Friday, August 30, 2013

Buyback Saham: Efektifkah?

Jakarta, 30 Agustus 2013 - Kondisi pasar saham yang bearish dalam beberapa pekan belakangan ini telah menyulut minat para emiten untuk melakukan pembelian kembali (buyback) saham-sahamnya. Walaupun tindakan ini serupa dengan yang terjadi pada tahun 2008 - 2009, namun AFN melihat bahwa buyback kali ini tidak akan se-efektif saudara tuanya.

Minat buyback saham ini mengikuti peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang resmi diberlakukan sejak 26 Agustus 2013, yaitu mengijinkan emiten melakukan buyback tanpa persetujuan RUPS. Tujuannya adalah untuk meredam gejolak pasar yang tertekan dari titik tertingginya di 5.251 menjadi hanya 4.195 setelah sempat di bawah level 4.000 pada pekan ini.

Secara umum tujuan buyback ada dua. Pertama adalah untuk memberi sinyal pada pasar bahwa harga wajar saham ada di atas harga pasarnya. Kedua, adalah perusahaan memiliki potensi laba dari selisih buyback dan penjualan kembali saham treasuri tersebut.

Pada tahun 2008, banyak buyback dilakukan untuk memberikan sinyal dan kepercayaan kepada pasar bahwa harga saham ada di bawah nilai wajarnya (undervalued). Beberapa saham yang di-buyback tahun 2008 memiliki P/E di bawah 10, seperti PT Wijaya Karya, Tbk (WIKA). Waktu itu IHSG hanya di level 1.200.

Kini, IHSG sudah 4 kali lipat dari level tersebut. Artinya harga sudah berada di sekitar nilai wajar - kalau tidak melampauinya (overvalued). Apakah sinyal yang akan ditransmisikan perusahaan melalui buyback itu akan diterima oleh pasar? AFN melihat bahwa penurunan ini disebabkan oleh sudah overvalued-nya pasar dan pasar malah sedang mencari titik ekuilibrium yang lebih wajar.

Bila dilihat pada tabel, beberapa saham malah sudah memiliki harga di atas 3 kali nilai buku, seperti Semen Gresik, dan MNC Sky Vision. Apakah pertumbuhan ekonomi Indonesia akan sedemikian agresifnya di tengah pelemahan ekonomi dunia, sehingga harga tersebut dapat dijustifikasi, bahkan ditingkatkan lagi?

Karena alasan-alasan ini, maka AFN merekomendasikan supaya buyback yang dilakukan oleh emiten harus:
1. Mempertimbangkan dengan lebih hati-hati nilai wajar dari saham, bukan hanya melihat kepada harga tertinggi yang pernah dicapai tetapi juga ekonomi secara keseluruhan;
2. Melakukan buyback untuk menjaga likuiditas, terutama untuk saham-saham yang kurang likuid seperti Mitra Pinasthika Mustika (MPMX) dan Perdana Gapuraprima (GPRA);
3. Buyback dilakukan bukan untuk memberikan sinyal naik, namun untuk membantu saham kembali ke harga wajarnya melalui penyusutan jumlah saham beredar. Hal ini nampak sekali pada saham-saham yang memiliki nilai buku lebih dari 5 seperti MNC Sky Vision (MSKY) dan Media Nusantara Citra (MNCN);
4. Tidak berasal dari dana leverage (utang) atau dana yang akan digunakan oleh operasional dan investasi ke depan, serta harus siap dengan adanya kerugian dari buyback tersebut (harga jual di bawah harga beli). 

Monday, August 26, 2013

Pertumbuhan Moderat, Saham Indofood Tidak Bergerak

Jakarta, 27 Agustus 2013 - PT Indofood Sukses Makmur, Tbk (INDF) mencatatkan pertumbuhan moderat, 9,3% menjadi Rp 26,86 triliun. Pertumbuhan ini sesuai dengan ekspektasi, dan tidak berhasil mengangkat harga saham INDF yang terus turun selama 2 hari ini sampai ke Rp 5.850.

Penjualan neto Indofood tercatat tumbuh 9,3% sementara laba kotor dan laba usaha turun masing-masing 4,01% dan 18,08%. Penurunan laba ini terutama dikarenakan penurunan kinerja Grup Agribisnis yang terimbas harga komoditi yang melemah. Hasilnya, tingkat marjin profitabilitas perusahaan juga turun.


Pertumbuhan moderat dan penurunan laba ini tidak berimbas banyak kepada kinerja saham INDF. Saham INDF sudah turun sejak 19 Agustus setelah sebelumnya fluktuatif di kisaran Rp 6.200 - 7.200. Walaupun kinerja tersebut tertekan juga oleh faktor pasar, tetapi rilis laporan keuangan hari ini tidak mampu mengangkat kinerja harga. Bahkan saham INDF sempat tertekan sampai Rp 5.700, level yang setara dengan akhir Desember 2012.

Riset yang dikeluarkan oleh Danareksa Sekuritas menyatakan bahwa peningkatan penjualan yang moderat serta penurunan laba ini telah diekspektasi. Pertumbuhan penjualan tetap didukung oleh Grup CBP yang terdiri dari divisi Mi Instan, Dairy, Makanan Ringan, Penyedap Makanan dan Nutrisi & Makanan Khusus yang menyumbang 44,8% dari total penjualan serta Bogasari yang menyumbang 26,6%.


