Thursday, June 26, 2014

Harga Minyak Naik, Defisit Sektor Migas Cenderung Melebar

Jakarta, 26 Juni 2014 Kenaikan signifikan harga minyak dunia hingga mencapai 7% dalam dua pekan terakhir cenderung menekan defisit perdagangan Indonesia terutama dari sektor migas mengingat kebutuhan terhadap energi masih didominasi dari minyak yang didatangkan dari luar negeri.

Ketegangan di Iraq sejak pekan kemarin mendorong harga minyak dunia meningkat yang akibatnya untuk ekonomi Indonesia yang masih mengandalkan energi dari minyak berpotensi mendorong defisit perdagangan. Dengan melebarnya defisit perdagangan tersebut, efek simultannya juga bisa menekan pergerakan nilai tukar Rupiah dan juag menekan pertumbuhan ekonomi nasional.

Harga minyak jenis light sweet WTI yang ditransaksikan di pasar Nymex tercatat sebesar US$ 107 per barrel atau naik 5% jika dibandingkan dengan dua pekan lalu pada kisaran harga US$ 102 per barrel, sementara minyak jenis brent crude tercatat ditransaksikan pada harga US$ 115 atau naik 7,5% dibandingkan awal bulan lalu. Saat ini harga patokan Indonesian Crude Price (ICP) berada pada kisaran US$ 112 hingga 115 per barrel pasca kenaikan harga minyak dunia.

Dengan kenaikan harga minyak tersebut cenderung mengakibatkan kenaikan defisit perdagangan terutama dari sektor migas mengingat 63% kebutuhan energi minyak domestik dipenuhi lewat impor.

Berdasarkan nilainya, defisit yang diakibatkan oleh sektor migas pada April 2013 hingga April 2014 lalu sebesar US$ 12,29 miliar atau masih menurun dibandingkan defisit migas dari Desember 2013 lalu sebesar US$ 12,63 miliar. Hal ini terjadi sebelum kenaikan harga minyak dunia sejak dua pekan terakhir ini.

Pada April tersebut harga minyak dunia masih pada kisaran US$ 100 per barrel. Namun, kenaikan harga minyak yang mencapai 7% sejak dua pekan terakhir, diprakirakan defisit akan cenderung naik lebih dari kenaikan harga minyak, mengingat 93% impor migas adalah hasil minyak dan minyak mentah, sementara yang merupakan minyak mentah dan hasil minyak kurang dari keseluruhan ekspor migas. 

Dengan asumsi defisit kebutuhan minyak minyak 1 juta barrel per hari dan kenaikan harga minyak ICP pada harga US$ 115 per  barrel sejak hampir dua pekan ini, nilai impor perdagangan migas selama Mei dan Juni diprakirakan akan bertambah sebesar US$ 5 miliar sehingga secara year on year defisit dari sektor migas naik hingga 9 hingga 11%.

Sebagai catatan, kebutuhan impor bahan bakar minyak selama tahun 2014 ini diprakirakan akan naik menjadi 1,7 barrel per hari atau naik jika dibandingkan dengan tahun lalu sebesar 1,6 juta barrel per hari. Sementara produksi dalam negeri hanya dapat dipenuhi sebesar 600 ribu barrel per hari. 

Sementara itu, selama bulan April kemarin tercatat defisit neraca perdagangan sebesar US$ 1,96 juta atau defisit terbesar bulanan selama 2014. Selama tahun 2014 tercatat defisit perdagangan sebesar US$ 894 juta. Impor Indonesia tercatat naik hingga 11,93% menjadi US$ 16,26 miliar selama April jika dibandingkan dengan Maret lalu, namun masih tercatat turun 4,23% selama tahun berjalan jika dibandingkan dengan tahun lalu. Sementara itu, ekspor selama April tercatat turun hingga 5,92% menjadi US$ 14,29 miliar dibandingkan dengan Maret lalu. Selama tahun berjalan tercatat ekspor turun 2,63%.

Dari total defisit neraca perdagangan, sejak April 2013 hingga 2014 defisit terjadi diakibatkan oleh defisit migas sebesar US$ 12,27 juta, sementara dari sektor non-migas mencatatkan surplus sebesar US$ 9,27 juta. Kontribusi impor hasil minyak yang masih tinggi juga mendorong defisit dari sektor migas tersebut hingga sebesar US$ 24,12 miliar, sementara sektor gas mencatatkan surplus sebesar US$ 15,31 miliar.