah saham beredar akan turun dari 17,65 miliar lembar menjadi 2,21 miliar lembar. Sementara private placement direncanakan akan menerbitkan 220,6 juta saham seri B atau 10% dari jumlah saham beredar baru dengan harga pelaksanaan Rp 439 per saham.


Bila laku, Buana Listya akan mendapat dana segar Rp 96,8 miliar atau sekitar US$ 7,8 juta yang dapat digunakan untuk pembayaran beban bunga denda kepada Merril Lynch (Asia Pasific) Limited dan Orchard Centar Master Limited.

Friday, January 16, 2015

Rights Issue Sierad Terindikasi Back Door Listing

 Jakarta, 16 Januari 2015 – PT Sierad Produce, Tbk (SIPD) akhirnya akan melaksanakan penambahan modal tanpa HMETD yang akan menggenapi jumlah saham untuk reverse stock, dan akan dilanjutkan dengan penambahan modal dengan HMETD (Rights Issue). Sejak suspensi dibuka awal tahun harga saham Sierad Produce terus turun ke level terendah, Rp 50. Penurunan ini dikarenakan adanya indikasi backdoor listing dari pembeli siaga, yaitu Great Giant Pineapple serta kinerja emiten pakan ternak secara umum memang sedang kurang baik.

Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) perusahaan pada tanggal 13 Januari 2015 yang dihadiri 51,97% pemegang sahamnya telah menyetujui bahwa Sierad Produce dapat melaksanakan penambahan modal tanpa HMETD sampai dengan 2,11 miliar lembar saham atau Rp 1 triliun. Harga pelaksanaan diharapkan Rp 520/ lembar dengan periode perdagangan 12 – 18 Februari.

Dana tersebut akan digunakan 91% untuk pembelian Obligasi Wajib Tukar (biasanya merupakan obligasi yang wajib ditukarkan dengan saham penerbit obligasi) yang diterbitkan oleh Great Giant Pineapple pada harga nominal Rp 1 triliun, sementara 9% akan digunakan untuk pembayaran sebagian pinjaman modal kerja.

Salah satu pembeli siaga yang disiapkan adalah PT Great Giant Pineapple (GGP), yaitu produsen nanas dan nanas kaleng terbesar di Indonesia yang produknya diekspor ke berbagai negara di lima kontinen di dunia.  Sementara pembeli siaga kedua adalah PT OCBC Sekuritas Indonesia. Pembeli siaga telah menyiapkan dana untuk membeli saham Sierad Produce dengan harga Rp 55 (sebelum reverse stock).

Adanya kesamaan antara pembeli siaga dan penerbit obligasi yang mana dana rights issue tersebut akan digunakan, merupakan indikasi jelas akan potensi backdoor listing yang membuat saham Sierad disuspensi pada pertengahan November lalu. Dengan menjadi pembeli siaga, bila diasumsikan tidak ada yang akan meng-exercise rights miliknya, Great Giant Pineapple berpotensi menjadi pemilik mayoritas Sierad dengan 85% saham.

 Karena GGP bukan perusahaan terbuka, maka informasi aset dan ekuitasnya tidak mungkin dapat diketahui. Estimasi aman adalah bahwa obligasi bernilai Rp 1 triliun itu tidak material di dalam aset GGP namun menjadi langkah pertama untuk backdoor listing. Lazimnya langkah pertama itu akan diikuti dengan beberapa langkah penambahan modal lainnya agar GGP benar-benar menjadi bisnis utama baru dari Sierad.

Backdoor listing biasanya kurang mendapatkan apresiasi di pasar karena beberapa hal:

  1. Adanya perubahan bisnis yang mungkin kurang disukai oleh investor minoritas. Bila pada awalnya seorang investor berinvestasi pada Sierad Produce karena memiliki minat pada pakan ternak, kini sahamnya menjadi saham atas perusahaan berbasis nanas. 
  2. Perusahaan memilih jalan backdoor listing ketimbang IPO biasanya memiliki kelemahan-kelemahan tertentu yang tidak ingin diidentifikasi melalui proses IPO yang berbelit dan teliti, misalnya kegagalan bayar terhadap beberapa kreditur.  
  3. Investor minoritas biasanya terdilusi signifikan dalam banyak kasus back door listing. Pada Sierad hal ini pun terjadi, di mana public yang sebelumnya memiliki lebih dari 50% saham menjadi susut tinggal 1,8%. 