Danareksa tetap mematok harga wajar INDF pada Rp 7.050 atau 20% di atas harga kini di Rp 5.850.

Harga CPO Naik, Astra Agro Catatkan Pertumbuhan Penjualan

Jakarta, 27 Agustus 2013 - Harga minyak sawit naik tertinggi selama 8 bulan akibat cuaca yang tidak baik bagi kedelai. Kenaikan ini akan dirasakan Astra Agro Lestari di kuartal keempat 2013 dan pertama 2014. Sementara itu, sampai bulan Agustus, AALI mencatatkan pertumbuhan penjualan 14,1%.

Harga sawit naik karena kekuatiran bahwa panen kedelai di Amerika Serikat, produser terbesar kedelai, tidak mampu memenuhi kontrak akibat cuaca yang kering. Akibatnya kontrak untuk delivery November naik 3,6% menjadi RM 2.451 ($743) per metrik ton di Bursa Derivatif Malaysia. Kenaikan ini tertinggi sejak 21 Desember di RM 2.440.

Sementara itu PT Astra Agro Lestari, Tbk (AALI) mencatatkan volume penjualan CPO sebesar 884.180 ton, naik 14,1%. Kenaikan ini adalah hasil dari kenaikan produksi CPO sebesar 8,2% pada tujuh bulan pertama tahun 2013. Sebesar 868.681 ton adalah penjualan lokal sementara ekspor sebesar 15.499 ton, dengan kenaikan masing-masing sebesar 14,1% dan 14,9%. Namun untuk harga
yang diperdagangkan turun sebesar 14,1%.
Sumber: Rilis perusahaan

Pada periode ini, kontribusi kenaikan volume penjualan kernel sebesar 71,5% atau sebesar 186.191 ton, dengan harga rata-rata penjualannya sebesar Rp 2.967 /kg turun sebesar 25,1% dari Rp
3.962 /kg di tahun 2012.

Produksi CPO AALI sampai dengan bulan Juli 2013 mencapai 835.094 ton. Dibandingkan periode yang sama tahun lalu, produksi CPO AALI Januari – Juli 2013 meningkat sebesar 8,2%. Selama periode tersebut, produksi TBS AALI mencapai 2,84 juta ton, turun sebesar 4,5% dengan yield
rata-rata sebesar 11,86 ton /ha. Dari seluruh TBS AALI yang dihasilkan, 42% berasal dari area Sumatera, sementara area Kalimantan dan Sulawesi masing-masing memberi kontribusi sebesar 38,7% dan 19,3%.

AFN ekspektasi bahwa kenaikan harga CPO ini akan berdampak positif kepada pendapatan AALI di kuartal keempat 2013 dan kuartal pertama 2014.Namun di pasar modal, ekspektasi ini sudah mengejawantah menjadi peningkatan harga yang sangat signifikan apalagi di dalam pasar yang sedang bearish.

Dalam laporan keuangan AALI untuk Semester I tahun 2013, AALI mencatatkan pendapatan bersihnya sebesar Rp 5,5 triliun atau turun sebesar 2,7% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 5,6 triliun, dengan perolehan laba bersih sebesar Rp 717 miliar turun sebesar 25,2% dari Rp 958,6 miliar pada tahun lalu, hal ini sebagai dampak dari turunnya harga CPO AALI sepanjang Semester I tahun 2013 sebesar 15,8%, yaitu dari Rp 7.886 /kg pada periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 6.638 /kg.

AALI: Harga Sudah Terbang Mengantisipasi Kenaikan Pendapatan


Sampai dengan Juli 2013, Malaysia meningkatkan produksi CPO menjadi sebesar 10,07 juta ton, meningkat sebesar 5,9% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yaitu sebesar 9,51 juta ton. Kenaikan produksi tersebut utamanya berasal dari perolehan produksi di bulan Juli yang mencapai 1,68 juta ton. Sementara untuk perkiraan produksi CPO Malaysia tahun 2013 mencapai 19,23 juta ton atau naik sebesar 2,4% dari produksi tahun lalu sebesar 18,79 juta ton.

Telkom Stock Split 1:5, Makin Mudah Menuju ke Rp 12.000?

Jakarta, 26 Agustus 2013 - PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk (TLKM) telah mengumumkan keputusan akan melakukan stock split 1 saham lama untuk 5 saham baru. AFN melihat bahwa dengan stock split ini Telkom akan makin mudah ke harga wajarnya Rp 12.000 apabila tekanan pada pasar secara umum tidak kuat.

Perdagangan dengan harga saham baru akan efektif lusa (28/8), yaitu dengan harga nominal Rp 50 dari sebelumnya Rp 250. Kalau harga TLKM tidak berubah di Rp 10.750, maka harga barunya akan di sekitar Rp 2.150. Saham yang dapat diperdagangkan akan menjadi sebanyak  100,8 miliar lembar.

Stock split yang biasanya digunakan untuk meningkatkan likuiditas ini mungkin akan memudahkan jalan Telkom menuju Rp 12.000, yaitu harga konsensus dari beberapa analis. Beberapa analis yang telah memasukkan target harganya yaitu Sucorinvest Central Rp 13.700, Daiwa Securities Rp 13.376, Ciptadana Sekuritas dan BNP Paribas Equity masing-masing Rp 12.000, dan Danareksa Sekuritas Rp 11.650. Terdapat potensi naik 11% lagi untuk pemegang saham Telkom.

