Thursday, August 1, 2013

Harga Semen Akan Naik Paska Pelemahan Nilai Rupiah

Jakarta, 2 Agustus 2013  - Harga semen diperkirakan akan naik untuk mempertahankan marjin keuntungan di tengah pelemahan nilai tukar Rupiah serta kenaikan BBM beberapa bulan lalu. Semen Indonesia, Tbk (SMGR), Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk (INTP) dan Semen Baturaja, Tbk (SMBR) sudah konfirmasi akan menaikkan harga semen mereka, sementara Holcim Indonesia, Tbk (SMCB) masih mempertimbangkan opsi ini.

Direktur Keuangan Indocement, Tju Lie Sukanto, mengatakan kemarin bahwa, penurunan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS akan berdampak pada perolehan laba usaha. Pasalnya, sekira 50-60 persen pembelian biaya produksi dilakukan dengan mata uang dolar.

Untuk mengkompensasi pelemahan Rupiah tersebut dan juga dengan kenaikan bahan bakar minyak (BBM) beberapa bulan lalu maka Indocement akan berusaha menaikkan harga pada semester II di samping melakukan efisiensi di berbagai lini produksi dan distribusi sehingga efek dari kedua faktor tersebut tidak terlalu signifikan.

Apalagi pangsa pasar Indocement turun 30,9% dari 33% di semester I-2012. INTP  mencatatkan kenaikan total penjualan semen pada semester I-2013 sebanyak 0,7% menjadi 8,81 juta ton dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 8,75 juta ton. Sementara itu volume penjualan semen nasional (industri) tumbuh 7,5% menjadi 27,83 juta ton dibanding periode sebelumnya yang tercatat sebesar  25,89 juta ton.

Semen Baturaja sejak awal Juli sudah mengumumkan akan menaikkan harga jual sekitar 3%, sementara Semen Indonesia belum memastikan berapa banyak kenaikan harganya.

Industri semen yang bersifat oligopoli memungkinkan produsen-produsen ini untuk menaikkan harga bersama-sama untuk mempertahankan marjin keuntungan bersama. Industri konstruksi dan infrastruktur yang memiliki potensi besar akibat gap kebutuhan-penawaran sangat tinggi, juga merupakan faktor utama pendukung kenaikan harga bersama ini.

Karenanya AFN melihat bahwa saham-saham semen nasional masih memiliki potensi upside yang bagus, sebagaimana telah diutarakan pada tulisan sebelumnya, "Industri Semen Masih Menarik" pada tanggal 1 Agustus 2013.

DBS Batal Akuisisi Danamon, Harga BDMN Jatuh

Jakarta, 2 Agustus 2013 - DBS Group Holdings Ltd (DBS), Singapura dipastikan batal mengakuisisi Bank Danamon Indonesia, Tbk (BDMN). Kepastian itu diungkapkan Direktur Danamon Fransiska Oei dalam keterbukaan Informasinya di Bursa Efek Indonesia, 31 Juli 2013. Ini membuat harga saham Bank Danamon jatuh dalam 2 hari belakangan ini.

Fransiska menyatakan Danamon telah menerima surat dari Fullerton Fin
ancial Holding Pte Ltd (FFH) tertanggal 31 Juli 2013 soal perjanjian jual beli saham bersyarat antara Fullerton dan DBS Group Holding Ltd akan berakhir 1 Agustus 2013 dan tidak diperpanjang kembali. "Karenanya perjanjian tersebut tidak berlaku lagi setelah tanggal 1 Agustus 2013," katanya.

Konsekuensinya Fullerton akan tetap sebagai pemegang saham pengendali Danamon melalui Asia Financial (Indonesia) Pte Ltd. Fransiska memperkirakan perkembangan ini tidak akan menimbulkan dampak terhadap kegiatan bisnis operasional perseroan.