ASCEND melihat bahwa ada manfaat di dalam aksi korporasi ini, yaitu:

  1. Memperbaiki posisi pasar. Sierad Produce merupakan perusahaan pakan ternak dengan pangsa pasar dan aset yang paling kecil dibandingkan emiten yang bergerak di bidang yang sama, yaitu PT Japfa Comfeed Indonesia, Tbk (JPFA) dan PT Charoen Pokphand Indonesia, Tbk (CPIN), bahkan PT Malindo Feedmill, Tbk (MAIN). Posisi ini akan makin melemahkan saham Sierad di masa mendatang karena industri pakan ternak adalah industri komoditas yang mengandalkan skala ekonomis. Karena itu masuknya GGP yang memiliki portofolio retail yang besar dan pangsa pasar regional yang signifikan merupakan leverage yang dapat mendongkrak saham SIPD.
  2. Perbaikan Profitabilitas. Sierad Produce telah mengalami penurunan laba selama beberapa tahun terakhir yang disebabkan oleh banyaknya biaya yang tak dapat dikendalikan oleh manajemen – seperti harga jagung. Tidak adanya portofolio lain yang dapat mengkompensasi kenaikan beban ini telah menjadi penekan utama dan mungkin akan berlangsung dalam jangka panjang bagi Sierad. Oleh karena itu portofolio di industri nanas, serta masuknya GGP sebagai pemilik mayoritas mungkin akan mengubah model bisnis Sierad. 


Wednesday, January 14, 2015

Saham Rukun Raharja Meroket berkat Ekspansi Agresif

Jakarta, 15 Januari 2015 – Sejak awal tahun 2015, saham PT Rukun Raharja, Tbk (RAJA) terus naik ke titik tertinggi Rp 1.880/ lembar sebelum turun sedikit pada hari kemarin. Diduga emiten swasta satu-satunya di bidang distribusi gas ini akan mendapat manfaat besar dari pergantian pemerintahan yang memiliki kemauan politik besar dalam infrastruktur energi serta langkah-langkah ekspansif yang telah dilakukan emiten sebelumnya.



Tahun 2015 perusahaan menganggarkan belanja modal sampai dengan US$ 40 juta, jauh lebih tinggi daripada tahun 2014 yang hanya US$ 9 juta. Asal pendanaan adalah dari modal sendiri dan utang. Total utang emiten saat ini adalah 0,53x dari total asetnya, sementara posisi kas perusahaan pada akhir September masih US$ 20 juta. Diharapkan dengan kombinasi ekuitas dan utang, rasio utang emiten tidak banyak berubah sehingga tidak memberatkan kinerja keuangan perusahaan sendiri.

Belanja modal ini akan digunakan untuk proyek pembangunan pipa gas 20 km berkapasitas 15 mmscfd di Gresik, Jawa Timur dan pembangunan pipa gas 13 km berkapasitas 5 mmscfd dan fasilitas CNG (Compressor Natural Gas) di Jambi. Proyek Gresik akan dimulai pada Januari 2015 dan diharapkan selesai September dengan nilai investasi US$ 23 juta. Proyek Jambi sedang dalam tahap negosiasi dan diharapkan akan mulai konstruksi dalam 2-3 bulan ini dan selesai di semester 2 tahun ini juga.

Sumber: Materi Public Expose Emiten 2014

Sementara itu rencana strategis pengembangan perusahaan di 2015 mencakup juga distribusi 12 mmscfd di area komersil di Karawang; distribusi 20 mmscfd di Semarang, Jawa Tengah; pembangunan fasilitas gasifikasi LNG dan distribusi 20 mmscfd ke PLN di Balikpapan, Kalimantan Timur; dan distribusi 10 mmscfd di area komersil di Bali.

Rukun Raharja dikenal sebagai pemasok utama gas kepada PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan penguasa 5% pangsa pasar yang tidak dikuasai oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) yang menguasai 80% pangsa pasar.