Beberapa faktor yang mendorong harga wajar Telkom di atas harganya yang sekarang adalah Telkomsel masih membukukan pertumbuhan yang moderat di tengah perang harga. Pertumbuhan pendapatan ini masih di atas pertumbuhan biaya secara signifikan, sehingga memberikan laba yang cukup baik bagi perusahaan. Dengan neraca yang kuat dan arus kas yang baik, maka Telkom dapat melakukan ekspansi lebih daripada peersnya.

Tetapi AFN melihat bahwa kondisi pasar secara keseluruhan mungkin akan menunda hasil yang diharapkan dari stock split ini. Mata uang yang terus menerus melemah serta tingkat inflasi yang cukup tinggi dapat melemahkan minat investor terhadap bursa saham, dan mungkin terhadap saham Telkom secara khusus. Dengan potensi upside hanya 11%, investor finansial dapat melirik saham-saham lain yang masih besar potensi upsidenya dan lebih kecil risikonya.



Sunday, August 25, 2013

Pendapatan Modernland Lompat Dua Kali Lipat, Laba Bersih Hampir Tiga Kali

Jakarta, 26 Agustus 2013 - Akuisisi lahan dan tren kenaikan harga jual telah mendongkrak pendapatan PT Modernland Realty Tbk (MDLN) hingga lompat 2 kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun 2012, dan laba bersih hampir 3 kali lipat.

Pendapatan semester I-2013 Modernland lompat 103,1% menjadi Rp 1,04 triliun dari sebelumnya Rp 510,3 miliar di periode yang sama tahun 2012. Laba bersihnya naik 280,9% menjadi Rp 597,18 miliar atau Rp 86,80/ saham. Ini membuat rasio harga atas labanya hanya 3,74x, sangat rendah dibandingkan beberapa peersnya.

Perusahaan akan mengakuisisi lahan seluas 1.300 hektare di Bekasi, Jawa Barat. Akuisisi lahan seluas 1.300 ha di Bekasi ditargetkan rampung paling lambat pada 2015. Lahan tersebut dilengkapi dengan akses jalan tol Cibitung-Cilincing.

Selain itu, Modernland akan menambah cadangan lahan (land bank) di kawasan Modern Cikande Industrial Estate (MCIE). Di sisi lain, kenaikan harga jual lahan di kawasan industri tersebut menjadi keuntungan tersendiri bagi perusahaan property itu.

Harga jual lahan industri perseroan diharapkan naik sekitar 15-20% sepanjang tahun ini, dibandingkan rata-rata harga jual saat ini sebesar Rp 800 ribu per meter persegi. Rencana pengembangan akses tol menuju Cikande juga berpotensi mengangkat harga lahan. Akses tol yang ditargetkan rampung tahun depan itu bakal memangkas waktu tempuh ke MCIE.

Juni lalu, para pemegang saham MDLN juga telah memberi restu kepada perusahaan untuk menerbitkan surat utang dalam bentuk notes. Melalui anak usaha, Modernland Overseas Pte, Ltd (MLO), Modernland akan menerbitkan notes senilai US$ 300 juta. Mayoritas dana atau sekitar US$ 275 juta akan digunakan untuk mengakuisisi saham perusahaan properti yang sampai sekarang belum dapat disebutkan namanya. Sedangkan sisanya akan dipakai untuk meminimalisasi beban utang jangka panjang MDLN.

Tingkat leverage MDLN sendiri sebenarnya tidak tinggi. Rasio total liabilitas terhadap ekuitas masih di bawah 1, yaitu 0,73x, sementara liabilitas jangka panjangnya hanya 0,27x dari ekuitas. Kas operasional masih dapat digunakan untuk melakukan pemenuhan liabilitasnya.


Selain sektor kawasan industri, Modernland mengembangkan kawasan hunian (township), residensial, serta sarana hospitality & commercial.Khusus kawasan hunian, Modernland memiliki Kota Modern di Tangerang. Kawasan ini berdiri di lahan seluas 400 ha. MDLN juga memiliki Jakarta Garden City di Cakung. Luas lahannya sekitar 230 ha. Lebih lanjut, MDLN juga berencana mengembangkan perumahan Modern Green Residences di lahan seluas 100 ha. Proyek properti lain milik MDLN adalah Modern Hill seluas 60 ha.

Di bisnis hospitality & commercial, MDLN memiliki hotel bintang empat, yakni Hotel Novotel, di Jakarta Barat. Bisnis ini memberikan segmen pendapatan baru kepada MDLN sebesar Rp 24,26 miliar atau 2% dari total pendapatan, yang sebelumnya tidak ada.

 AFN memandang bahwa Modernland adalah salah satu pengembang properti yang patut diamati, terutama denga kiprahnya yang lebih dominan di bidang pengembangan kawasan industri. Di dalam artikel sebelumnya AFN telah menekankan bahwa kawasan industri diperkirakan akan menjadi primadona baru seiring dengan makin tingginya minat terhadap pertumbuhan industri di Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh pemerintah serta melihat kepada pertumbuhan dan perkembangan ekonomi sekarang.




Friday, August 23, 2013

4 Kebijakan Ekonomi Pemerintah - Bagus, tapi Terkesan Responsif



Jakarta, 23 Agustus 2013 - Pemerintah mengeluarkan 4 paket kebijakan ekonomi menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia. AFN melihat bahwa kebijakan ini dinilai hanya cocok untuk jangka menengah dan panjang. Lebih jauh lagi, paket-paket ini terkesan diluncurkan secara terburu-buru sebagai respon terhadap pelemahan mata uang, padahal kebijakan ini sudah sejak dulu dapat dilaksanakan.

