Friday, October 11, 2013

Nipress akan Stock Split 1:20, Aset Naik Rp 103,4 Miliar





Jakarta, 11 Oktober 2013 – PT Nipress, Tbk (NIPS), perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan penyimpanan tenaga listrik, mengumumkan laporan keuangan semester 1 yang diaudit karena akan melakukan stock split 1:20. Di dalamnya, Nipress juga menyatakan kenaikan aset yang signifikan karena kenaikan piutang usaha.

Nipress yang dalam satu bulan terakhir harga sahamnya sudah naik lebih dari 100% ini akan mengadakan stock split dengan rasio 1 saham lama menjadi 20 saham baru. Nilai nominal NIPS sebelumnya adalah Rp 1.000 akan menjadi Rp 50 per lembar.

Dengan stock split ini, harganya diharapkan akan lebih mendekati kemampuan retail, dan saham yang beredar di publik akan menjadi lebih banyak. Kini harga NIPS sudah di level Rp 18.150 dan saham yang beredar di pasar hanya 8,88 juta lembar.

Dengan stock split, diharapkan harga NIPS akan turun dulu di sekitar Rp 900/ lembar dan saham yang beredarnya  akan mencapai 177,6 juta lembar. Ini diharapkan akan meningkatkan likuiditas perdagangan NIPS.

NIPS juga memasuki bisnis aki industri, di samping tetap mempertahankan pasarnya di aki mobil dan motor. Tahun ini, kontribusi aki industri terhadap total penjualannya melesat menjadi 28% dari 3,7% di tahun sebelumnya. Sedangkan kontribusi aki mobil menjadi menyusut menjadi 55,3%, walaupun terjadi pertumbuhan 2,6% secara Rupiah.

Aki industri merupakan bisnis yang menjanjikan untuk NIPS. Aki industri dibutuhkan terutama pada pembangkit listrik tenaga matahari dan tenaga air hidro yang makin meluas. Kemudian aki industri juga makin dibutuhkan dengan makin meningkatnya industri manufaktur mikro di daerah-daerah yang sering mengalami putus listrik.

Akan tetapi masuknya NIPS ke dalam bisnis ini juga meningkatkan piutangnya sebesar Rp 76,04 miliar, persediaan sebesar Rp 25,81 miliar,  utang bank sebesar Rp 69,75 miliar, dan utang usaha dari pihak ketiga sebesar Rp 19,54 miliar. Kenaikan ini disebabkan oleh model pembayaran dan pemesanan yang berbeda dengan bisnis aki mobil dan motor.

Perusahaan yang dimiliki oleh PT Tritan Adhitama Nugraha dan keluarga Tandiono ini sebenarnya sudah memasuki bidang aki industri sejak lama, tetapi masih dalam porsi kecil.

AFN melihat besarnya potensi bisnis dari aki industri ini juga diimbangi dengan kebutuhan permodalan untuk ekspansi agar dapat menguasai pangsa pasar. Stock split mungkin merupakan bagian dari rencana yang lebih besar untuk melakukan aksi korporasi lainnya seperti rights issue. Apabila demikian, maka rights issue NIPS akan menarik mengingat bisnis yang akan didanainya ini potensial, dan kompetensi NIPS sendiri sudah terbangun.  

Berperkara Hukum, MNC Group di-Suspend BEI




Jakarta, 11 Oktober 2013 - Dalam transaksi Kamis, 10 Oktober 2013, kemarin, saham MNC group turun signifikan akibat kemenangan Siti Hardianti Rukmana atau Tutut dalam sengketa kasus Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) yang sekarang berganti nama MNC TV. Padahal secara fundamental, perusahaan ini memiliki kinerja baik.

Tiga saham terkait  diantaranya PT Media Nusantara Citra Tbk, (MNCN) kemarin terkoreksi signifikan hingga -10,34% menjadi Rp 2.600 pada penutupan kemarin, PT Global Mediacom Tbk, (BMTR) turun -9,42% menjadi Rp 1.970 per saham dan saham PT MNC Investama, Tbk (BHIT) - 4,1% menjadi Rp 350 per saham. Saat ini ketiga saham tersebut tengah dihentikan perdagangan sementara oleh otoritas bursa untuk mencegah panic selling.

Dalam keterangan tertulisnya, otoritas bursa menjelaskan bahwa permohonan Siti Hardiyanti Rukmana melawan termohon kasasi PT Berkah Karya Bersama (anak usaha MNCN) dimenangkan dan berarti putusan pengadilan negeri yang memenangkan PT Berkah Karya Bersama atas 75% saham Televisi Pendidikan Indonesia batal demi hukum.

MNC Group merupakan konsorsium Hary Tanoe yang menguasai media besar diantaranya RCTI, MNC TV, Global TV, Harian Seputar Indonesia, Sindo TV, portal Okezone dan Sindo News. Selain bergerak dibidang media. MNC juga mendiversifikasi bisnisnya dalam properti lewat MNC Land (KPIG.IDX).

Sementara itu, Juru bicara MNC Group yang dikutip dari Tempo.co.id menyatakan bahwa karena gugatan yang ditujukan kepada PT Berkah Karya Bersama bukan MNC Group, maka putusan itu tidak ada kosekuensinya kke MNC.

Namun kenyataan yang ter-refleksi di pasar modal kemarin berbeda. Ketiga saham MNC Group tersebut turun signifikan setelah muncul putusan Mahkamah Agung tersebut.

Hilangnya pendapatan dari TPI/MNC TV yang dapat berkontribusi terhadap kinerja MNC Group ke depannya berada di belakang penurunan ini. Apalagi di laporan keuangan tidak terlihat jelas berapa kontribusi stasiun TV ini kepada pendapatan dan laba MNCN.

Secara historis, konsorsium MNC berkinerja baik selama tahun 2013 ini. Tercatat, laba bersih MNCN tumbuh 27,11% pada semester pertama 2013 menjadi Rp 952 miliar  dibanding semester pertama tahun lalu sebesar Rp 749 miliar.

Kenaikan laba ini didorong oleh kenaikan pendapatan pada iklan televisi dan penurunan beban umum administrasi dan beban keuangan. Pendapatan segmen iklan televisi naik 9% menjadi Rp 2,8 triliun atau 88% dari total pendapatan MNCN, sementara beban umum dan administrasi turun 11%  menjadi Rp 610 miliar dan beban keuangan turun 34% menjadi Rp 21 miliar.

Sementara itu, BMTR, yang menguasai 69% saham MNCN, dalam laporan keuangan konsolidasi juga membukukan kinerja keuangan yang baik. BMTR membukukan kenaikan laba bersih hingga 19,64% menjadi Rp 632 miliar, laba ini didorong oleh naiknya pendapatan hingga 16,03% menjadi Rp 4,8 triliun.