Namun perusahaan ini sebenarnya merupakan penyedia energy terintegrasi dari hulu ke hilir, sebagaimana dapat dilihat di dalam ilustrasi model bisnis di bawah ini. Dua  anak perusahaannya bergerak di bidang non distribusi gas, yaitu PT Suryandra Nusa Bakti yang bergerak di bidang pengisian LPG dan memiliki kapasitas 400MT per hari dan PT Cahya Guna Niketama yang mengoperasikan pelabuhan dan jasa logistik di Sulawesi Utara.


Ke depannya,  perusahaan ingin fokus kepada area midstream yang mencakup pengelolaan pipa gas, fasilitas pengolahan, transportasi dan fasilitas penyimpanan. Beberapa cara yang ditempuh perusahaan adalah mengembangkan pipa gas yang menghubungkan daerah kaya gas dengan daerah yang membutuhkan, Mendapatkan alokasi gas langsung dari berbagai BUMD, mengembangkan lini usaha LNG dan fasilitas pendukungnya serta mengembangkan fasilitas produksi dan pengolahan gas.
Sumber: Laporan Tahunan Emiten 2013 dan Materi Public Expose 2014

Monday, January 12, 2015

Dua BUMN Konstruksi Rights Issue, Wijaya Karya Tergeser

Jakarta, 13 Januari 2015 – Rights Issue yang dilakukan oleh PT Adhi Karya (Persero), Tbk (ADHI) dan PT Waskita Karya (Persero), Tbk (WSKT) berpotensi merubah kepemimpinan pasar konstruksi infrastruktur yang kini dipegang oleh PT Wijaya Karya (Persero), Tbk (WIKA). ASCEND melihat bahwa perubahan ini perlu disikapi oleh Wika secara hati-hati dan strategis.

Pemerintah dikabarkan berkomitmen menggelontorkan dana senilai Rp 12 triliun untuk rights issue tiga badan usaha milik negara (BUMN). Dari jumlah itu, Adhi Karya mendapatkan alokasi sekitar Rp 2 triliun. Berlandaskan inisiatif pemerintah tersebut, Adhi Karya merencanakan rights issue dengan total Rp 3,9 triliun.

Perusahaan kontraktor pelat merah Waskita Karya membidik dana segar dari publik hasil right issue sebesar Rp1,8 triliun.  Direktur Utama Waskita Karya Muhammad Choliq mengatakan rencana penerbitan saham baru (right issue) ditargetkan akan terealisasi pada Juni tahun ini. Targetnya dari pemerintah Rp3,5 triliun dan dari publik Rp1,8 triliun sehingga total Rp5,3 triliun.

Dengan rights issue baru ini maka Adhi Karya dan Waskita Karya akan menggeser posisi Wijaya Karya sebagai BUMN konstruksi infrastruktur terbesar baik secara aset maupun ekuitas. Sebelumnya Waskita Karya menduduki peringkat kedua dengan nilai ekuitas yang cukup jauh dibandingkan Wijaya Karya, sementara Adhi Karya mengikuti di belakang.
Pergeseran Kepemimpinan Pasar,
WIKA dan PTPP Private Placement 5%

Perubahan struktur kepemimpinan pasar ini berpotensi merugikan Wijaya Karya karena:

  1. Kepemimpinan pasar seringkali diapresiasi pasar lebih besar karena umumnya memiliki potensi lebih besar untuk menghimpun pasar yang lebih besar lagi;
  2. Proyek-proyek yang lebih besar dapat diserap oleh Adhi Karya dan Waskita Karya sehingga menjadi kompetitor langsung Wijaya Karya;


ASCEND merekomendasikan agar Wijaya Karya lebih stategis di dalam menghadapi persaingan baru ini dengan beberapa alternatif, yaitu:

  • Melakukan peningkatan modal melalui private placement 5% dengan mencari partner-partner strategis;
  • Meningkatkan komunikasi dengan pasar untuk mempertahankan apresiasi pasar dengan leverage sisi positif Wijaya Karya seperti profitabilitas tertinggi dan sebagainya;
  • Melihat kompetisi langsung dan baru ini menjadi motivasi penciptaan inovasi-inovasi baik dalam teknologi maupun model bisnis Wijaya Karya ke depannya sehingga secara strategis dapat kembali merebut posisi pertama di dalam industri konstruksi infrastruktur ini.