Empat paket kebijakan yang baru saja disampaikan Menteri Perekonomian Hatta Rajasa itu adalah, pertama, memperbaiki defisit transaksi berjalan dan nilai tukar rupiah terhadap dolar dengan mendorong ekspor dan keringanan pajak kepada industri tertentu. Pemerintah juga akan menetapkan pajak barang mewah lebih tinggi untuk mobil CBU dan barang-barang impor bermerek dari rata-rata 75% menjadi 125% hingga 150%.

Paket kedua menjaga pertumbuhan ekonomi. Pemerintah akan memastikan defisit APBN-2013 tetap sebesar 2,38% dan pembiayaan aman.

Paket ketiga menjaga daya beli. Pemerintah berkoordinasi dengan BI untuk menjaga gejolak harga dan inflasi dengan mengubah tata niaga daging sapi dan hortikultura, dari impor berdasarkan kuota menjadi mekanisme impor dengan mengandalkan harga.

Paket keempat mempercepat investasi. Pemerintah akan mengefektifkan sistem layanan terpadu satu pintu perizinan investasi.

AFN melihat bahwa secara jangka menengah dan panjang, keempat kebijakan ini baik untuk memperkuat ekonomi domestik. Namun jangan diharapkan kebijakan ini akan mampu menahan pelemahan Rupiah dengan segera. Pasalnya, pelemahan Rupiah disebabkan oleh 2 faktor, internal dan eksternal.

Dari sisi internal, pelemahan Rupiah dikarenakan inflasi yang tinggi pada tahun ini, kondisi investasi terutama investasi komoditi yang makin tidak menguntungkan menurut investor asing, defisit perdagangan yang makin melebar, dan cadangan devisa yang makin menipis untuk intervensi di pasar uang.

Faktor eksternal pun berkontribusi terhadap pelemahan Rupiah ini. Kemungkinan stimulus di Amerika dihentikan membuat aliran investasi ke negara-negara berkembang berhenti serta adanya portfolio shifting sementara ke komoditi yang sedang menguat sedikit yaitu emas dan minyak adalah dua faktor utama.

Keempat kebijakan tidak dapat menahan pelemahan Rupiah yang berasal dari faktor eksternal, dan juga hanya dapat menahan sebagian kecil dari faktor internal. Namun AFN melihat bahwa pelemahan Rupiah ini menjadi pemicu munculnya empat kebijakan yang seharusnya sudah sejak lama efektif.

Tambahan lagi, AFN melihat bahwa pelemahan Rupiah kali ini mungkin akan menghambat impor, diharapkan impor barang konsumen apabila kebijakan pemerintah tepat. Tapi kenaikan ekspor yang biasanya seiring tidak akan terjadi karena sebagian besar ekspor Indonesia akhir-akhir ini adalah dari komoditi yang harganya sudah dalam dollar, dan bukan barang-barang "made in Indonesia".

Pelemahan Rupiah ini diharapkan dapat menjadi sinyal peringatan bagi pemerintah untuk segera melakukan aksi terhadap masalah-masalah ekonomi yang selama ini ditunda-tunda. 

Wednesday, August 21, 2013

TAXI, Si Pendatang Baru yang Boleh Dibeli

Jakarta, 21 Agustus 2013 - PT Express Transindo Utama, Tbk (TAXI) yang baru IPO bulan November 2013, ternyata telah menjadi perusahaan taxi terbesar di bursa dengan kinerja yang mengagumkan. Tingkat profitabilits tertinggi, aset terbesar, dan pertumbuhan tertinggi membuat saham emiten ini boleh dilirik.

Perusahaan taksi dengan kapitalisasi pasar terbesar
Express yang memiliki armada sesuai dengan namanya melantai ke bursa dengan harga Rp 560, dan sempat mencapai harga tertinggi Rp 1.790 sebelum tertekan gara-gara IHSG ke level Rp 1.360. Itu pun berarti investor IPO masih menangguk untung 142% hanya dalam waktu 9 bulan saja.

Sentimen positif ini bukannya tanpa sebab. dengan tingkat pertumbuhan pendapatan hampir 40% di tahun ini, TAXI jauh di atas perusahaan taxi lain yang mengalami penurunan pendapatan, kecuali PT Centris Multipersada Pratama, Tbk (CMPP) yang memang memiliki pendapatan dari batubara.

Kinerja keuangan yang baik
Marjin profitabilitas TAXI pun adalah yang tertinggi dengan 18,24% pendapatan dapat diatribusikan kepada pemegang saham. Imbal hasil atas ekuitas adalah 16,64%.

Neraca TAXI juga solid, dengan kas yang besar karena masih ada sekitar Rp 179 miliar yang belum terpakai dari hasil IPO dikarenakan kondisi eksternal yang tiba-tiba berfluktuasi. Tingkat utang TAXI juga kecil dengan utang jangka panjang di bawah jumlah ekuitas.

Kinerja di atas ditambah dengan reputasi taksi Express sendiri di kalangan komuter di Jakarta dan kota-kota besar Indonesia, membuat saham ini patut dipertimbangkan untuk investasi. Apalagi harganya masih murah dengan Price to earnings (P/E) hanya 2,45 dan Price to Book Value 0,4x, jauh di bawah IHSG.



