Sunday, July 6, 2014

Garuda, Dapat Hutang untuk Bayar Hutang, Risiko Makin Tinggi

Jakarta, 7 Juli 2014 - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, (GIAA) mendapatkan sindikasi pembiayaan hingga senilai US$ 200 juta atau hampir senilai Rp 2,4 triliun dari beberapa bank asing dan dalam negari yang sebagian untuk melunasi hutang yang akan jatuh tempo tahun ini dan bagian lainnya melanjutkan ekspansi usaha. Sementara itu, triwulan pertama lalu, Garuda merupakan salah satu maskapai regional yang mencatatkan rugi terbesar. Ini mengakibatkan risiko investor pada saham Garuda makin tinggi. Dengan harga saham merespon positif  berita pemberian utang, maka ASCEND merekomendasikan untuk waspada.

Direktur Keuangan Garuda Indonesia menyatakan bahwa pinjaman tersebut telah direncanakan dari dulu untuk melakukan ekspansi bisnis dan menambah pesawat baru dan membiayai pendanaan yang telah jatuh tempo pada tahun ini sebesar US$ 120 juta.

Pinjaman tersebut yang berasal dari Bank Pan Indonesia, Dubai Islamic Bank, Emirates NBD, Fisrt Gulf Bank, Standard Chartered Singapore dan Warba Bank. Pinjaman tersebut dikenakan tingkat bunga LIBOR 3 bulan ditambah 3,35% yang jatuh tempo dalam 36 bulan.

Sebelumnya, pada tahun ini, Garuda telah mendapatkan pinjaman dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia sebesar Rp 500 miliar dan mendapatkan pinjaman dari Bank Internasional Indonesia sebesar US$ 100 juta yang juga berjangka waktu 36 bulan.

Sementara itu, untuk rencana ekspansi, Garuda berencana menambah 29 unit pesawat yang akan dioperasikan pada  tahun ini. Saat ini Garuda mengoperasikan 140 armada pesawat kelas sedang yang didominasi Boeing kelas 737 dan 22 jumbo jet yang didominasi Airbus kelas 330.

ASCEND melihat pembiayaan yang dilakukan Garuda mempunyai risiko yang besar karena pendapatan operasional Garuda didominasi Rupiah sementara biaya operasional, hutang dan ekspansi dalam denominasi Dollar AS. Sementara itu, hingga tahun ini Rupiah terdepresiasi cukup tinggi, bahkan tahun lalu Rupiah terdepresiasi hingga 20% lebih terhadap Dollar AS.

Sebagai perbandingan, hutang Garuda yang jatuh tempo pada tahun ini tercatat lebih besar dari nilai kas dan piutang. Cadangan aset paling likuid hanya sebesar US$ 247,69 sementara hutang tercatat sebesar US$ 1,16 miliar dan yang jatuh tempo tahun ini sebesar US$ 375,44 juta berdasarkan laporan keuangan.

Sementara itu, rasio lancar tercatat hanya sebesar 0.58 kali atau terendah dibandingkan dengan perusahaan penerbangan di kawasan asia tenggara yang mempublikasikan laporan keuangannya.

Dengan penambahan hutang ini, jika sebesar US$ 120 juta digunakan untuk melunasi bagian yang jatuh tempo pada tahun ini, setidaknya dibutuhkan pendanaan sebesar US$ 255 juta lainnya untuk melunasi sisanya. Dua sindikasi pinjaman dari Lembaga Ekspor Indonesia dan  Bank BII yang sebesar US$ 150 juta pun belum menutup sisa jatuh tempo.

Garuda masih membutuhkan pendanaan sebesar US$ 100 juta atau harus mendorong kinerja fundamental dengan mendorong pertumbuhan pendapatan.

ASCEND melihat bahwa pendapatan Garuda yang mayoritas berdenominasi Rupiah sementara beban operasional dan  beban keuangan tinggi. Sementara itu, kondisi tingkat  keterisian kursi penerbangan Garuda yang masih rendah hanya rata-rata sekitar 67% dan trennya terus menurun dari tahun lalu. Melihat ini, Garuda kemungkinan masih tertekan dalam hal kinerja bottom line-nya.


Secara fundamental, ASCEND pernah membahasnya dimana kinerja Garuda masih tertekan.  (hyperlink) Garuda masih mencatatkan rugi selama triwulan pertama 2014 ini bahkan hingga mencapai US$ 163,90 juta atau salah satu tertinggi dibandingkan maskapai penerbangan di kawasan ASEAN.

Fundamental perusahaan yang tertekan selama triwulan pertama tersebut tercermin dari kinerja saham yang tertekan sejak awal tahun lalu. Saham Garuda diperdagangkan melemah 9,69% sejak dirilis laporan keuangan triwulan pertama 2014 ini.

Namun, beberapa hari ini pasca persetujuan pemberian pendanaan terhadap Garuda, sepertinya investor merespon positif, meskipun mungkin hanya jangka pendek di mana Garuda dapat survive dari potensi default.

Padahal, ASCEND melihat jika untuk menutup beban keuangan ini dengan mendorong pendapatan pun masih terlalu berat dan belum tentu mencukupi.

Dengan asumsi optimis seiring pertumbuhan pendapatan penerbangan regional yang tumbuh 8-10%, load factor kursi Garuda mencapai 67% sementara biaya per unit naik 2%, maka prakiraan ASCEND laba usaha akan mencapai US$ 150 juta semetara beban keuangan masih tinggi maka bottom line yang dicapai tidak akan tumbuh signifikan dibanding tahun tahun sebelumnya. Tahun lalu Garuda mencatatkan laba bersih sebesar US$ 11,04 juta, sementara tahun 2012 tercatat sebesar US$ 110,60 juta.