Monday, June 17, 2013

Sarana Menara Kaji Akuisisi dari Telkom

Sarana Menara Nusantara (TOWR), perusahaan menara telekomunikasi milik Grup Djarum, mengkaji rencana akuisisi menara atau saham PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel), anak usaha PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom). Presdir TOWR menegaskan kesanggupan dana untuk membeli 200-250 menara dari aset Mitratel .

Kompetisi TOWR dalam akuisisi ini adalah PT Tower Bersama Infrastructure (TBIG), PT Inti Bangun Sejahtera (IBST), dan PT Solusi Tunas Pratama (SUPR)

Mitratel pada saat ini memiliki aset sebanyak 3000 menara, dan sedang dalam proses mengambil alih sekitar 14.000 menara milik Telkomsel. Sementara Sarana Menara memiliki 8.992 menara dengan jumlah tenant sebanyak 16.195.


AFN melihat bahwa TOWR memiliki kas terbesar, dengan likuiditas yang baik. Kompetitor TOWR terbesar adalah SUPR dengan posisi kas yang tidak selisih banyak dan memiliki posisi leverage yang lebih baik. 

PNM Akan Terbitkan Obligasi Rp 1 T



Permodalan Nasional Madani (PNM), perusahaan modal ventura, menerbitkan Obligasi II PNM Tahun 2013 sebesar Rp 1 T dengan jangka waktu 5 tahun, dibayarkan tiap 3 bulan. Dana ini akan digunakan untuk pemberian modal kepada perusahaan kecil dan mikro. Tidak ada agunan khusus atas obligasi ini, dan senioritasnya tidak lebih tinggi daripada utang-utang lainnya. Pefindo telah memberikan rating A+.
Dana ini akan digunakan 40% untuk refinancing, dan 60% untuk peningkatan modal kerja. Refinancing akan digunakan untuk membayar sebagian dari utang bank dalam usaha menekan beban pokok pendapatan.

Saat ini kegiatan usaha melingkupi: bisnis Pembiayaan langsung ke UMK, ke lembaga keuangan mikro, kredit program, jasa manajemen dan kemitraan, penyertaan melalui anak usaha, serta pengelolaan dana melalui anak usaha. Tingkat kesehatan perusahaan menurut SK Menteri Keuangan selama 5 tahun berturut-turut 'sehat sekali'.

AFN memandang bahwa obligasi ini menarik karena beberapa hal:
1. Pendapatan usaha yang diperoleh PNM bertumbuh sangat cepat, CAGR 56% dalam 5 tahun, dengan pertumbuhan laba yang bertumbuh 36,5%. Ini mencerminkan besarnya kebutuhan dana modal bagi perusahaan-perusahaan kecil dan mikro yang sulit untuk dijangkau sistem perbankan, dan seiring dengan indikasi bahwa ada geliat ekonomi mikro yang kini sedang berusaha ditangkap oleh semua bank-bank nasional dan asing di Indonesia.
2. Tingkat keamanan yang cukup tinggi mengingat produk-produk ini melihat kepada kesediaan bank-bank untuk terus memberikan pinjaman.

Akan tetapi beberapa hal perlu diwaspadai adalah:
1. ROE yang rendah hanya kurang dari 8% di tahun lalu, padahal ROE BPR mencapai 20%.
2. Tekanan suku bunga dan inflasi yang tinggi dapat mendorong kenaikan beban bunga sehingga menekan kemampuan perusahaan membayar.


Lippo Tawarkan REIT



Grup Lippo, melalui Overseas Union Enterprise Ltd, sekali lagi menawarkan Real Estate Investment Trust (REIT) di Bursa Singapura antara 1-15 Juli. Target perolehan dana sekitar S$ 800 juta atau US$ 638 juta. Separuh dana tersebut akan dialokasikan kepada investor cornerstone, yaitu investor yang berkomitmen memegang instrumen tersebut untuk periode tertentu.

Overseas Union Enterprise Ltd (OUE), memperoleh sekitar 65% pendapatannya dari operasional hotel dan sedang merencanakan mendorong kepemilikan propertinya yang mencakup menara perkantoran, apartemen mewah, dan mal.Sejak 2006, OUE sudah agresif investasi sebesar US$ 1,1 miliar.

OUE tahun lalu membeli Crowne Plaza Singapore yang menghubungkan Bandara Changi dan menyelesaikan pembangunan ulang OUE Bayfront di Marina Bay. OUE juga membeli DBS Towers Satu dan Dua di distrik finansial. 

Adanya investor corner menunjukkan bahwa instrumen yang akan dikeluarkan Lippo ini dapat dipercaya. Produk bertajuk OUE Hospitality ini diperkirakan memberikan imbal hasil sekitar 6%.

Grup Lippo sudah menerbitkan 2 REIT sebelumnya, yaitu First REIT dan LMIR. Aset First REIT adalah rumah sakit-rumah sakit ternama bermerek Siloam di Indonesia, Pacific Healthcare di  Singapura dan Sarang di Korea Selatan. LMIR adalah singkatan dari Lippo Malls Indonesia Retail Trust dimana asetnya termasuk Gajah Mada Plaza, Mal Lippo Cikarang, Plaza Semanggi dan sebagainya.

REIT dijual di Singapura karena di Indonesia ada keterbatasan regulasi. Aturan Bapepam melarang produk ini diinvestasikan pada tanah kosong atau properti yang masih dalam tahap pembangunan. Selain itu juga tidak diperbolehkan pada real estate atau aset yang berkaitdan dengan real estate di luar wilayah Indonesia. Diskusi dengan pelaku pasar, REIT di Indonesia juga memiliki kendala dari sisi perpajakan yang pada akhirnya tidak menguntungkan bagi investor REIT.

Dari sisi pasar, REIT di Indonesia belum menarik karena belum adanya pasar yang tersosialisasikan tentang produk ini dengan baik. Alhasil, likuiditas kecil. Bandingkan dengan pasar di Singapura yang sudah lebih familiar.

Baru 1 perusahaan yang menerbitkan REIT yakni PT Ciptadana Asset Management (CAM) pada tahun lalu dengan aset Solo Grand Mall dengan perkiraan imbal hasil 10% per tahun.

Grup Lippo memilih penerbitan REIT untuk mencari pendanaan eksternal karena pada prinsipnya produk ini merupakan cara non-utang tapi juga tidak menimbulkan dilusi bagi pemilik aset.