Tuesday, August 20, 2013

Banyak Perusahaan Properti Akan Garap Kawasan Industri

Jakarta, 20 Agustus 2013 - Kebijakan Bank Indonesia (BI) mengenai Loan To Value (LTV) dan fokus Ditjen Pajak pada sektor properti dinilai akan meredakan kekuatiran bubble properti, namun juga menekan pertumbuhan properti khususnya perumahan di Indonesia. Antisipasinya, perusahaan properti mungkin akan beralih ke properti berjenis kawasan industri.

Pada 11 Juli 2013, Bank Indonesia mengumumkan bahwa pihaknya akan memberlakukan pengetatan LTV untuk kredit pemilikan rumah (KPR) serta apartemen kedua dan seterusnya, mulai September. Bank sentral menetapkan LTV 60% bagi pinjaman rumah kedua dan 50% untuk pinjaman rumah ketiga, dari sebelumnya 70% untuk seluruh KPR. Selain itu, bank akan dibatasi untuk memberi kredit yang digunakan untuk uang muka (down payments) pembelian rumah.

Selain itu Direktorat Jenderal Pajak juga menyatakan akan menggenjot penerimaan pajak pada tahun 2014 di sektor properti dan finansial. Ditjen Pajak belum menyatakan gambaran strateginya seperti apa, namun kemungkinan besar properti yang dimaksud adalah properti residensial. Ditjen Pajak mendapatkan target penerimaan pajak yang meningkat cukup besar dibandingkan target tahun 2013.

PT Agung Podomoro Land, Tbk (APLN) telah melakukan dua akuisisi lahan yang akan dikembangkan sebagai kawasan industri. Akuisisi pertama adalah lewat anak perusahaan, PT Alam Makmur Indah, atas lahan seluas 216 ha di Karawang, Jawa Barat. Total nilai transaksi mencapai Rp 502 miliar. Sebelumnya, Agung Podomoro juga melakukan akuisisi kawasan industri 342 ha di Karawang. Targetnya kedua kawasan ini akan digarap awal 2014 dengan harga Rp 1 juta per m2.

PT Modernland Realty, Tbk (MDLN), melalui anak usaha PT Prisma Inti Semesta, berencana mengembangkan kawasan industri Cikande, Serang, Banten, tahun ini. Total land bank perusahaan di Cikande sebesar 420 hektare per Maret, dari lahan terlisensi 2.050 hektare. Harga jual lahannya Rp 1,2 juta per m2 hingga Maret 2013.

PT Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk (BEST) telah menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan PT Gemilang Bentara Nusa yang memiliki kepemilikan penuh atas  PT Tjokrohandoko Tugu Estate pada 22 Maret 2013.Bekasi Fajar akan membeli tanah secara bertahap, dan akan meluncurkan fase pertama dari kawasan industri dan warehouse hub ini sebesar 400 ha.  Nilai akuisisi sekitar Rp 276 miliar.

AFN melihat bahwa perkembangan ini baik seiring dengan tingginya minat pemerintah untuk mengembangkan industri hilir. Perkembangan ini juga akan membuat kompetisi di kalangan sektor properti akan makin seimbang dan tidak didominasi oleh properti perumahan saja. Ke depannya, kita akan melihat makin banyak perusahaan-perusahaan pengembang yang diminati investor karena fokusnya di industri.
Indeks Properti Jatuh karena beberapa kebijakan yang mendapatkan sentimen negatif

Periode Pengetatan Kredit Sedang Terjadi di Asia

Jakarta, 20 Agustus 2013 - Pengetatan kredit sebagaimana yang diindikasikan oleh Bank Indonesia juga terjadi di seluruh regional Asia. Indonesia menderita kenaikan yield tertinggi dibandingkan Filipina, India, dan Malaysia.  Biaya pinjaman - baik dari perbankan maupun pasar modal - akan naik, memberikan tekanan terhadap pertumbuhan ekonomi regional, dan terutama Indonesia.

Bank Indonesia menaikkan tingkat suku bunga referensinya dalam  tahun ini sampai 6,5% dari sebelumnya lama flat di 5,75%. Ini segera mendorong tingkat yield obligasi pemerintah 10 tahun segera di atas 8%.

Pengetatan kredit juga diindikasikan oleh kebijakan Bank Indonesia yang menurunkan batas atas rasio kredit terhadap dana pihak ketiga (LDR) dari 78% - 100% menjadi 78% - 92%. Artinya bank-bank yang lmemiliki LDR di luar rentang tersebut akan terkena tambahan setoran giro wajib minimum (GWM). Ini akan mengerem laju pertumbuhan kredit bank-bank yang selama ini fokus untuk penyaluran kredit. 

Selain pengetatan kredit yang direncanakan oleh Bank Indonesia, pasar modal pun ikut mendukung kondisi kredit ketat ini. Nilai Rupiah yang terus melemah karena faktor eksternal dan internal seperti inflasi dan penguatan dolar AS, membuat risiko Indonesia di mata investor global naik. Ini mendorong tingkat yield obligasi naik


Biaya penerbitan obligasi menjadi makin tinggi sehingga perusahaan-perusahaan harus kembali mendesain ulang strategi pendanaan mereka. Bank CIMB Niaga telah membatalkan rencana penerbitan obligasi Rp 2,4 triliun untuk PT Perusahaan Listrik Negara, dan mungkin hanya menyanggupi separuh dari dana tersebut.

