Tuesday, September 23, 2014

Kinerja Timah Meningkat Seiring Defisit Permintaan Timah Global

Jakarta, 24 September 2014 - PT Timah (Persero) Tbk., (TINS) membukukan kenaikan kinerja keuangan dengan membukukan kenaikan laba bersih hingga 14,3% menjadi sebesar Rp 202,75 miliar dengan didukung kenaikan pendapatan hingga 10,8% y sebesar Rp 2,75 triliun setelah defisit permintaan timah di pasar global bertambah, walaupun secara volume penjualan menurun.

Defisit permintaan timah global tersebut membuat harga komoditas timah di pasar global mengalami kenaikan sehingga mendorong kinerja Timah (Persero), pada semester pertama tahun ini.

Diprakirakan defisit permintaan timah yang terjadi sejak tahun lalu tersebut masih berpeluang akan berlanjut hingga tahun depan seiring meningkatnya konsumsi timah global terutama untuk industri manufaktur elektronik dan kemasan makanan.

Sementara itu, penjualan Timah (Persero), secara volume lebih rendah dibandingkan tahun lalu hanya sebesar 9,7 ribu ton dibandingkan semester pertama tahun lalu sebesar 10,9 ribu ton, karena kebijakan pembatasan ekspor. Namun karena harga timah dunia yang menguat, nilai pendapatan PT Timah (Persero) Tbk tercatat tumbuh.

Berdasarkan kinerja operasional, Timah (Persero), masih dibayangi dengan tingginya biaya produksi. Beban produksi tercatat naik hingga 47,5% menjadi Rp 2,67 triliun dibandingkan dengan sebelumnya sebesar Rp 1,80 triliun dengan komponen bahan baku menjadi komponen biaya terbesar.

Biaya bahan baku tersebut yang merupakan komponen produksi naik hingga 98% menjadi Rp 1,43 triliun dibandingkan dengan tahun lalu sebesar Rp 718,84 miliar. Kenaikan biaya tersebut seiring kenaikan volume produksi  logam timah yang naik 12,42% menjadi 10,9 ribu ton dan produksi ore yang naik hingga 40,9% menjadi 14,4 ribu ton.  

Marjin laba kotor PT Timah (Persero), Tbk., tercatat meningkat menjadi 23,71% dengan laba kotor  naik menjadi Rp 651,93 miliar dibandingkan dengan sebelumnya dengan dengan marjin laba kotor 19,84% dengan nilai laba sebesar Rp 506,47 miliar.

Sementara itu, laba usaha PT Timah (Persero), Tbk., tercatat naik 53,9% menjadi Rp 359,76 miliar dengan didukung kenaikan beban usaha yang tidak lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan laba kotor.

Dari sisi rasio harga, price multiplier PT Timah (Persero) Tbk., masih relatif mahal dengan mencatatkan PER hingga 23,90 kali dengan PBV 1,24 kali. Nilai PER tersebut tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan pasar Indonesia dengan PER rata-rata tertimbang sebesar 21 kali, namun PBV lebih rendah dibandingkan PBV pasar indonesia sebesar 3 kali. Bahkan, jika dibandingkan dengan emiten timah di pasar global yang go public, Price multiplier Timah (Persero) Tbk., juga lebih tinggi dengan rata-rata PER emiten timah global sebesar 18,3 kali.

Namun, ASCEND melihat pendapatan perusahaan sepanjang tahun ini dan tahun depan cenderung meningkat akibat kenaikan harga karena minimnya ekspor dari Indonesia akibat kebijakan larangan ekspor minerba mentah dari pemerintah di awal tahun ini. Kenaikan harga akan mendorong kinerja bottom line sehingga harga saham di pasar masih berpeluang menguat.


Apalagi Timah (Persero) sudah mampu memproduksi logam timah (refined tin) hingga mencapai 10,8 ribu ton dalam semester pertama ini. Tahun depan diharapkan perusahaan sudah kembali memperoleh pendapatan dari pasar ekspor dengan nilai jual yang lebih tinggi.