AFN setuju dengan pernyataan ini, dengan catatan kegiatan bisnis yang dimaksud adalah kegiatan bisnis konvensional Danamon. Sementara bisnis-bisnis lain yang merupakan potensi bisnis baru yang tercipta dari integrasi kedua bank itu, pasti akan terhambat, seperti bisnis-bisnis berbasis jasa. Apalagi AFN juga melihat bahwa akuisisi bank Danamon oleh DBS lebih menguntungkan bagi DBS ketimbang bagi Bank Danamon sendiri.

Pasar merespon keputusan ini dengan berbarengan menjual saham, mengakibatkan saham BDMN turun drastis dari Rp 5.200 pada penutupan hari Rabu (31/7)  jadi Rp 4.375 pada titik terendah pagi ini (2/8), atau turun 15,8%. Penurunan ini diikuti dengan volume yang naik signifikan pada tanggal 1 Agustus yaitu sebesar 21,29 juta lembar, padahal rata-rata perdagangan sebelumnya di sekitar 9 juta lembar saham.
Saham BDMN jatuh setelah keputusan batalnya akuisisi


Pada akhir 2012, Grup DBS mengajukan akuisisi 67,37 persen saham Bank Danamon yang dimiliki oleh Fullerton melalui Asia Financial. Dana yang disiapkan untuk aksi korporsi tersebut mencapai US$ 7,2 miliar. Jika transaksi ini gol, DBS menjadi pemegang saham mayoritas Bank Danamon, bank terbesar keenam di Indonesia.

Tetapi Bank Indonesia tidak langsung memuluskan niatan tersebut. Bank sentral membatasi kepemilikan saham bank oleh lembaga keuangan bank maksimal 40 persen, kecuali jika bank tersebut memiliki tingkat kesehatan yang dipersyaratkan. Selain itu Bank Indonesia menginginkan Singapura untuk menjalankan asas resiprokal yakni mengizinkan bank asal Indonesia untuk membuka cabang atau mengakuisisi bank asal Singapura.

Industri Semen Masih Menarik

Jakarta, 1 Agustus 2013 - Ketiga perusahaan semen nasional mencatatkan kinerja yang menarik pada semester I-2013 ini, sehingga Danareksa memberikan rekomendasi Buy untuk Semen Indonesia dan Holcim Indonesia, serta Hold untuk Indocement Tunggal Prakarsa. Sementara itu volume penjualan semen nasional (industri) tumbuh 7,5% menjadi 27,83 juta ton dibanding periode sebelumnya yang tercatat sebesar  25,89 juta ton.

Semen Indonesia, Tbk (SMGR) mencatatkan pertumbuhan pendapatan yang paling tinggi, yaitu 31,9% dibandingkan Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk (INTP) dan Holcim Indonesia, Tbk (SMCB) yang masing-masing mencatat 8,8% dan 6,9%. Hal ini dikarenakan Pabrik Tuban IV dan Tonasa V sudah beroperasi membuat total volume penjualan semen tercatat 12,23 juta ton atau meningkat 18,3% dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 10,32 juta ton. Penjualan semen Indonesia terdiri atas penjualan dalam negeri sebesar 12,14 juta ton (meningkat 18,0%) dan penjualan ekspor sebesar 0,09 juta ton (meningkat 170%).

Dari sisi marjin SMGR hanya kalah dengan Indocement. Marjin laba kotor dan laba bersih SMGR tercatat 45,1% dan 22,6%. Sementara marjin INTP 47,4% dan 27,2%. Biaya bahan bakar dan tenaga kerja yang meningkat pada tahun ini terimbangi dengan harga batubara yang tetap rendah. 

Sementara itu Holcim Indonesia membukukan marjin yang terendah, yaitu 35% pada marjin laba kotor dan 10,4% pada marjin laba bersih. Namun marjin laba sebelum pajak, bunga dan depresiasi (EBITDA) adalah yang tertinggi yaitu 81,5%. Hal ini dikarenakan beban keuangan serta beban penyusutan yang lebih tinggi terhadap pendapatan.