Tekanan terhadap Indonesia Besar
Beberapa analis berpendapat bahwa investor global memiliki sentimen negatif terhadap Indonesia terkait dengan beberapa kebijakan baru pemerintah yang dianggap tidak pro-investasi. Kebijakan-kebijakan seperti tekanan terhadap industri batubara, kebijakan-kebijakan baru tentang ekspor dan kepemilikan, telah memaksa para investor global untuk bermain di rantai nilai yang memiliki potensi laba tipis. Ini membuat Indonesia yang sebelumnya menjadi prioritas teratas pada industri pertambangan menjadi yang terbawah.

Ini membuat Indonesia cukup dijauhi oleh investor-investor asing terutama terkait dengan industri pertambangan, di samping fakta bahwa prospek pertambangan belum jelas sampai saat ini.

AFN berpendapat bahwa tekanan terhadap investor global ini memiliki dua dampak, positif dan negatif. Pertama adalah tekanan ini berguna untuk mendorong lebih cepat industri manufaktur atau penghiliran di Indonesia yang berfokus kepada sumber daya lokal.

Kedua, di sisi lain secara negatif, timing dari kebijakan ini kurang tepat mengingat bahwa infrastruktur untuk mendorong penghiliran ini mungkin belum optimal. Dampaknya industri manufaktur mungkin akan terpukul karena biaya investasi menjadi sangat tinggi, padahal risiko yang dipikul belum dapat diserap seluruhnya.

Sunday, August 18, 2013

Setelah Lebaran, Indeks Menuju Level Awal Tahun

Jakarta 19 Agustus 2013 - Seminggu setelah libur Idul Fitri, IHSG dibuka dengan gap negatif pada 4534, turun dari penutupan pekan lalu yang memang sudah merah di 4568. Diiringi dengan volume yang rendah selama bulan puasa dan paska liburan, IHSG diperkirakan akan masuk ke area bearish.

Selama bulan puasa dan 1 minggu setelah libur Lebaran berakhir, IHSG hanya ditransaksikan di sekitar 8,1 juta dan 8,9 juta lot per hari, jauh di bawah rata-rata 12,75 juta lembar lot per hari selama tahun 2013.

Harga yang cukup fluktuatif dengan tekanan berat ke bawah juga membayangi IHSG selama bulan Juli dan Agustus. Setelah sempat naik di awal bulan puasa dari 4405 ke 4780 di akhir Juli, IHSG kembali terdesak ke 4574 pada penutupan pekan kemarin. Pada hari ini pun dibuka gap negatif di 4460.

Ada beberapa kemungkinan tekanan pada IHSG. Pertama, nilai tukar Rupiah masih terus melemah walaupun Bank Indonesia sudah menaikkan tingkat suku bunga referensinya serta intervensi pada pasar uang sehingga terjadi penurunan cadangan devisa menjadi US$ 92,67 juta dari US$ 98,10 juta di akhir bulan Juni. Neraca pembayaran juga masih menunjukkan defisit Rp 25 triliun sementara defisit transaksi menjadi US$ 9,8 miliar (4,4% dari PDB).

Kedua, untuk mengurangi beban anggaran pemerintah, pemerintah menaikkan target penerimaan Direktorat Jenderal Pajak pada tahun 2014. Strategi yang akan digunakan adalah menggenjot penerimaan pajak dari sektor properti dan finansial yang selama ini menikmati kebijakan suku bunga rendah. Ini membuat indeks properti dan finansial pada hari ini merupakan 2 indeks yang paling tertekan.

Ketiga,BI menurunkan target pertumbuhan kredit dari 23,6% menjadi 18% dengan cara meningkatkan Giro Wajib Minimum (GWM) untuk bank-bank yang memiliki tingkat Loan to Deposit Ratio (LDR) di atas 92%. Hal ini efektif per November 2013, dan efektif akan memberikan tekanan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Harga emas Antam pada hari ini saja naik Rp 9.000 sementara emas dunia naik 0,5% ke US$ 1371. Harga minyak juga terus naik terutama tertekan oleh krisis Mesir yang tidak kunjung terlihat penyelesaiannya. Net sell asing di IHSG pada hari Jumat lebih dari Rp 890 miliar, sementara pagi ini sudah di Rp 400 miliar. Ketiga alasan ini bisa memberikan landasan untuk berpikir bahwa 

Thursday, August 1, 2013

Harga Semen Akan Naik Paska Pelemahan Nilai Rupiah

Jakarta, 2 Agustus 2013  - Harga semen diperkirakan akan naik untuk mempertahankan marjin keuntungan di tengah pelemahan nilai tukar Rupiah serta kenaikan BBM beberapa bulan lalu. Semen Indonesia, Tbk (SMGR), Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk (INTP) dan Semen Baturaja, Tbk (SMBR) sudah konfirmasi akan menaikkan harga semen mereka, sementara Holcim Indonesia, Tbk (SMCB) masih mempertimbangkan opsi ini.

Direktur Keuangan Indocement, Tju Lie Sukanto, mengatakan kemarin bahwa, penurunan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS akan berdampak pada perolehan laba usaha. Pasalnya, sekira 50-60 persen pembelian biaya produksi dilakukan dengan mata uang dolar.

