Monday, December 16, 2013

Saham BBRM Bergerak Fluktuatif Paska Pengumuman Buyback



Jakarta, 17 Desember 2013 - Saham PT Pelayaran Nasional Bina Buana Raya Tbk (BBRM) bergerak sangat fluktuatif selama 3 hari terakhir ini. Kenaikan ini didorong oleh berita bahwa BBRM akan mengalokasikan US$ 3,87 juta untuk buyback sahamnya. Harga ini masih di bawah harga IPOnya yang di level Rp 280.

Pada Jum’at kemarin BBRM dibuka pada Rp 100, turun ke Rp 65 dan naik ke Rp 133 sebelum akhirnya ditutup di Rp 120. Hari ini, BBRM sudah sempat menyentuh level Rp 180 walaupun kembali ke area Rp 160-an.

Bina Buana Raya telah mengalokasikan anggaran senilai US$ 3,87 juta atau setara dengan Rp 46,85 miliar untuk melakukan pembelian kembali (buyback) saham perseroan. Direksi perusahaan menyebutkan dana tersebut diperoleh dari saldo laba per 30 September 2013 yang belum ditentukan penggunaannya senilai US$ 16,16 juta.

Bina Buana Raya adalah perusahaan pelayaran khususnya komoditi batubara, minyak dan gas. Awalnya hampir semua kapal yang dimiliki perusahaan adalah tongkang pengangkut batubara. Namun dengan IPO-nya kemarin, Bina Buana Raya mulai melengkapi armadanya dengan kapal-kapal untuk menarik oil rig (kilang minyak lepas pantai).

Dana hasil IPO perusahaan sebesar Rp 131,83 miliar digunakan untuk membeli 2 beli kapal penarik oil rig, membayar obligasi, dan peningkatan modal kerja.

Di keterbukaan informasi sebelumnya, Bina Buana Raya melaporkan telah mendapatkan kontrak sewa atas kedua kapal AHTS nya yang berkekuatan 8.080 BHP, yaitu MP Prelude dan MP Premier. Kontrak untuk MP Prelude yang dimulai pada tanggal 1 Desember 2013 ini diestimasi bernilai lebih dari US$ 13 juta untuk jangka waktu sekitar 26 bulan, dengan adanya opsi dari penyewa untuk perpanjangan 10 bulan. Sementara, kontrak untuk MP Premier diestimasi bernilai sekitar US$ 6,8 juta selama jangka waktu sekitar 13 bulan yang akan dimulai pada akhir bulan Desember 2013.

AFN memandang bahwa buyback saham yang dilakukan hanya dalam waktu kurang dari 1 tahun serta dengan jumlah saham publik yang kecil, yaitu 24,31% atau 915,72 juta lembar saham, bukanlah strategi yang tepat. Pertama, langkah ini akan mengurangi likuiditas di pasar yang memang sudah tidak ada. Kedua, apabila langkah ini dilakukan untuk memberikan sinyal mengenai harga wajar saham, maka seharusnya langkah ini didahului oleh langkah-langkah investor relations yang stratejik.
 
Ketiga, perusahaan belum memiliki jejak rekam yang baik mengenai kinerja fundamentalnya. Pada tahun ini saja, perusahaan mencatatkan pendapatan yang naik, tetapi laba turun. Penurunan juga terjadi pada arus kas bersih dari aktivitas operasional.