Penjualan semen nasional yang tumbuh 7,5% menguntungkan bagi ketiga pemain besar nasional ini. Tetapi yang paling diuntungkan menurut AFN adalah Semen Indonesia karena telah meningkatkan kapasitas produksinya lebih dulu. Semen Indonesia juga sedang membangun proyek brownfield dengan kapasitas 3 juta ton dan sebuah proyek greenfield. Sebaliknya Holcim masih menunggu selesainya peningkatan kapasitas di tengah tahun 2014. Indocement juga agak ketinggalan dengan peningkatan kapasitasnya di mana kini perusahaan baru akan masuk ke proyek brownfield 4,4 juta ton dan beberapa proyek greenfield berkapasitas 2,5 juta ton. 

Tidak heran Danareksa memberikan target harga yang lebih tinggi daripada harga penutupan sekarang untuk ketiga perusahaan semen ini.

Tapi AFN memberikan beberapa pertimbangan berikut ini:




Laba Lautan Luas Naik, tapi Pendapatan Turun

Jakarta, 1 Agustus 2013 - Laba bersih Lautan Luas, Tbk (LTLS), distributor kimia, melonjak 148,2% menjadi Rp 128,88 miliar di tengah penurunan pendapatan. Kinerja ini dikarenakan ada laba penjualan investasi dan penjualan aset tetap sebesar Rp 171,5 miliar.

Laba bersih Lautan Luas tercatat Rp 128,88 miliar sementara pendapatannya tercatat Rp 2,75 triliun. Ini mencerminkan marjin laba bersih 4,7%, lebih tinggi daripada periode sebelumnya yang hanya 1,6%. Pendapatan turun 16,4% dari sebelumnya Rp 3,28 triliun, tapi laba bersihnya naik dari sebelumnya Rp 51,92 miliar. Laba bersih per saham sampai dengan semester I ini tercatat Rp 165/saham naik dibandingkan semester I-2012 sebesar Rp 67/ saham.

Kinerja ini sebagian besar disebabkan karena adanya laba penjualan investasi sebesar Rp 169,15 miliar serta laba penjualan aset tetap sebesar Rp 3,3 miliar. Tapi perusahaan pun berhasil menekan beban pokok pendapatannya, menghasilkan marjin laba kotor yang lebih baik daripada tahun lalu yaitu 15,6% dibandingkan 13,2% di tahun 2012.

Perusahaan merampingkan perusahaannya dengan menjual beberapa kepemilikannya yaitu seluruh kepemilikan pada PT Sibelco Lautan Minerals (produsen kimia), PT Mahkota Indonesia (Produsen kimia), dan PT EP-TEC Solutions Indonesia (jasa), ; serta sebagian kecil kepemilikan di PT Findeco Jaya (produsen kimia). Hasil penjualan saham diterima dalam bentuk kas sebesar Rp 170,82 miliar.

Tapi di saat yang sama perusahaan juga mengakuisisi saham perusahaan PT Lautan Ajinomoto Fine Ingredients, keduanya masing-masing sebesar 49% dengan membayar sebesar Rp 48,57 miliar. Kerjasama dengan Ajinomoto adalah untuk memproduksi bahan kosmetik perawatan pribadi di semester II-2013.

Selain itu ada 1 nama anak perusahaan yang hilang dan 1 lain yang timbul. Ini adalah PT Hydro Hitech Optima (jasa), yang setelah diakuisisi 51% oleh Organo Corporation Jepang, berganti nama menjadi PT Lautan Organo Water.

AFN melihat bahwa perampingan dan restrukturisasi ini sejalan dengan strategi utama perusahaan yaitu tumbuh di bidang air bersih, produk berbasis sulfur, dan makanan alami serta ekspansi ke Asia Pasifik. Akan tetapi laba yang melonjak ini merupakan dampak positif yang mungkin tidak akan terjadi lagi di tahun depan.