Thursday, February 20, 2014

Laba Bersih Jasa Marga Turun karena Kenaikan Upah



Jakarta, 21 Februari 2014 – PT Jasa Marga (Persero), Tbk mencatatkan pertumbuhan pendapatan tetapi penurunan laba bersih karena kenaikan beban pemeliharaan jalan tol, beban konstruksi dan pelayanan pemakai jalan tol.

Pendapatan Jasa Marga naik 13% menjadi Rp 10,29 triliun di akhir tahun 2013 dari sebelumnya Rp 9,07 triliun. Kenaikan ini terutama terjadi pada pendapatan konstruksi yang naik 18% menjadi Rp 3,96 triliun di tahun  2013.  Pendapatan dari segmen konstruksi adalah kontributor kedua terbesar dari pendapatan Jasa Marga. Sementara itu pertumbuhan dari tol sendiri hanya 4% menjadi Rp 5,83 triliun dari sebelumnya Rp 5,58 triliun.


Sementara itu beban pemeliharaan jalan tol 30% menjadi Rp 1,14 triliun dari sebelumnya Rp 882,25 miliar. Beban ini berkontribusi sebesar 15% terhadap total beban usaha.

Selain itu yang juga berkontribusi terhadap penurunan laba adalah kenaikan beban konstruksi sebesar 18,2% menjadi Rp 3,91 triliun. Beban konstruksi adalah beban terbesar di dalam beban usaha yaitu 51%.

Beban lainnya yang naik tinggi adalah beban pelayanan kepada pemakai jalan tol, yang naik 74% menjadi Rp 481,74 miliar dari sebelumnya hanya Rp 276,51 miliar.

Hasilnya, laba bersih turun 17% menjadi Rp 1,34 triliun atau Rp 196,52/ saham dari sebelumnya Rp 1,60 triliun atau Rp 235,60/ saham.

Posisi kas juga turun jadi Rp 3,51 triliun dari sebelumnya Rp 4,30 triliun. Sementara total aset naik 15% menjadi Rp 28,37 triliun karena kenaikan hak pengusahaan jalan tol sebesar 20% menjadi Rp 22,3 triliun.

Liabilitas jangka pendek turun 26% menjadi Rp 4,92 triliun, sementara liabilitas jangka panjang naik 51% menjadi Rp 12,58 triliun. Kenaikan liabilitas jangka panjang ini didorong oleh kenaikan utang bank sebesar 75% menjadi Rp 5,32 triliun serta kenaikan utang obligasi sebesar 37% menjadi Rp 5,14 triliun.

Kinerja marjin laba usaha turun jadi 25,9% menjadi 32,8%, sementara kinerja marjin laba bersih turun jadi 13,0% dari 17,7%. Imbal hasil atas ekuitas (ROE) turun jadi 14,4% dari 18,6%.

AFN melihat bahwa penurunan kinerja ini lebih disebabkan oleh kenaikan upah yang cukup tinggi di tahun ini. Hal ini tidak akan terulang di tahun depan. Namun, tahun depan memiliki risiko kenaikan biaya lainnya yaitu biaya pemeliharaan jalan tol mengingat karena banyaknya bencana yang terjadi pada awal tahun 2014 ini telah merusak sebagian jalan tol milik Jasa Marga. Perusahaan juga telah berjanji untuk mengganti kerusakan kendaraan akibat lubang, yang mana akan menimbulkan biaya baru bagi perusahaan. 



PUT I Garuda Tidak Menarik


Jakarta, 21 Februari 2014 – PT Garuda Indonesia (Persero), Tbk (GIAA) akan melakukan penawaran umum terbatas (PUT) yang pertamanya  dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD). Jumlah saham yang ditawarkan adalah 3,23 miliar lembar saham, atau setara dengan  14,22% saham yang beredar sekarang. Nilai penawaran ini akan mencapai Rp 1,48 triliun – Rp 1,61 triliun.

Melalui PUT  I ini setiap pemegang saham 701.409 lembar berhak mendapatkan 100.000 lembar rights (HMETD). Tiap lembar rights memberikan hak kepada pemegangnya untuk membeli 1 lembar saham dengan harga Rp 460 – 500 per lembar.

Rencananya perusahaan akan menggunakan 80% dari dana yang diterima Rp 1,18 – 1,29 triliun untuk pengembangan armada baru berjenis B737 Series, B777 series, A330 series dan A320 series. Sisanya sebesar 20% akan digunakan untuk modal kerja dalam bentuk pembayaran sewa pesawat.

AFN melihat bahwa penawaran umum ini, yang paralel dengan aksi perusahaan untuk menjual saham Citilink-nya, memberikan indikasi sebagai berikut:
1.    Garuda ingin fokus kepada pengembangan segmen premium dengan didukung merek serta proses bisnis yang baik
2.    Garuda ingin ekspansi kepada rute-rute yang lebih banyak dan lebih profitabel.

Akan tetapi menurut AFN penawaran saham ini kurang menambah nilai pemegang saham karena hal-hal berikut ini:
1.    Kemampuan Garuda untuk menghasilkan laba dari pendapatannya menurun, dilihat dari kinerjanya tahun 2013. Padahal tahun 2013 ini adalah tahun dimana jumlah wisatawan tertinggi sejak tahun 1993, yaitu 13,52% sampai dengan Juni. Seharusnya kinerja pariwisata secara umum ini dapat dikonversikan menjadi laba oleh Garuda.
2.    Dengan target pasar yang premium, seharusnya kenaikan beban-beban seperti beban bahan bakar dan beban tiket, dapat dibebankan kepada penumpang (passthrough). Kenyataan bahwa  Garuda tidak mampu melakukan passthrough menunjukkan bahwa positioning Garuda di pasar premium adalah lemah.
3.    Harga saham Garuda telah mengindikasikan rasio P/E sebesar 1075 kali, artinya pemegang saham sekarang baru dapat memperoleh kembali modal investasinya setelah 1075 tahun dengan laba ini. Dengan efek dilusi, jangka waktu ini akan makin panjang.
4.    Arus kas operasional perusahaan tidak cukup untuk pemeliharaan pesawat. Garuda mencatatkan arus kas dari aktivitas operasional US$ 139,03 juta  sementara kas yang digunakan untuk dana pemeliharaan pesawat mencapai US$ 235,31 juta di tahun 2013. Peningkatan posisi kas yang terjadi adalah karena pinjaman jangka panjang yang diperoleh perusahaan. Ini tidak akan mampu untuk mempertahankan perusahaan dalam jangka panjang.