Sunday, February 9, 2014

Defisit Neraca Berjalan Berkurang, Akibat Kebijakan Pemerintah yang Tepat?



Jakarta, 7 Februari 2014 - Menteri Keuangan Chatib Basri dalam seminar yang diadakan oleh Indonesia Finance Today tanggal 30 Januari lalu,  mengklaim defisit perdagangan akan turun mendekati 2,5% terhadap PDB pada tahun 2013 lalu setelah beberapa kebijakan diambil diantaranya penerapan Undang-undang Minerba dan revisi pajak dan bea ekspor impor dan barang mewah, di tengah perlambatan ekonomi global.

Sebelumya, Menteri Keuangan Chatib Basri menyatakan kebijakan apapun yang dikeluarkan pemerintah apapun yang dibuat pasti ada yang menilai salah. Butuh waktu untuk membuktikan hasil dari kebijakan ini.

Menteri Keuangan juga menyatakan bahwa pemerintah telah berhasil  mendorong neraca perdagangan menjadi surplus hingga US$ 760 juta pada bulan November lalu, dan surplus perdagangan pada Desember meningkat  sebesar US$  1,52 miliar. Dengan demikian, pemerintah menargetkan defisit yang terjadi sejak awal 2012 lalu turun menjadi 2,5% terhadap PDB pada akhir 2013 kemarin.  Namun, selama tahun 2013, defisit masih perdagangan tercatat masih sebesar US$ 4,06 miliar dan dengan prakiraan PDB Indonesia tumbuh 5,2% pada kuartal keempat 2013, maka defisit terhadap PDB akan turun hingga 2%.

Pemerintah menyatakan, penurunan defisit ini terjadi akibat penyesuaian peraturan diantaranya kenaikan pajak beberapa barang impor yang ditujukan untuk menekan impor barang mewah dan insentif ekspor untuk mendorong kinerja ekspor.

Selain itu, kebijakan disahkannya Undang-Undang Minerba pada awal tahun ini, diharapkan defisit pada 2014 akan tertekan.  Menurut Kementerian Keuangan, kebijakan ini tidak untuk mencegah impor bahan mentah namun lebih untuk meningkatkan nilai dari bahan mentah tersebut sehingga selain menekan defisit juga berkontribusi terhadap PDB RI. Namun, karena baru efektif sejak awal tahun, kebijakan ini setidaknya akan berdampak dalam beberapa bulan kedepan, bukan parameter yang ditunjukkan pemerintah maupun BPS sekarang ini.



AFN, mengacu pada data BPS,  melihat justru defisit yang terjadi sejak awal tahun akibat peningkatan impor bahan bakar minyak  sepanjang 2013 sementara ekspor menurun.Jika dilihat dalam tabel, meskipun diberlakukannya kenaikan BBM bersubsidi, defisit migas selama 2013 tercatat sebesar US$ 12,63 miliar atau naik dua kali dibandingkan tahun sebelumnya US$ 5,58 miliar.
Selain itu, kebijakan kenaikan pajak impor memang diperlukan meskipun AFN melihatnya tidak signifikan, tetapi dari data BPS justru terlihat sektor non-migas pun sudah surplus sebelum kebijakan tersebut diberlakukan.
 

Terlihat dalam tabel, defisit minyak mentah justru bertambah, sementara defisit hasil minyak turun tipis, hal ini menunjukkan meskipun pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi tidak serta merta akan menekan defisit minyak dan gas karena permintaan energi semakin bertambah.


Sementara jika dilihat dari semua komponen, impor terbesar masih dicatatkan oleh impor mesin mekanik dan listrik sebesar US$ 45,49 miliar dengan menunjukkan penurunan 3,88% selama setahun. Impor komponen ini terbagi dalam dua hal yaitu impor mesin untuk komponen produksi dan mesin untuk transportasi sepeti mobil dan pesawat terbang.

Sementara dari sisi ekspor, sektor komoditas masih menjadi pendorong ekspor Indonesia diantaranya Migas, Batubara CPO dan karet.