Untuk mengkompensasi pelemahan Rupiah tersebut dan juga dengan kenaikan bahan bakar minyak (BBM) beberapa bulan lalu maka Indocement akan berusaha menaikkan harga pada semester II di samping melakukan efisiensi di berbagai lini produksi dan distribusi sehingga efek dari kedua faktor tersebut tidak terlalu signifikan.

Apalagi pangsa pasar Indocement turun 30,9% dari 33% di semester I-2012. INTP  mencatatkan kenaikan total penjualan semen pada semester I-2013 sebanyak 0,7% menjadi 8,81 juta ton dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 8,75 juta ton. Sementara itu volume penjualan semen nasional (industri) tumbuh 7,5% menjadi 27,83 juta ton dibanding periode sebelumnya yang tercatat sebesar  25,89 juta ton.

Semen Baturaja sejak awal Juli sudah mengumumkan akan menaikkan harga jual sekitar 3%, sementara Semen Indonesia belum memastikan berapa banyak kenaikan harganya.

Industri semen yang bersifat oligopoli memungkinkan produsen-produsen ini untuk menaikkan harga bersama-sama untuk mempertahankan marjin keuntungan bersama. Industri konstruksi dan infrastruktur yang memiliki potensi besar akibat gap kebutuhan-penawaran sangat tinggi, juga merupakan faktor utama pendukung kenaikan harga bersama ini.

Karenanya AFN melihat bahwa saham-saham semen nasional masih memiliki potensi upside yang bagus, sebagaimana telah diutarakan pada tulisan sebelumnya, "Industri Semen Masih Menarik" pada tanggal 1 Agustus 2013.

DBS Batal Akuisisi Danamon, Harga BDMN Jatuh

Jakarta, 2 Agustus 2013 - DBS Group Holdings Ltd (DBS), Singapura dipastikan batal mengakuisisi Bank Danamon Indonesia, Tbk (BDMN). Kepastian itu diungkapkan Direktur Danamon Fransiska Oei dalam keterbukaan Informasinya di Bursa Efek Indonesia, 31 Juli 2013. Ini membuat harga saham Bank Danamon jatuh dalam 2 hari belakangan ini.

Fransiska menyatakan Danamon telah menerima surat dari Fullerton Fin
ancial Holding Pte Ltd (FFH) tertanggal 31 Juli 2013 soal perjanjian jual beli saham bersyarat antara Fullerton dan DBS Group Holding Ltd akan berakhir 1 Agustus 2013 dan tidak diperpanjang kembali. "Karenanya perjanjian tersebut tidak berlaku lagi setelah tanggal 1 Agustus 2013," katanya.

Konsekuensinya Fullerton akan tetap sebagai pemegang saham pengendali Danamon melalui Asia Financial (Indonesia) Pte Ltd. Fransiska memperkirakan perkembangan ini tidak akan menimbulkan dampak terhadap kegiatan bisnis operasional perseroan.

AFN setuju dengan pernyataan ini, dengan catatan kegiatan bisnis yang dimaksud adalah kegiatan bisnis konvensional Danamon. Sementara bisnis-bisnis lain yang merupakan potensi bisnis baru yang tercipta dari integrasi kedua bank itu, pasti akan terhambat, seperti bisnis-bisnis berbasis jasa. Apalagi AFN juga melihat bahwa akuisisi bank Danamon oleh DBS lebih menguntungkan bagi DBS ketimbang bagi Bank Danamon sendiri.

Pasar merespon keputusan ini dengan berbarengan menjual saham, mengakibatkan saham BDMN turun drastis dari Rp 5.200 pada penutupan hari Rabu (31/7)  jadi Rp 4.375 pada titik terendah pagi ini (2/8), atau turun 15,8%. Penurunan ini diikuti dengan volume yang naik signifikan pada tanggal 1 Agustus yaitu sebesar 21,29 juta lembar, padahal rata-rata perdagangan sebelumnya di sekitar 9 juta lembar saham.
Saham BDMN jatuh setelah keputusan batalnya akuisisi


Pada akhir 2012, Grup DBS mengajukan akuisisi 67,37 persen saham Bank Danamon yang dimiliki oleh Fullerton melalui Asia Financial. Dana yang disiapkan untuk aksi korporsi tersebut mencapai US$ 7,2 miliar. Jika transaksi ini gol, DBS menjadi pemegang saham mayoritas Bank Danamon, bank terbesar keenam di Indonesia.

Tetapi Bank Indonesia tidak langsung memuluskan niatan tersebut. Bank sentral membatasi kepemilikan saham bank oleh lembaga keuangan bank maksimal 40 persen, kecuali jika bank tersebut memiliki tingkat kesehatan yang dipersyaratkan. Selain itu Bank Indonesia menginginkan Singapura untuk menjalankan asas resiprokal yakni mengizinkan bank asal Indonesia untuk membuka cabang atau mengakuisisi bank asal Singapura.

Industri Semen Masih Menarik

Jakarta, 1 Agustus 2013 - Ketiga perusahaan semen nasional mencatatkan kinerja yang menarik pada semester I-2013 ini, sehingga Danareksa memberikan rekomendasi Buy untuk Semen Indonesia dan Holcim Indonesia, serta Hold untuk Indocement Tunggal Prakarsa. Sementara itu volume penjualan semen nasional (industri) tumbuh 7,5% menjadi 27,83 juta ton dibanding periode sebelumnya yang tercatat sebesar  25,89 juta ton.

Semen Indonesia, Tbk (SMGR) mencatatkan pertumbuhan pendapatan yang paling tinggi, yaitu 31,9% dibandingkan Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk (INTP) dan Holcim Indonesia, Tbk (SMCB) yang masing-masing mencatat 8,8% dan 6,9%. Hal ini dikarenakan Pabrik Tuban IV dan Tonasa V sudah beroperasi membuat total volume penjualan semen tercatat 12,23 juta ton atau meningkat 18,3% dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 10,32 juta ton. Penjualan semen Indonesia terdiri atas penjualan dalam negeri sebesar 12,14 juta ton (meningkat 18,0%) dan penjualan ekspor sebesar 0,09 juta ton (meningkat 170%).

Dari sisi marjin SMGR hanya kalah dengan Indocement. Marjin laba kotor dan laba bersih SMGR tercatat 45,1% dan 22,6%. Sementara marjin INTP 47,4% dan 27,2%. Biaya bahan bakar dan tenaga kerja yang meningkat pada tahun ini terimbangi dengan harga batubara yang tetap rendah. 

Sementara itu Holcim Indonesia membukukan marjin yang terendah, yaitu 35% pada marjin laba kotor dan 10,4% pada marjin laba bersih. Namun marjin laba sebelum pajak, bunga dan depresiasi (EBITDA) adalah yang tertinggi yaitu 81,5%. Hal ini dikarenakan beban keuangan serta beban penyusutan yang lebih tinggi terhadap pendapatan.

Penjualan semen nasional yang tumbuh 7,5% menguntungkan bagi ketiga pemain besar nasional ini. Tetapi yang paling diuntungkan menurut AFN adalah Semen Indonesia karena telah meningkatkan kapasitas produksinya lebih dulu. Semen Indonesia juga sedang membangun proyek brownfield dengan kapasitas 3 juta ton dan sebuah proyek greenfield. Sebaliknya Holcim masih menunggu selesainya peningkatan kapasitas di tengah tahun 2014. Indocement juga agak ketinggalan dengan peningkatan kapasitasnya di mana kini perusahaan baru akan masuk ke proyek brownfield 4,4 juta ton dan beberapa proyek greenfield berkapasitas 2,5 juta ton. 

Tidak heran Danareksa memberikan target harga yang lebih tinggi daripada harga penutupan sekarang untuk ketiga perusahaan semen ini.

Tapi AFN memberikan beberapa pertimbangan berikut ini:




Laba Lautan Luas Naik, tapi Pendapatan Turun

Jakarta, 1 Agustus 2013 - Laba bersih Lautan Luas, Tbk (LTLS), distributor kimia, melonjak 148,2% menjadi Rp 128,88 miliar di tengah penurunan pendapatan. Kinerja ini dikarenakan ada laba penjualan investasi dan penjualan aset tetap sebesar Rp 171,5 miliar.

Laba bersih Lautan Luas tercatat Rp 128,88 miliar sementara pendapatannya tercatat Rp 2,75 triliun. Ini mencerminkan marjin laba bersih 4,7%, lebih tinggi daripada periode sebelumnya yang hanya 1,6%. Pendapatan turun 16,4% dari sebelumnya Rp 3,28 triliun, tapi laba bersihnya naik dari sebelumnya Rp 51,92 miliar. Laba bersih per saham sampai dengan semester I ini tercatat Rp 165/saham naik dibandingkan semester I-2012 sebesar Rp 67/ saham.

Kinerja ini sebagian besar disebabkan karena adanya laba penjualan investasi sebesar Rp 169,15 miliar serta laba penjualan aset tetap sebesar Rp 3,3 miliar. Tapi perusahaan pun berhasil menekan beban pokok pendapatannya, menghasilkan marjin laba kotor yang lebih baik daripada tahun lalu yaitu 15,6% dibandingkan 13,2% di tahun 2012.

Perusahaan merampingkan perusahaannya dengan menjual beberapa kepemilikannya yaitu seluruh kepemilikan pada PT Sibelco Lautan Minerals (produsen kimia), PT Mahkota Indonesia (Produsen kimia), dan PT EP-TEC Solutions Indonesia (jasa), ; serta sebagian kecil kepemilikan di PT Findeco Jaya (produsen kimia). Hasil penjualan saham diterima dalam bentuk kas sebesar Rp 170,82 miliar.

Tapi di saat yang sama perusahaan juga mengakuisisi saham perusahaan PT Lautan Ajinomoto Fine Ingredients, keduanya masing-masing sebesar 49% dengan membayar sebesar Rp 48,57 miliar. Kerjasama dengan Ajinomoto adalah untuk memproduksi bahan kosmetik perawatan pribadi di semester II-2013.

Selain itu ada 1 nama anak perusahaan yang hilang dan 1 lain yang timbul. Ini adalah PT Hydro Hitech Optima (jasa), yang setelah diakuisisi 51% oleh Organo Corporation Jepang, berganti nama menjadi PT Lautan Organo Water.

AFN melihat bahwa perampingan dan restrukturisasi ini sejalan dengan strategi utama perusahaan yaitu tumbuh di bidang air bersih, produk berbasis sulfur, dan makanan alami serta ekspansi ke Asia Pasifik. Akan tetapi laba yang melonjak ini merupakan dampak positif yang mungkin tidak akan terjadi lagi di tahun depan.